Sabtu, 02 April 2022

☺KEDATANGAN NABI MUHAMMAD SAW☺


Nabi Muhammad SAW :

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُذْرِيّ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْأَنْصَارِ: قُوْمُوْا إلَى سَيِّدِكُمْ أوْ خَيْرِكُمْ. رواه مسلم

Dari Abi Said Al-Khudri, beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda kepada para sahabat Ansor,” Berdirilah kalian untuk tuan kalian atau orang yang paling baik di antara kalian.” (HR Muslim)

Sayid Bakri bin Sayid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi dalam I‘anatut Thalibin sebagai berikut.   
فائدة) جرت العادة أن الناس إذا سمعوا ذكر وضعه صلى الله عليه وسلم يقومون تعظيما له صلى الله عليه وسلم وهذا القيام مستحسن لما فيه من تعظيم النبي صلى الله عليه وسلم ، وقد فعل ذلك كثير من علماء الامة الذين يقتدى بهم. قال الحلبي في السيرة فقد حكى بعضهم أن الامام السبكي اجتمع عنده كثير من علماء عصره فأنشد منشده قول الصرصري في مدحه صلى الله عليه وسلم: قليل لمدح المصطفى الخط بالذهب على ورق من خط أحسن من كتب وأن تنهض الاشراف عند سماعه قياما صفوفا أو جثيا على الركب فعند ذلك قام الامام السبكي وجميع من بالمجلس، فحصل أنس كبير في ذلك المجلس وعمل المولد. واجتماع الناس له كذلك مستحسن. 
Artinya, “Sudah menjadi tradisi bahwa ketika mendengar kelahiran Nabi Muhammad SAW disebut-sebut, orang-orang akan berdiri sebagai bentuk penghormatan bagi rasul akhir zaman. Berdiri seperti itu didasarkan pada istihsan (anggapan baik) sebagai bentuk penghormatan bagi Rasulullah SAW. Hal ini dilakukan banyak ulama terkemuka panutan umat Islam. Al-Halabi dalam Sirah-nya mengutip sejumlah ulama yang menceritakan bahwa ketika majelis Imam As-Subki dihadiri para ulama di zamannya,  Imam As-Subki membaca syair pujian untuk Rasulullah SAW dengan suara lantang, ‘Sedikit pujian untuk Rasulullah SAW oleh tinta emas//di atas mata uang dibanding goresan indah di buku-buku Orang-orang mulia terkemuka bangkit saat mendengar namanya//berdiri berbaris atau bersimpuh di atas lutut’ Selesai membaca syair Imam As-Subki berdiri yang kemudian diikuti oleh para ulama yang hadir. Kebahagiaan muncul di majelis tersebut dan maulid Rasulullah SAW diperingati di dalamnya. Pertemuan umat Islam demi kelahiran Rasulullah SAW juga didasarkan pada istihsan,” (Lihat Sayid Bakri bin Sayid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I‘anatut Thalibin, Darul Fikr, Beirut, Libanon, tahun 2005 M/1425-1426 H, juz III, halaman 414).

Pada bait Sholawat يَا نَبِي سَلَامْ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلْ سَلَامْ عَلَيْكَ (Yaa Nabi Salam ‘alaika yaa rasul salam ‘alaika). Jika diperhatikan redaksi kalimatnya, pada saat menyebut Nabi dalam sholawat tersebut memakai kata ganti ﻙَ yaitu kata ganti orang kedua atau dhomir mukhatab, yang artinya kamu atau anda.

Kalimat itu tidak menyebut nabi dengan dlamir ghaib ﻩُ (dia, atau beliau). Kita menyebut Nabi dengan engkau. Ini artinya bahwa pada saat mahallul qiyam seakan Nabi Muhammad SAW benar-benar hadir di hadapan kita.

Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki mengatakan bahwa Imam Al-Barzanji dalam kitab Maulid-nya menyatakan, ”Sebagian para imam hadits yang mulia itu menganggap baik (istihsan) berdiri ketika disebutkan sejarah Nabi Muhammad SAW.

Betapa beruntungnya orang yang mengagungkan Nabi dan menjadikan hal itu sebagai puncak tujuan hidupnya. (al-Bayan Watta’rif fi Dzikral Maulid an-Nabawi, hal. 29-30).

Abul Faraj Al-Halabi menyebutkan bahwa berdiri saat mahallul qiyam ini sudah dilakukan sejak dulu oleh orang yang alim. Seorang panutan baik dalam ilmu agama dan sifat wara’nya, yaitu al-Imam Abdul Wahab bin Taqiyuddin ‘Ali bin Abdul Kafy as-Subki atau biasa di sebut dengan Imam as-Subki.

Abul Faraj Al-Halabi menulis : “Al-Imam As-subkiy berkumpul bersama banyak ulama di zamannya dan saat itu seorang mursyid membacakan puji-pujian untuk Nabi karangan As-Sharshari” ;

قليل لمدح المصطفى الخط بالذهب :: على ورق من خط أحسن من كتب
وأن تنهض الأشراف عند سماعه :: قياما صفوفا أو جثيا على الركب

“Sedikit sekali Tulisan bertinta emas di kertas (perak) untuk memuji Nabi itu dari penulis terbaik”

“Sedikit sekali Orang-orang mulia berdiri tegap dengan berbaris ataupun berjongkok di atas kuda ketika mendengar pujian terhadap Nabi.”

Kemudian saat itu juga Imam As-Subki dan jamaah yang hadir bersamanya sama berdiri, lalu datanglah “uns kabir” (ketenangan dan kesejukan hati) dalam majelis itu.
Kisah Menarik Mengenai Orang Yang Enggan Berdiri Saat Pembacaan Maulid

Dikisahkan oleh Sayyid Alawi Al-Maliki dari ayah beliau, Sayyid Abbas Al-Maliki. Suatu ketika Sayyid Abbas Al-Maliki pada malam maulid berada di Baitul Maqdis untuk menghadiri peringatan Maulid Nabi, di mana saat itu dibacakan Maulid al Barzanji.

Ketika itu ada lelaki tua beruban yang berdiri dengan khidmat penuh adab mulai dari awal sampai acara selesai. Kemudian beliau bertanya pada lelaki tadi akan sikapnya itu, yaitu berdiri sementara usianya sudah tua.

Sayyid Abbas Al-Maliki menuturkan jawaban orang yang tua tadi:

ﺑِﺄَﻧَّﻪ ﻛَﺎﻥَ ﻟَﺎ ﻳَﻘُﻮْﻡُ ﻋِﻨْﺪَ ﺫِﻛْﺮِ ﺍﻟْﻤِﻴْﻠَﺎﺩِ ﺍﻟﻨَّﺒَﻮِﻱِّ ﻭَﻳَﻌْﺘَﻘِﺪُ ﺃَﻧَّﻪُ ﺑِﺪْﻋَﺔٌ ﺳَﻴِّﺌَﺔٌ ﻓَﺮَﺃَﻯ ﻓِﻲْ ﻧَﻮْﻣِﻪِ ﺃَﻧَّﻪُ ﻣَﻊَ ﺟَﻤَﺎﻋَﺔٍ ﻣُﺘَﻬَﻴِّﺌِﻴْﻦَ ﻟِﺎﺳْﺘِﻘْﺒَﺎﻟِﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﻃَﻠَﻊَ ﻟَﻬُﻢْ ﺑَﺪْﺭُ ﻣُﺤَﻴَّﺎﻩُ ﻭَﻧَﻬَﺾَ ﺍﻟْﺠَﻤِﻴْﻊُ ﻟِﺎﺳْﺘِﻘْﺒَﺎﻟِﻪِ ﻟَﻢْ ﻳَﺴْﺘَﻄِﻊْ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻡَ ﻟِﺬَﻟِﻚَ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﻟَﻪُ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮْﻝُ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺃَﻧْﺖَ ﻟَﺎ ﺗَﺴْﺘَﻄِﻴْﻊُ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻡَ ﻓَﻤَﺎ ﺍﺳْﺘَﻴْﻘَﻆَ ﺇِﻟَّﺎ ﻭَﻫُﻮَ ﻣُﻘْﻌَﺪٌ

“Bahwa dulu ia tidak mau berdiri pada acara peringatan Maulid Nabi dan ia berkeyakinan bahwa perbuatan itu adalah bid’ah sayyi’ah (jelek). Hingga suatu malam ia bermimpi, dia bersama sekelompok orang yang bersiap-siap menunggu kedatangan Nabi Muhammad SAW.

Maka saat cahaya wajah beliau yang bagaikan bulan purnama muncul, semua orang tadi bangkit dengan berdiri menyambut kehadiran Rasulullah namun ia (lelaki tua) tidak mau bangkit untuk berdiri”.

Lalu Rasullullah berkata kepadanya:

ﺃَﻧْﺖَ ﻟَﺎ ﺗَﺴْﺘَﻄِﻴْﻊُ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻡَ

“Kamu tidak akan bisa berdiri”

Dan ketika ia bangun dari tidurnya ternyata ia dalam keadaan tidak bisa berdiri. Hal ini ia alami selama satu tahun. Kemudian ia pun bernadzar jika Allah menyembuhkan sakitnya itu ia akan berdiri mulai awal pembacaan Maulid Nabi hingga akhir bacaan. Lalu Allah menyembuhkannya.

Untuk memenuhi nadzarnya ia pun akhirnya selalu berdiri (mulai awal pembacaan Maulid Nabi hingga akhir bacaan) karena ta’zhim (mengagungkan) beliau SAW. (Al-Hadyut tamm)

Begitu pentingnya, sebagai penghormatan atas hadirnya Rasulullah SAW ketika pembacaan maulid, oleh karenanya kita disunnahkan untuk berdiri pada saat mahallul qiyam, dan ketika itu rasakanlah kehadiran Rasulullah SAW.

BARZANJI, KITAB INDUK PERINGATAN MAULÎD NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM Secara umum peringatan maulid Nabi Shallallahu alaihi wa sallam selalu disemarakkan dengan shalawatan dan puji-pujian kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, yang mereka ambil dari kitab Barzanji maupun Daiba’, ada kalanya ditambah dengan senandung qasîdah Burdah. Meskipun kitab Barzanji lebih populer di kalangan orang awam daripada yang lainnya, tetapi biasanya kitab Daiba’, Barzanji dan Qasidah Burdah dijadikan satu paket untuk meramaikan maulid Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang diawali dengan membaca Daiba’, lalu Barzanji, kemudian ditutup dengan Qasîdah Burdah. Biasanya kitab Barzanji menjadi kitab induk peringatan maulîd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan sebagian pembacanya lebih tekun membaca kitab Barzanji daripada membaca al-Qur’an. Maka tidak aneh jika banyak di antara mereka yang lebih hafal kitab Barzanji . Fokus pembahasan terhadap kitab Barzanji ini adalah Sejarah tentang perjalanan hidup Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan satra bahasa tinggi . Syair-syair pujian dan sanjungan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan bahasa yang sangat indah,  Shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, PENULIS KITAB BARZANJI Kitab Barzanji ditulis oleh “Ja’far al-Barjanzi al-Madani, dia adalah khathîb di Masjidilharâm dan seorang mufti dari kalangan Syâf’iyyah. Wafat di Madinah pada tahun 1177H/1763 M dan di antara karyanya adalah Kisah Maulîd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[1] Sebagai seorang penganut paham tasawwuf yang bermadzhab ahlul bait tentu Ja’far al-Barjanzi sangat mengkultuskan keluarga, keturunan dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini dibuktikan dalam doanya “Dan berilah taufik kepada apa yang Engkau ridhai pada setiap kondisi bagi para pemimpin dari keturunan az-Zahrâ di bumi Nu’mân”.[2]  Padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

مَن قَرَأَ حَرفًا مِن كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاأَقُوْلُ الـمّ حَرْفٌ وَلكِن ْأَلَِفٌ حَرْفٌ وَلاًّمُ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرفٌ. رَوَاهُ التِّرْمِذِيْ وَصَحَّحَهُ اْلأَلْباَنِِيْ 
“Barang siapa membaca satu huruf dari Al-Qur’an maka dia akan mendapatkan satu kebaikan yang kebaikan tersebut akan dilipatgandakan menjadi 10 pahala. Aku tidak mengatakan Alif Lâm Mîm satu huruf. Akan tetapi, Alif satu huruf, lâm satu huruf mîm satu huruf“.[3] Bahwa kedua orang tua Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam termasuk ahlul Iman dan termasuk orang-orang yang selamat dari neraka bahkan ia mengungkapkan dengan sumpah. وَقَدْ أَصْبَحَا وَاللهِ مِنْ أَهْلِ اْلإِيْمَانِ وَجَاءَ لِهَذَا فِيْ الْحَدِيْثِ شَوَاهِدُ وَمَالَ إِليْهِ الْجَمُّ مِنْ أَهْلِ الْعِرْفَانِ فَسَلِّمْ فَإِنَّ اللهَ جَلَّ جَلاَلُــهُ وَإِنَّ اْلإِمَامَ اْلأَشْعَرِيَ لَمُثْبِـتَ نَجَاتَهُمَا نَصًّا بِمُحْكَمِ تِبْــيَانِ
 Dan sungguh kedua (orang tuanya) demi Allah Azza wa Jalla termasuk ahli iman dan telah datang dalîl dari hadîts sebagai bukti-buktinya. Banyak ahli ilmu yang condong terhadap pendapat in,i maka ucapkanlah salam karena sesungguhnya Allah Maha Agung. Dan sesungguhnya Imam al-Asy’ari menetapkan bahwa keduanya selamat menurut nash tibyan (al-Qur’an).[4]”[6] Semua hadits yang menjelaskan tentang dihidupkannya kembali kedua orang tua Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan keduanya beriman serta selamat dari neraka semuanya  Dâruquthni al-Jauzaqani, Ibnu Syahin, al-Khathîb, Ibnu Ashâkir, Ibnu Nashr, Ibnul Jauzi, as-Suhaili, al-Qurthubi, at-Thabari dan Fathuddin Ibnu Sayyidin Nas.[7] Adapun anggapan bahwa Imam al-Asyari yang berpendapat bahwa kedua orang tua Nabi Shallallahu alaihi wa sallam beriman, Imam as-Suyuthi rahimahullah berpendapat bahwa kedua orang tua Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beriman dan selamat dari neraka, namun hal ini menyelisihi para hâfidz dan para ulama peneliti hadîts.[8] Penulis kitab Barzanji mengajak para pembacanya agar mereka menyakini bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hadir pada saat membaca shalawat, terutama ketika Mahallul Qiyâm (posisi berdiri), hal itu sangat nampak sekali di awal qiyâm (berdiri) membaca: 
مَرْحَبًا يَا مَرْحَبًا يَا مَرْحَبًا مَرْحَبًا ياَ جَدَّ الْحُسَيْنِ مَرْحَبًا 
Selamat datang, selamat datang, selamat datang, selamat datang wahai kakek Husain selamat datang. Meskipun di tengah mereka terjadi perbedaan, apakah yang hadir jasad nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama ruhnya ataukah ruhnya saja. Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki  mengingkari dengan keras pendapat yang menyatakan bahwa yang hadir adalah jasadnya. Menurutnya, yang hadir hanyalah ruhnya. 
Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berada di alam Barzah yang tinggi dan ruhnya dimuliakan Allah Azza wa Jalla di surga, sehingga tidak mungkin kembali ke dunia dan hadir di antara manusia. 
Pada bait berikutnya semakin jelas nampak bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diyakini hadir, meskipun sebagian mereka meyakini yang hadir adalah ruhnya. 
يَا نَبِيْ سَلاَمٌ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلُ سَلاَمٌ عَلَيْكَ يَا حَبِيْبُ سَلاَمٌ عَلَيْكَ صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْكَ 
Wahai Nabi salam sejahtera atasmu, wahai Rasul salam sejahtera atasmu Wahai kekasih salam sejahtera atasmu, semoga rahmat Allah tercurah atasmu. Para pembela Barzanji seperti penulis “Fikih Tradisionalis” berkilah, bahwa tujuan membaca shalawat itu adalah untuk mengagungkan nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menurutnya, salah satu cara mengagungkan seseorang adalah dengan berdiri, karena berdiri untuk menghormati sesuatu sebetulnya sudah menjadi tradisi kita. Bahkan tidak jarang hal itu dilakukan untuk menghormati benda mati. Misalnya, setiap kali upacara bendera dilaksanakan pada hari Senin, setiap tanggal 17 Agustus, maupun pada waktu yang lain, ketika bendera merah putih dinaikkan dan lagu Indonesia Raya dinyanyikan, seluruh peserta upacara diharuskan berdiri. Tujuannya tidak lain adalah untuk menghormati bendera merah putih dan mengenang jasa para pejuang bangsa. Jika dalam upacara bendera saja harus berdiri, tentu berdiri untuk menghormati Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih layak dilakukan, sebagai ekspresi bentuk penghormatan kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bukankah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia teragung yang lebih layak dihormati dari pada orang lain?[9] Demikian juga dengan acara perayaan maulîd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan perbuatan tersebut termasuk bid’ah yang hasanah. Manusia yang paling besar pengagungannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah para sahabat Radhiyallahu ‘anhum -semoga Allah meridhai mereka- sebagaimana perkataan Urwah bin Mas’ûd kepada kaum Quraisy: “Wahai kaumku….demi Allah, aku pernah menjadi utusan kepada raja-raja besar, aku menjadi utusan kepada kaisar, aku pernah menjadi utusan kepada Kisra dan Najasyi, demi Allah aku belum pernah melihat seorang raja yang diagungkan oleh pengikutnya sebagaimana pengikut Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengagungkan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidaklah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam meludah kemudian mengenai telapak tangan seseorang di antara mereka, melainkan mereka langsung mengusapkannya ke wajah dan kulit mereka. Apabila ia memerintahkan suatu perkara, mereka bersegera melaksanakannya. Apabila beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, mereka saling berebut bekas air wudhunya. Apabila mereka berkata, mereka merendahkan suaranya dan mereka tidak berani memandang langsung kepadanya sebagai wujud pengagungan mereka”.[10] Bentuk pengagungan para sahabat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas sangat besar. hadîts Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,’Berdirilah kalian untuk tuan atau orang yang paling baik di antara kalian [11], Memang benar Imam Nawawi rahimahullah berpendapat bahwa pada hadits di atas terdapat anjuran untuk berdiri dalam rangka menyambut kedatangan orang yang mempunyai keutamaan[12]
 فِيْكَ قَدْ أَحْسَنْتُ ظَنِّيْ ياَ بَشِيْرُ ياَ نَذِيـْـُر فَأَغِثْنِيْ وَأَجِـــن ياَ مُجِيْرُ مِنَ السَّعِيْرِ يَاغَيَاثِيْ يَا مِــلاَذِيْ فِيْ مُهِمَّاتِ اْلأُمُــوْرِ
 Padamu sungguh aku telah berbaik sangka. Wahai pemberi kabar gembira wahai pemberi peringatan. Maka tolonglah aku dan selamatkanlah aku. Wahai pelindung dari neraka Sa’ir Wahai penolongku dan pelindungku. Dalam perkara-perkara yang sangat penting (suasana susah dan genting) .
Penulis kitab Barzanji juga menyakini tentang Nur Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang terungkap dalam syairnya: 
وَماَ زَالَ نُوْرُ الْمُصْطَفَى مُتْنَقِلاً مِنَ الطَّيِّبِ اْلأَتْقَي لِطاَهِرِ أَرْدَانٍ 
Nur Mustafa (Muhammad) terus berpindah-pindah dari sulbi yang bersih kepada yang sulbi suci nan murni. 
_______ Footnote [1]. Al-Munjid fî al A’lâm, 125 [2]. Majmûatul Mawâlid, hal. 132. [3]. HR.Tirmidzi dan dishahîhkan al Albâni di dalam shâhihul jam’i hadits yang ke 6468 [4]. Lihat Majmûatul Mawâlid Barzanji, hal. 101. [5]. Shahih diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya (348) dan Abu Daud dalam Sunannya (4718). [6]. Lihat Minhâj Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi, 3/ 74. [7]. Aunul Ma’bûd, Abu Thayyib (12/ 324) [8]. Aunul Ma’bûd, Abu Thayyib (12/ 324) [9]. Lihat Fikih Tradisionalisme, Muhyiddîn Abdusshâmad (277-278) [10]. Diriwayatkan oleh al-Bukhâri : 3/187, no : 2731, 2732, al-Fath 5/388. [11]. Shahih diriwayatkan Imam Bukhâri dalam Shahîhnya (3043) dan Imam Muslim dalam Shahîhnya (1768) [12]. Lihat Minhâj Syarah Shahîh Muslim, Imam Nawawi, juz XII, hal. 313. [13]. Lihat Ikmâlil Mu’lim Bi Syarah Shahîh Muslim, Qadhi Iyadh, 6/ 105.
-----------

persoalan tambahan lafadz semisal الله  di awal bait mahallul qiyam supaya lebih khidmat dalam pembacaan.
Contoh الله-يانبي سلام عليك * يارسول عليك 
Pertanyaan :
Apa hukum menambahkan lafadz الله  pada awal bait mahallul qiyam ?
Jawaban :Boleh selama tidak terjadi kefatalan makna. Akan tetapi sebaiknya hal tersebut tidak dilakukan walau tidak terjadi kefatalan makna.
إحياء علوم الدين (2/ 136، بترقيم الشاملة آليا)
الوجه الرابع: أن الشعر الموزن يختلف تأثيره في النفس بالألحان التي تسمى الطرق والاستانات وإنما اختلاف تلك الطرق بمد المقصور وقصر المدود والوقف في أثناء الكلمات والقطع والوصل في بعضها. وهذا التصرف جائز في الشعر ولا يجوز في القرآن إلا التلاوة كما أنزل، فقصره ومده والوقف والوصل والقطع فيه على خلاف ما تقضتيه التلاوة حرام أو مكروه. وإذا رتل القرآن كما أنزل سقط عنه الأثر الذي سببه وزن الألحان وهو سبب مستقل بالتأثير وإن لم يكن مفهوماً، كما في الأوتار والمزمار والشاهين وسائر الأصوات التي لا تفهم.
الأذكار (ص: 12)
فصل : اعلم أن الذكر محبوب في جميع الأحوال إلا في أحوال ورد الشرع باستثنائها نذكر منها هننا طرفا ، إشارة إلى ما سواه مما سيأتي في أبوابه إن شاء الله تعالى ، فمن ذلك : أنه يكره الذكر حالة ض الجلوس على قضاء الحاجة ، وفي حالة الجماع ، وفي حالة الخطبة لمن يسمع صوت الخطيب ، وفي القيام في الصلاة ، بل يشتغل بالقراءة ، وفي حالة النعاس. ولا يكره في الطريق ولا في الحمام ، والله أعلم.
تحفة المحتاج في شرح المنهاج (38/ 246)
وَقَدْ أَفْتَى أَبُو زُرْعَةَ مِنْ مُحَقِّقِي الْمُتَأَخِّرِينَ فِيمَنْ قِيلَ لَهُ اُهْجُرْنِي فِي اللَّهِ فَقَالَ هَجَرْتُك لِأَلْفِ اللَّهِ بِأَنَّهُ لَا يَكْفُرُ إنْ أَرَادَ لِأَلْفِ سَبَبٍ أَوْ هِجْرَةٍ لِلَّهِ تَعَالَى وَإِنْ لَمْ يَكُنْ ذَلِكَ ظَاهِرًا لِلَّفْظِ حَقْنًا لِلدَّمِ بِحَسَبِ الْإِمْكَانِ لَا سِيَّمَا إنْ لَمْ يُعْرَفْ قَائِلُهُ بِعَقِيدَةٍ سَيِّئَةٍ لَكِنْ يُؤَدَّبُ عَلَى إطْلَاقِهِ لِشَنَاعَةِ ظَاهِرِهِ

------


------

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Mengajak saudara sekalian untuk berinfaq jariyah untuk pembangunan Pondok Pesantren AL MAHDIWIYYAH AL MUKHTAR di Desa SENGON WETAN, Kec. TANJUNG, Kab Brebes, Jawa Tengah. terkumpulnya donasi diharapkan akan mempercepat pembangunan dan dapat melengkapi kebutuhan sarana & prasarana yang dibutuhkan.
 INSYA ALLAH SWT SETELAH WISUDA DAN LULUS DARI MA'HAD ALY MULAI MEMBANGUN . DOAKAN AGAR TAHUN AKADAMIK 2022/2023 BISA MENGABDI DAN AKHIR MASA MENGABDIAN BISA WISUDA YANG TERBAIK BISA SELAMAT DAN SUKSES DI DALAM AGAMA, DUNIA DAN AKHIRAT.

Dimulai pembangunan tahun 2025- sampai selesai. makanya kami butuh batuannya sebanyak mungkin yang bisa anda salurkan kepada kami.....


3 Keutamaan ber-Shodaqoh Jariyah Untuk Pendidikan

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)


Sungguh di antara nikmat agung Allâh yang diberikan kepada para hamba-Nya yang beriman adalah Allâh Azza wa Jalla menyediakan pintu-pintu kebaikan yang sangat banyak bagi mereka. Pintu-pintu kebaikan yang bisa dikerjakan oleh seorang hamba yang mendapatkan taufiq semasa hidupnya di dunia, namun pahalanya akan terus mengalir sepeninggal si pelaku. (Aliran pahala ini sangat dibutuhkan oleh orang yang sudah meninggal.) Karena orang yang sudah meninggal itu tergadai, mereka tidak bisa lagi beramal dan mereka akan diminta pertanggungan jawab lalu diberi balasan dari perbuatan-perbuatan yang pernah mereka lakukan dalam hidup mereka. (Berbahagialah !) orang yang mendapatkan taufiq (dalam hidupnya, karena) di dalam kuburnya kebaikan-kabaikan, pahala dan keutamaan akan terus mengalir baginya. Dia sudah tidak lagi beramal akan tetapi pahalanya tidak terputus, derajatnya bertambah, dan kebaikannya semakin berkembang, serta pahalanya berlipat ganda padahal dia sudah terbaring kaku dalam kuburnya.Termasuk diantara keutamaan berdonasi jariyah untuk pendidikan yaitu anda akan mendapatkan 3 keutamaan sekaligus yakni 

1. Pahala Berdonasi Jariyah
2. Ikut membantu mencetak anak-anak sholeh & solehah.
3. Mewariskan ilmu yang bermanfaat dengan jalan mendukung sarana pembelajaran.

Do'a Para Malaikat untuk orang yang berinfak

Imam al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‘Tidak satu hari pun di mana pada pagi harinya seorang hamba ada padanya melainkan dua Malaikat turun kepadanya, salah satu di antara keduanya berkata: ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak.’ Dan yang lainnya berkata: ‘Ya Allah, hancurkanlah (harta) orang yang kikir."

Disaat banyaknya manusia berlomba dalam membangun rumah mewah kami disini mencoba untuk membangun dan Menyelesaikan Gedung yang cukup untuk menampung para calon santri.


Maka, sempatkanlah barang lima menit untuk membaca broadcast dari kami.
Dan kami berharap semoga Allah bukakan hati kepada Para Pembaca untuk menyisihkan sedikit hartanya.

Atau paling tidak, nitip broadcast ini disebarkan di group group lainnya.



Dan pada kali ini, kami membuka peluang amal jariyyah yang pahalanya akan terus mengalir.

Yakni : Pembiayaan untuk Tenaga Kerja Bangunan Masjid dan Kelas/ Asrama Pondok

Kurang lebih biaya yang kami butuhkan adalah untuk biaya Tenaga Kerja dan Keperluan lainnya yang semuanya dalam rangka merampungkan Pembangunan Gedung Pondok

------

Kata donasi tentu sudah tidak asing lagi ditelinga kita, Karena kita sering bertemu hal tersebut disekitar kita. Menurut KBBI Donasi merupakan sumbangan dari penderma kepada perkumpulan. Kata Donasi sendiri dalam ajaran Islam biasa disebut dengan kata sedekah atau infaq.

Berdonasi tentu sangat disarankan dalam ajaran islam, karena dengan berdonasi kita bisa meringkan beban orang atau lembaga yang kita berikan bantuan. Seperti halnya ketika kita berdonasi untuk pembangunan pesantren, harta yang didonasikan untuk pesantren sudah hal pasti merupakan harta yang didermakan ke jalan allah swt. Karena pesantren merupakan lembaga yang konsisten dalam pembelajaran dan pengembangan ajaran agama Islam hingga saat ini.

Taukah kamu? Donasi untuk pembangunan pondok tidak hanya meringankan secara finansial saja, melainkan berdonasi untuk pembangunan pesantren ternyata memiliki keutamaan tersendiri di sisi allah swt. Berikut beberapa keutamaan berdonasi pembangunan pesantren bagi umat Islam:


Dilipatgandakan Pahalanya
Donasi (sedekah) memiliki keistimewaan sendiri dimata Allah SWT. Keistimewaan tersebut adalah Orang yang bersedekah dijalan allah, maka allah akan melipatgandakan ganjaran yang akan didapatkannya, hal ini tertulis dalam firman allah yang artinya :

“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir serratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan maha luas (karunia-Nya) lagi maha mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 261)

Dilipatgandakan Hartanya
Mendermakan harta kita dijalan allah tidak akan menjadikan harta kita berkurang sebaliknya sebaliknya allah swt akan melipatgandakan harta yang sudah kita dermakan melalui banyak cara. hal ini disebutkan dalam alquran yang artinya:

“Barang siapa yang meminjamkan allah dengan kredit yang baik, maka allah akan mengembalikan berlipatganda untuknya, dan baginya pahala yang mulia” (QS. Al-Hadid:11)

Rasulullah SAW juga menegaskan dalam hadistnya bahwa harta yang didonasikantidak akan mengurangi harta yang kita miliki.

“Sedekah tidklah mengurangi harta” (HR. Muslim)

Pahala terus mangalir
Sholat satu dari tiga amal yang pahalanya akan terus mengalir yaitu amal jariyah. Berdonasi merupakan bagian dari amal jariyah, apalagi donasi tersebut diperuntukan untuk pembangunan pondok pesantren. Selama pondok pesantren tersebut digunakan untuk tempat pembelajaran Islam dan tempat beribadah maka pahala dari donasi tersebut akan terus mengalir walaupun berdonasi meninggal dunia.

Jadi itulah keutamaan berdonasi bagi umat islam. Melihat begitu besarnya manfaat donasi bagi umat Islam, apa kamu masih ragu untuk berdonasi?

Donasi juga bisa ditujukan untuk pembangunan pesantren yang didalamnya banyak para santri yang memiliki semangat dalam belajar ilmu agama. Donasi ini tentunya akan menuai banyak manfaat bagi pesantren tersebut dan donatur.

Mengingat peran pondok pesantren yang sangat penting dalam menjaga ajaran islam. Saat ini yayasan Rumah Tahfidz AL MAHDIWIYYAH AL MUKHTAR sedang pembangunan pondok pesantren Tahfidz yang akan dibangun di Kota Brebes dan sekitarnya , dalam pondok pesantren ini santri akan belajar membaca, menghafalkan Al-Qur'an serta memahami agama untuk mempersiapkan santri yang memiliki karakter al qur'an.

Donasi Jariyah Pembangunan Pondok Pesantren

Pembutuhkan DaNa Sebesar Rp 17.313.313.313 merintis Pondok Pesantren Al Mahdiwiyyah Al Mahdi setelah selesai membuat pondok cabang seluruh nunsantara yang dari jauh dari kota butuh dana sebesar Rp 313.313.313.313. semoga cita-cita yang luhur ini tercapai.amiiin.
----
----
BANK BSI Syariah kode bank 451 Rekening 6201033640 --- Kami ucapkan Terima Kasih ---
Pondok pesantren Al Mahdiwiyyah Al Mukhtar| Seluruh hak cipta.

Kamis, 31 Maret 2022

"DONASI PEMBANGUNAN AL QUR'AN"

------

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Mengajak saudara sekalian untuk berinfaq jariyah untuk pembangunan Pondok Pesantren AL MAHDIWIYYAH AL MUKHTAR di Desa SENGON WETAN, Kec. TANJUNG, Kab Brebes, Jawa Tengah. terkumpulnya donasi diharapkan akan mempercepat pembangunan dan dapat melengkapi kebutuhan sarana & prasarana yang dibutuhkan. INSYA ALLAH SETELAH WISUDA DAN LULUS DARI MA'HAD ALY MULAI MEMBANGUN . DOAKAN AGAR TAHUN AKADAMIK 2022/2023 BISA MENGABDI DAN AKHIR MASA MENGABDIAN BISA WISUDA YANG TERBAIK BISA SELAMAT DAN SUKSES DI DALAM AGAMA, DUNIA DAN AKHIRAT.

Dimulai pembangunan tahun 2025- sampai selesai. makanya kami butuh batuannya sebanyak mungkin yang bisa anda salurkan kepada kami.....

3 Keutamaan ber-Shodaqoh Jariyah Untuk Pendidikan

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)


Sungguh di antara nikmat agung Allâh yang diberikan kepada para hamba-Nya yang beriman adalah Allâh Azza wa Jalla menyediakan pintu-pintu kebaikan yang sangat banyak bagi mereka. Pintu-pintu kebaikan yang bisa dikerjakan oleh seorang hamba yang mendapatkan taufiq semasa hidupnya di dunia, namun pahalanya akan terus mengalir sepeninggal si pelaku. (Aliran pahala ini sangat dibutuhkan oleh orang yang sudah meninggal.) Karena orang yang sudah meninggal itu tergadai, mereka tidak bisa lagi beramal dan mereka akan diminta pertanggungan jawab lalu diberi balasan dari perbuatan-perbuatan yang pernah mereka lakukan dalam hidup mereka. (Berbahagialah !) orang yang mendapatkan taufiq (dalam hidupnya, karena) di dalam kuburnya kebaikan-kabaikan, pahala dan keutamaan akan terus mengalir baginya. Dia sudah tidak lagi beramal akan tetapi pahalanya tidak terputus, derajatnya bertambah, dan kebaikannya semakin berkembang, serta pahalanya berlipat ganda padahal dia sudah terbaring kaku dalam kuburnya.Termasuk diantara keutamaan berdonasi jariyah untuk pendidikan yaitu anda akan mendapatkan 3 keutamaan sekaligus yakni 

1. Pahala Berdonasi Jariyah
2. Ikut membantu mencetak anak-anak sholeh & solehah.
3. Mewariskan ilmu yang bermanfaat dengan jalan mendukung sarana pembelajaran.


Do'a Para Malaikat untuk orang yang berinfak

Imam al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‘Tidak satu hari pun di mana pada pagi harinya seorang hamba ada padanya melainkan dua Malaikat turun kepadanya, salah satu di antara keduanya berkata: ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak.’ Dan yang lainnya berkata: ‘Ya Allah, hancurkanlah (harta) orang yang kikir."

Disaat banyaknya manusia berlomba dalam membangun rumah mewah kami disini mencoba untuk membangun dan Menyelesaikan Gedung yang cukup untuk menampung para calon santri.


Maka, sempatkanlah barang lima menit untuk membaca broadcast dari kami.
Dan kami berharap semoga Allah bukakan hati kepada Para Pembaca untuk menyisihkan sedikit hartanya.

Atau paling tidak, nitip broadcast ini disebarkan di group group lainnya.


Dan pada kali ini, kami membuka peluang amal jariyyah yang pahalanya akan terus mengalir.

Yakni : Pembiayaan untuk Tenaga Kerja Bangunan Masjid dan Kelas/ Asrama Pondok

Kurang lebih biaya yang kami butuhkan adalah untuk biaya Tenaga Kerja dan Keperluan lainnya yang semuanya dalam rangka merampungkan Pembangunan Gedung Pondok

------

Kata donasi tentu sudah tidak asing lagi ditelinga kita, Karena kita sering bertemu hal tersebut disekitar kita. Menurut KBBI Donasi merupakan sumbangan dari penderma kepada perkumpulan. Kata Donasi sendiri dalam ajaran Islam biasa disebut dengan kata sedekah atau infaq.

Berdonasi tentu sangat disarankan dalam ajaran islam, karena dengan berdonasi kita bisa meringkan beban orang atau lembaga yang kita berikan bantuan. Seperti halnya ketika kita berdonasi untuk pembangunan pesantren, harta yang didonasikan untuk pesantren sudah hal pasti merupakan harta yang didermakan ke jalan allah swt. Karena pesantren merupakan lembaga yang konsisten dalam pembelajaran dan pengembangan ajaran agama Islam hingga saat ini.

Taukah kamu? Donasi untuk pembangunan pondok tidak hanya meringankan secara finansial saja, melainkan berdonasi untuk pembangunan pesantren ternyata memiliki keutamaan tersendiri di sisi allah swt. Berikut beberapa keutamaan berdonasi pembangunan pesantren bagi umat Islam:

  1. Dilipatgandakan Pahalanya

Donasi (sedekah) memiliki keistimewaan sendiri dimata Allah SWT. Keistimewaan tersebut adalah Orang yang bersedekah dijalan allah, maka allah akan melipatgandakan ganjaran yang akan didapatkannya, hal ini tertulis dalam firman allah yang artinya :

“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir serratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan maha luas (karunia-Nya) lagi maha mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 261)

  1. Dilipatgandakan Hartanya

Mendermakan harta kita dijalan allah tidak akan menjadikan harta kita berkurang sebaliknya sebaliknya allah swt akan melipatgandakan harta yang sudah kita dermakan melalui banyak cara. hal ini disebutkan dalam alquran yang artinya:

“Barang siapa yang meminjamkan allah dengan kredit yang baik, maka allah akan mengembalikan berlipatganda untuknya, dan baginya pahala yang mulia” (QS. Al-Hadid:11)

Rasulullah SAW juga menegaskan dalam hadistnya bahwa harta yang didonasikantidak akan mengurangi harta yang kita miliki.

“Sedekah tidklah mengurangi harta” (HR. Muslim)

  1. Pahala terus mangalir

Sholat satu dari tiga amal yang pahalanya akan terus mengalir yaitu amal jariyah. Berdonasi merupakan bagian dari amal jariyah, apalagi donasi tersebut diperuntukan untuk pembangunan pondok pesantren. Selama pondok pesantren tersebut digunakan untuk tempat pembelajaran Islam dan tempat beribadah maka pahala dari donasi tersebut akan terus mengalir walaupun berdonasi meninggal dunia.

Jadi itulah keutamaan berdonasi bagi umat islam. Melihat begitu besarnya manfaat donasi bagi umat Islam, apa kamu masih ragu untuk berdonasi?

Donasi juga bisa ditujukan untuk pembangunan pesantren yang didalamnya banyak para santri yang memiliki semangat dalam belajar ilmu agama. Donasi ini tentunya akan menuai banyak manfaat bagi pesantren tersebut dan donatur.

Mengingat peran pondok pesantren yang sangat penting dalam menjaga ajaran islam. Saat ini yayasan Rumah Tahfidz Al Fatihah sedang pembangunan pondok pesantren Tahfidz yang akan dibangun di Kota Brebes dan sekitarnya , dalam pondok pesantren ini santri akan belajar membaca, menghafalkan Al-Qur'an serta memahami agama untuk mempersiapkan santri yang memiliki karakter al qur'an.

Donasi Jariyah Pembangunan Pondok Pesantren

Pembutuhkan Data Sebesar Rp 17.313.313.313
----
----

BANK BSI Syariah kode bank 451 Rekening 6201033640 --- Kami ucapkan Terima Kasih ---

Pondok pesantren Al Mahdiwiyyah Al Mukhtar(ROHMATAN LIL'ALAMIIN)| Seluruh hak cipta.



"AMAL JARIYAH TAK TERPUTUS WALAUPUN ORANGNYA SUDAH WAFAT"

Hadits Tentang Amalan Yang Tidak Terputus Hingga Setelah Meninggal


Artinya:

Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rosulullah Saw. bersabda: ”Apabila ‘anak Adam itu mati, maka terputuslah amalnya, kecuali (amal) dari tiga ini: sedekah yang berlaku terus menerus, pengetahuan yang d manfaatkan, dan anak sholeh yang mendoakan dia.” (HR Muslim)


Penjelasan:

Dunia adalah tempat menabur benih dan akhirat adalah tempat mengetam. Penyesalan yang mendalam tiada berguna bagi orang yang meninggal dunia tanpa dibekali amal sholeh selama hidupnya di dunia. Setelah seseorang meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara:

  1. Shadaqah jariyah, yaitu sesuatu yang terus-menerus manfaatnya, seperti wakaf tanah, buku-buku, lembaga-lembaga pendidikan, dan lain-lain.
  2. llmu yang bermanfaat, seperti mengajarkan sesuatu kepada orang lain atau murid, mengarang buku, dan lain sebagainya.
  3. Anak sholeh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya, taat dan bermanfaat bagi orang tuanya, agama, nusa dan bangasa.

Kesimpulan:

  1. Pahala akan sampai kepada orang yang sudah meninggal melalui’tiga cara; sadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa dari anak yang shaleh
  2. Anjuran untuk melakukan kebaikan yang pahalanya dapat terus mengalir meskipun telah meninggal dunia
  3. Keutamaan ilmu, menyebarkan dan mengajarkannya

------------

Donasi Jariyah Pembangunan Pondok Pesantren

Pembutuhkan Data Sebesar Rp 17.313.313.313

Informasi Penggalangan Dana

Kami menjalankan yang sesuai 
dengan firman Allah di dalam Surat Ali Imran ayat 31:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ 

.وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
HIBAHKAN DAN Donasikan rizqi anda untuk dakwah madzhab Islam Aswaja ukhibuka Ya Ahlul Bait Rosulullah.
----

BANK BSI Syariah kode bank 451 Rekening 6201033640 --- Kami ucapkan Terima Kasih ---


Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Mengajak saudara sekalian untuk berinfaq jariyah untuk pembangunan Pondok Pesantren AL MAHDIWIYYAH AL MUKHTAR di Desa SENGON WETAN, Kec. TANJUNG, Kab Brebes, Jawa Tengah. terkumpulnya donasi diharapkan akan mempercepat pembangunan dan dapat melengkapi kebutuhan sarana & prasarana yang dibutuhkan.

Dimulai pembangunan tahun 2025- sampai selesai. makannya kami butuh batuannya sebanyak mungkin yang bisa anda salurkan kepada kami.....

3 Keutamaan ber-Shodaqoh Jariyah Untuk Pendidikan

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)


Sungguh di antara nikmat agung Allâh yang diberikan kepada para hamba-Nya yang beriman adalah Allâh Azza wa Jalla menyediakan pintu-pintu kebaikan yang sangat banyak bagi mereka. Pintu-pintu kebaikan yang bisa dikerjakan oleh seorang hamba yang mendapatkan taufiq semasa hidupnya di dunia, namun pahalanya akan terus mengalir sepeninggal si pelaku. (Aliran pahala ini sangat dibutuhkan oleh orang yang sudah meninggal.) Karena orang yang sudah meninggal itu tergadai, mereka tidak bisa lagi beramal dan mereka akan diminta pertanggungan jawab lalu diberi balasan dari perbuatan-perbuatan yang pernah mereka lakukan dalam hidup mereka. (Berbahagialah !) orang yang mendapatkan taufiq (dalam hidupnya, karena) di dalam kuburnya kebaikan-kabaikan, pahala dan keutamaan akan terus mengalir baginya. Dia sudah tidak lagi beramal akan tetapi pahalanya tidak terputus, derajatnya bertambah, dan kebaikannya semakin berkembang, serta pahalanya berlipat ganda padahal dia sudah terbaring kaku dalam kuburnya.Termasuk diantara keutamaan berdonasi jariyah untuk pendidikan yaitu anda akan mendapatkan 3 keutamaan sekaligus yakni :

1. Pahala Berdonasi Jariyah
2. Ikut membantu mencetak anak-anak sholeh & solehah.
3. Mewariskan ilmu yang bermanfaat dengan jalan mendukung sarana pembelajaran.


Do'a Para Malaikat untuk orang yang berinfak

Imam al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‘Tidak satu hari pun di mana pada pagi harinya seorang hamba ada padanya melainkan dua Malaikat turun kepadanya, salah satu di antara keduanya berkata: ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak.’ Dan yang lainnya berkata: ‘Ya Allah, hancurkanlah (harta) orang yang kikir."

Disaat banyaknya manusia berlomba dalam membangun rumah mewah kami disini mencoba untuk membangun dan Menyelesaikan Gedung yang cukup untuk menampung para calon santri.


Maka, sempatkanlah barang lima menit untuk membaca broadcast dari kami.
Dan kami berharap semoga Allah bukakan hati kepada Para Pembaca untuk menyisihkan sedikit hartanya.

Atau paling tidak, nitip broadcast ini disebarkan di group group lainnya.


Dan pada kali ini, kami membuka peluang amal jariyyah yang pahalanya akan terus mengalir.

Yakni : Pembiayaan untuk Tenaga Kerja Bangunan Masjid dan Kelas/ Asrama Pondok

Kurang lebih biaya yang kami butuhkan adalah untuk biaya Tenaga Kerja dan Keperluan lainnya yang semuanya dalam rangka merampungkan Pembangunan Gedung Pondok

--------------

Inilah 7 Amalan yang Pahalanya Terus Mengalir

Salah satu nikmat Allah yang besar atas hamba-hamba-Nya yang beriman adalah bahwa Dia telah mempersiapkan bagi mereka banyak pintu kebaikan yang dapat dilakukan oleh hamba dalam hidup ini dan pahalanya akan terus mengalir kepadanya setelah kematian menjemputnya. Tatkala di dalam kubur, penghuninya sudah tidak bisa berbuat apa-apa, sudah terputus kesempatan beramal, tinggal menghitung apa yang sudah dilakukan semasa hidupnya dulu. Namun, ternyata ada orang yang terus mendapat kebaikan yang mengalir di dalam kuburnya. Pahala dan keutamaan senantiasa terus datang silih berganti. Dia telah meninggalkan dunia yang merupakan negeri untuk beramal, akan tetapi tidak terputus pahala amalnya. Sehingga, senantiasa bertambah derajatnya dan pahalanya pun terus berlipat, meskipun dia sudah berada di alam kubur. Tidak ada keutamaan dan kebaikan yang lebih baik dari semua ini.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasalllam menyebutkan tujuh perkara yang akan tetap mengalir pahalanya, meskipun seorang hamba sudah berada di dalam kubur setelah kematian menjemputnya. Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

سبعٌ يجري للعبد أجرهن وهو في قبره بعد موته : من علَّم عِلْماً ، أو أجرى نهراً ، أو حَفَر بئراً ، أو غرس نخلاً أو بنى مسجداً ، أو ورَّث مصحفاً ، أو ترك ولداً يستغفر له بعد موته

Ada tujuh amalan yang akan mengalir pahalanya bagi seorang hamba, meskipun ia berbaring di lubang kuburan setelah meninggal: (1) mengajarkan ilmu, (2) mengalirkan air sungai, (3) membuat sumur, (4) menanam kurma, (5) membangun masjid, (6) membagikan mushaf Al-Qur’an, atau (7) meninggalkan anak yang akan memintakan ampun baginya setelah ia meninggal. “ (HR. Al-Bazzar)

Renungkanlah wahai saudaraku muslim mengenai amal-amal yang mulia ini. Pastikan bahwa Anda memiliki andil bagian dalam mengamalkannya selama hidup di dunia. Bersegeralah dan bersemangat dalam mengamalkannya sebelum datangnya ajal. Berikut adalah beberapa penjelasan mengenai tujuh amalan tersebut:

Mengajarkan Ilmu

Yang dimaksud ilmu di sini adalah ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu yang menjelaskan kepada manusia tentang agamanya, mengenal Rabbnya, dan sekaligus sesembahannya, ilmu yang memberi petunjuk kepada jalan yang lurus, ilmu yang bisa membedakan antara jalan petunjuk dan kesesatan, kebenaran dan kebatilan, serta perkara halal dan haram.

Dengan demikian, jelaslah  keagungan dan keutamaan para ulama yang terus memberi nasihat dan berdakwah dengan ikhlas, yang hakikatnya mereka adalah pelita bagi para hamba, mercusuar yang menerangi suatu negeri, kekuatan yang menopang umat, dan sumber dari segala hikmah. Hidup mereka sangatlah berharga, dan kematian mereka adalah musibah. Mereka mengajari orang-orang bodoh, mengingatkan orang-orang yang lalai, dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang sesat.

Jika salah seorang di antara mereka meninggal, maka ilmunya tetap diwariskan kepada umat manusia, dan tulisan serta perkataannya tetap beredar di antara manusia yang hidup sepeninggal mereka. Dari amalnya tersebut, mereka mendapat manfaat dan menuai pahala. Mereka terbaring di dalam kuburnya, namun pahala diturunkan kepadanya, dan pahala itu akan terus mengalir untuknya.

Dahulu mereka sering berkata, “Ulama meninggal, tapi bukunya tetap ada.” Saat ini, bahkan suara dan gambar para ulama pun tetap terekam dalam kaset/video yang berisi pelajaran ilmiah, ceramah-ceramah yang bermanfaat, dan pidato-pidato yang penuh makna.

Barangsiapa yang berkontribusi dalam pencetakan buku-buku yang bermanfaat, penerbitan buku-buku yang penuh faidah, penyebaran kaset-kaset ilmiah dan dakwah, maka dia akan berpeluang besar juga untuk mendapatkan pahala tersebut, insyaallah.


Mengalirkan Air Sungai

Yang dimaksud adalah mengalirkan air dari mata air atau sungai agar airnya sampai ke tempat-tempat penduduk dan persawahan, sehingga bisa untuk menyiram tanaman, dan memberi minum hewan.

Betapa banyak amal agung dan tindakan kebaikan yang bisa dilakukan kepada banyak manusia sehingga akan meringankan pekerjaan mereka dengan cara memfasilitasi kebutuhan air yang merupakan kebutuhan paling dasar untuk kehidupan. Termasuk dalam hal ini adalah menyalurkan air melalui pipa ke tempat-tempat warga, serta menempatkan dispenser di jalan dan tempat umum agar bisa diminum oleh orang yang membutuhkan.

Membuat Sumur

Hal ini mirip dengan perbuatan di atas. Dan perkara ini dijelaskan dalam hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِى بِطَرِيقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ فِيهَا فَشَرِبَ ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ الْعَطَشِ فَقَالَ الرَّجُلُ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنَ الْعَطَشِ مِثْلُ الَّذِى كَانَ بَلَغَ مِنِّى. فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلأَ خُفَّهُ مَاءً ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ حَتَّى رَقِىَ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنَّ لَنَا فِى هَذِهِ الْبَهَائِمِ لأَجْرًا فَقَالَ  فِى كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ

Ketika seorang laki-laki sedang berjalan, dia merasakan kehausan yang sangat. Lalu, dia turun ke sumur dan minum. Ketika dia keluar, ternyata ada seekor anjing sedang menjulurkan lidahnya menjilati tanah basah karena kehausan. Dia berkata, ‘Anjing ini kehausan seperti diriku.’ Maka, dia mengisi sepatunya (dengan air) dan memegangnya dengan mulutnya. Kemudian, dia naik dan memberi minum anjing itu. Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah kita bisa meraih pahala dari binatang?” Beliau menjawab, “Setiap memberi minum pada hewan akan mendapatkan pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jika demikian besarnya pahala terhadap anjing, lalu bagaimana dengan seseorang yang menggali sumur yang keberadaannya menyebabkan orang-orang yang membutuhkan akan banyak mengambil manfaat darinya?

Menanam Pohon Kurma

Sebagaimana diketahui bahwa pohon kurma adalah  pohon yang paling baik, paling utama, dan paling bermanfaat bagi manusia. Barangsiapa yang menanam pohon kurma dan menyebarkan buahnya kepada kaum muslimin, maka pahalanya akan tetap mengalir selama buahnya dimanfaatkan untuk dimakan. Dan setiap kali ada manusia dan hewan yang mendapat manfaat dari pohon tersebut, dia pun akan ikut mendapat manfaat berupa pahala yang terus mengalir. Hal ini berlaku untuk seluruh jenis tanaman yang apabila ditanam, maka akan memberikan banyak manfaat bagi manusia. Disebutkan pohon kurma secara khusus di sini karena adanya keutamaan dan keistimewaan tersendiri pada pohon kurma.

Membangun Masjid

Orang yang Allah Ta’ala izinkan namanya untuk ditinggikan dan disebutkan secara khusus adalah orang yang membangun masjid. Apabila masjid sudah dibangun, dan salat didirikan di dalamnya, Al-Qur’an dibacakan di dalamnya, dibacakan dzikrullah di dalamnya, ilmu tersebar di dalamnya, kaum muslimin berkumpul di dalamnya untuk kepentingan besar lainnya, maka bagi orang yang membangunnya akan mendapat seluruh pahala tersebut.

Dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللَّهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِي الْجَنَّةِ

Barang siapa membangun masjid dalam rangka mencari keridaan Allah, maka Allah akan membangun untuk dia yang semisal itu di surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Membagikan Mushaf Al-Qur’an

Yaitu dengan mencetak Al-Qur’an atau membelinya dan menghadiahkannya di masjid-masjid dan tempat-tempat majelis ilmu agar umat Islam dapat mengambil manfaat darinya. Bagi orang yang mewakafkan, maka akan diberi pahala yang banyak setiap kali ada yang membaca, mentadaburi (merenungkan), dan mengamalkan isi Al Qur’an tersebut.

Mendidik Anak yang Akan Memintakan Ampun Baginya setelah Ia Meninggal

Mendidik anak, mendisiplinkan mereka dengan baik, dan semangat membesarkan mereka dalam ketakwaan dan kebenaran, sehingga mereka menjadi anak-anak yang baik dan anak-anak yang salih. Kelak mereka pun akan berdoa untuk orang tua mereka dan memintakan rahmat dan ampunan.

Inilah di antara hal-hal yang akan tetap bermanfaat bagi orang yang telah mati di kuburnya, bahkan pahala pun akan terus mengalir untuknya.

Referensi: ( سبع يجري للعبد أجرهن وهو في قبره بعد موته ) karya Syekh ‘Abdurrozzaq al Badr, yang dapat di : 

سبع يجري للعبد أجرهن وهو في قبره بعد موته ...

إنَّ من عظيم نعمة الله على عباده المؤمنين أن هيَّأ لهم أبواباً من البر والخير والإحسان عديدة يقوم بها العبد الموفَّق في هذه الحياة ويجري ثوابها عليه بعد الممات ، فأهل القبور في قبورهم مرتهنون ، وعن الأعمال منقطعون ، وعلى ما قدَّموا في حياتهم محاسبون ومجزيون ، بينما هذا الموفَّق في قبره الحسنات عليه متوالية ، والأجور والأفضال عليه متتالية ، ينتقل من دار العمل ولا ينقطع عنه الثواب ، تزداد درجاته وتتنامى حسناته وتتضاعف أجوره وهو في قبره ؛ فما أكرمها من حال ، وما أجمله وأطيبه من مآل .

وقد ذكر النبي صلى الله عليه وسلم أموراً سبعةً يجري ثوابها على الإنسان في قبره بعدما يموت ؛ فعن أنس رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ((سبعٌ يجري للعبد أجرهن وهو في قبره بعد موته : من علَّم عِلْماً ، أو أجرى نهراً ، أو حَفَر بئراً ، أو غرس نخلاً أو بنى مسجداً ، أو ورَّث مصحفاً ، أو ترك ولداً يستغفر له بعد موته )) [1] .

وتأمل أخي المسلم مليًّا هذه الأعمال واحرص على أن يكون لها منها حظٌّ ونصيب مادمت في دار الإمهال ، وبادر إليها أشد المبادرة قبل أن تنقضي الأعمار وتتصرَّم الآجال ، وإليك بعض البيان والإيضاح لهذه الأعمال :

أولاً : تعليم العلم ، والمراد بالعلم هنا : العلم النافع الذي يبصِّر الناس بدينهم ويعرِّفهم بربهم ومعبودهم ويهديهم إلى صراطه المستقيم ، العلم الذي به يُعرف الهدى من الضلال والحق من الباطل والحلال من الحرام ، وهنا يتبين عظم فضل العلماء الناصحين والدعاة المخلصين ؛ الذين هم في الحقيقة سراج العباد ومنار البلاد وقِوام الأمة وينابيع الحكمة ، حياتهم غنيمة وموتهم مصيبة ؛ فهم يعلِّمون الجاهل ويذكِّرون الغافل ويرشدون الضال ، لا يتوقع لهم بائقة ولا يخاف منهم غائلة ، وعندما يموت الواحد منهم تبقى علومه بين الناس موروثة ومؤلفاته وأقواله بينهم متداولة ، منها يفيدون وعنها يأخذون وهو في قبره تتوالى عليه الأجور ويتتابع عليه الثواب ، وقديماً كانوا يقولون "يموت العالم ويبقى كتابه " بينما الآن صوت العالم يبقى مسجَّلاً في الأشرطة المشتملة على دروسه العلمية ومحاضراته النافعة وخطبه القيِّمة ؛ فينتفع بها أجيال لم يعاصروه ولم يُكتب لهم لقيُّه ، ومن يساهم في طباعة الكتب النافعة ونشر المؤلفات المفيدة وتوزيع الأشرطة العلمية والدعوية فله حظٌّ وافر من ذلك الأجر إن شاء الله.

 ثانياً : إجراء النهر ؛ والمراد : شق جداول الماء من العيون والأنهار لكي تصل المياه إلى أماكن الناس ومزارعهم ؛ فيرتوي الناس ، وتُسقى الزروع ، وتشرب الماشية ، وكم في مثل هذا العمل الجليل والتصرف النبيل من الإحسان للناس والتنفيس عنهم بتيسير حصول الماء الذي به تكون الحياة بل هو أهم مقوِّماتها ، ويلتحق بهذا مدُّ الماء عبر الأنابيب إلى أماكن الناس ، وكذلك وضع برادات الماء في طرقهم ومواطن حاجاتهم .

ثالثاً : حفر الآبار ؛ وهو نظير ما سبق ، وقد جاء في السنة عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ((بَيْنَا رَجُلٌ بِطَرِيقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ فِيهَا فَشَرِبَ ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنْ الْعَطَشِ ، فَقَالَ الرَّجُلُ : لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنْ الْعَطَشِ مِثْلُ الَّذِي كَانَ بَلَغَ مِنِّي ، فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلَا خُفَّهُ مَاءً فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ ، قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّه وَإِنَّ لَنَا فِي الْبَهَائِمِ لَأَجْرًا ؟ فَقَالَ فِي كُلِّ ذَاتِ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ )) [2] . فكيف إذاً بمن حفر البئر وتسبَّب في وجودها حتى ارتوى منها خلقٌ وانتفع بها كثيرون .

رابعاً : غرسُ النخل ؛ ومن المعلوم أن النخل سيد الأشجار وأفضلها وأنفعها وأكثرها عائدةً على الناس ، فمن غرس نخلاً وسبَّل ثمره للمسلمين فإن أجره يستمر كلَّما طعِم من ثمره طاعم ، وكلما انتفع بنخله منتفع من إنسان أو حيوان ، وهكذا الشأن في غرس كل ما ينفع الناس من الأشجار ، وإنما خُصَّ النخل هنا بالذكر لفضله وتميزه .

خامساً : بناء المساجد التي هي أحب البقاع إلى الله والتي أذِن الله جل وعلا أن تُرفع ويُذكَر فيها اسمه ، وإذا بُني المسجد أقيمت فيه الصلاة وتُلي فيه القرآن وذُكر فيه الله ونشر فيه العلم واجتمع فيه المسلمون إلى غير ذلك من المصالح العظيمة ، ولِبانيه أجرٌ في ذلك كله ؛ عن عثمان ابن عفان رضي الله عنه قال سمعتُ النبي صلى الله عليه وسلم يقول : ((مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللَّهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِي الْجَنَّةِ )) [3].

سادساً : توريث المصحف ؛ وذلك يكون بطباعة المصاحف أو شرائها ووقفها في المساجد ودور العلم حتى يستفيد منها المسلمون ، ولواقفها أجرٌ عظيم كلما تلا في ذلك المصحف تالٍ ، وكلما تدبر فيه متدبر ، وكلما عمل بما فيه عامل .

سابعاً : تربية الأبناء وحسن تأديبهم والحرص على تنشئتهم على التقوى والصلاح حتى يكونوا أبناءً بررة وأولاداً صالحين ؛ فيدعون لأبويهم بالخير ويسألون الله لهم الرحمة والمغفرة ؛ فإنَّ هذا مما ينتفع به الميت في قبره.

وقد ورد في الباب في معنى الحديث المتقدم ما جاء عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ : عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ ، وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ ، وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ ، أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ ، أَوْ بَيْتًا لِابْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ ، أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ ، أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ )) [4] .

وعن أبي أمامة الباهلي رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال : ((أَرْبَعَةٌ تَجْرِي عَلَيْهِمْ أُجُورُهُمْ بَعْدَ الْمَوْتِ : مَنْ مَاتَ مُرَابِطًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ، وَمَنْ عَلَّمَ عِلْمًا أُجْرِيَ لَهُ أَجْرُهُ مَا عُمِلَ بِهِ ، وَمَنْ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَجْرُهَا يَجْرِي لَهُ مَا جَرَتْ، وَرَجُلٌ تَرَكَ وَلَدًا صَالِحًا فَهُوَ يَدْعُو لَهُ )) [5] .

وعن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ((إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ : إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ )) [6] .

وقد فسَّر جماعة من أهل العلم الصدقة الجارية بأنها الأوقاف ؛ وهي أن يحبَّس الأصل وتسبَّل منفعته . وجُلُّ الخصال المتقدِّمة داخلة في الصدقة الجارية .

وقوله في الحديث (( أو بيتاً لابن السبيل بناه )) فيه فضل بناء الدور ووقفها لينتفع بها المسلمون سواءً ابن السبيل أو طلاب العلم أو الأيتام أو الأرامل أو الفقراء والمساكين ، وكم في هذا من الخير والإحسان .

وقد تحصَّل بما تقدم جملة من الأعمال المباركة إذا قام بها العبد في حياته جرى له ثوابها بعد الممات ، وقد نظمها السيوطي رحمه الله في أبيات فقال :

إذا مَاتَ ابنُ آدم لَيْسَ يجرِي
        عَليه مِن فِعَــــالٍ غيرُ عَشْرِ
علوم بثَّها ، ودعــاءُ نَجْلٍ
        وغَرْسُ النَّخلِ ، والصدقاتُ تجري
وَوِراثةُ مُصحفٍ ، ورِباطُ ثَغْرٍ
        وحَفْرُ البئرِ ، أو إجراءُ نَهـــرِ
وبيتٌ للغريبِ بَنــاهُ يأوي
        إليه ، أو بِناءُ مَــــحلِّ ذِكْرِ

وقوله (( ورباط ثغر )) شاهده حديث أبي أمامة المتقدم ، وحديث سلمان الفارسي رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلى اله عليه وسلم يقول : ((رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ ، وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتَّانَ )) [7] أي ينمو له عمله إلى يوم القيامة ويأمن من فتنة القبر .

ونسأل الله جل وعلا أن يوفقنا لكل خير ، وأن يعيننا على القيام بأبواب الإحسان ، وأن يهدينا سواء السبيل .

********


----------------------

[1] رواه البزار (كشف الأستار ) (149) وحسنه الألباني رحمه الله في (صحيح الجامع) (3602) .
[2] رواه البخاري (2466) ، ومسلم (2244).
[3] رواه البخاري (450) ، ومسلم (533) .
[4] رواه ابن ماجه (242) وحسنه الألباني رحمه الله في (صحيح سنن ابن ماجه) (198) .
[5] رواه أحمد (5/ 260 - 261) والطبراني (7831) وحسنه الألباني رحمه الله في (صحيح الجامع) (877) .
[6] رواه مسلم (1631) .
[7] رواه مسلم (1913) .

email-white sharing button
sms-white sharing button
facebook-white sharing button
twitter-white sharing button
telegram-white sharing button
whatsapp-white sharing button
telegram sharing button
whatsapp sharing button

-------------

Banyak orang salah mengartikan makna hadits berikut ini, dengan adanya salah penafsiran tersebut mereka mudah meng haramkan atau mensesatkan amalan-amalan orang hidup yang ditujukan pahalanya untuk orang yang mati.


Hadits riwayat Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’i dan Ahmad:

عَنْ أبِى هُرَيْرَة (ر) أنَّ رَسُول الله .صَ. قَالَ: إذَا مَاتَ الإنسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: 

صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَو عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ, اَووَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُولَهُ (رواه ابو داود) 


“Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah atau ilmu yang bermanfaat sesudahnya atau anak yang shalih yang mendo’akannya”.

Golongan pengingkar berkata: Kata-kata ingata’a amaluhu (putus amalnya) pada hadits tersebut menunjukkan bahwa amalan-amalan apapun kecuali yang tiga itu tidak akan sampai pahalanya kepada mayyit !

Pikiran seperti itu adalah tidak tepat, karena sebenarnya yang dimaksud hadits tersebut sangat jelas bahwa tiap mayit telah selesai dan putus amal- nya, karena ia tidak diwajibkan lagi untuk beramal. Tetapi ini bukan berarti putus pengambilan manfaat dari amalan orang yang masih hidup untuk si mayit itu. Juga tidak ada keterangan dalam hadits tersebut bahwa si mayyit tidak dapat menerima syafa’at, hadiah bantuan do’a dan sebagainya dari orang lain selain dari anaknya yang sholeh. Tidak juga berarti bahwa si mayit tidak bisa berdo’a untuk orang yang masih hidup. Malah ada hadits Rasul- Allah saw. bahwa para Nabi dan Rasul masih bersembah sujud kepada Allah swt. didalam kuburnya.

Dalam syarah Thahawiyah halaman 456 disebutkan: bahwa dalam hadits tersebut tidak dikatakan ingata’a intifa’uhu (terputus keadaannya untuk memperoleh manfaat) hanya disebutkan ingata’a amaluhu (terputus amal- nya). Adapun amalan orang lain maka itu adalah milik orang yang mengamal kannya, jika dia menghadiahkannya kepada si mayit, maka akan sampailah pahala orang yang mengamalkan itu kepadanya. Jadi yang sampai itu adalah pahala orang yang mengamalkan bukan pahala amal si mayit itu.

Banyak hadits Nabi saw. yang berarti bahwa amalan-amalan orang yang hidup bermanfaat bagi si mayit diantaranya ialah do’a kaum muslimin untuk si mayit pada sholat jenazah dan sebagainya (baca keterangan sebelumnya) yang mana do’a ini akan diterima oleh Allah swt., pelunasan hutang setelah wafat, pahala haji, pahala puasa dan sebagainya (baca haditsnya dihalaman selanjutnya) serta do’a kaum muslimin untuk sesama muslimin baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat sebagaimana yang tercantum pada ayat Ilahi Al-Hasyr.10 .

Begitu juga pendapat sebagian golongan yang mengikat hanya do’a dari anak sholeh saja yang bisa diterima oleh Allah swt. adalah pikiran yang tidak tepat baik secara naqli (nash) maupun aqli (akal) karena hal tersebut akan bertentangan juga dengan ayat ilahi dan hadits-hadits Nabi saw. mengenai amalan-amalan serta do’a seseorang yang bermanfaat bagi si mayit maupun bagi yang masih hidup.

Mengapa dalam hadits ini dicontohkan do’a anak yang sholeh karena dialah yang bakal selalu ingat pada orang tuanya dimana orang-orang lain telah melupakan ayahnya. Sedangkan anak yang tidak pernah atau tidak mau mendo’akan orang tuanya yang telah wafat itu berarti tidak termasuk sebagai anak yang sholeh.

Dari anak sholeh ini si mayit sudah pasti serta selalu (kontinu) menerima syafa’at darinya. Begitulah yang dimaksud makna dari hadits ini, dengan demikian hadits ini tidak akan berlawanan/berbenturan maknanya dengan hadits-hadits lain yang menerangkan akan sampainya pahala amalan orang yang masih hidup (penebusan hutang, puasa, haji, sholat dan lain-lain) yang ditujukan kepada simayit. Begitu juga mengenai amal jariahnya dan ilmu yang bermanfaat selama dua hal ini masih diamalkan oleh manusia yang masih hidup, maka si mayit selalu (kontinu) menerima juga syafa’at darinya.

Kalau kita tetap memakai penafsiran golongan pengingkar yang hanya mem- batasi do'a dari anak sholeh yang bisa sampai kepada mayyit, bagaimana halnya dengan orang yang tidak mempunyai anak? Apakah orang yang tidak punya anak ini tidak bisa mendapat syafa'at/manfaat do'a dari amalan orang yang masih hidup? Bagaimana do’a kaum muslimin pada waktu sholat jenazah, apakah tidak akan sampai kepada si mayyit? Sekali lagi penafsiran dan pembatasan hanya do'a anak sholeh yang bermanfa’at bagi si mayyit adalah tafsiran yang salah, karena bertentangan dengan hadits-hadits shohih mengenai amalan-amalan orang hidup yang bermanfaat buat si mayyit.

Dalam Al-Majmu’ jilid 15/522 Imam Nawawi telah menghikayatkan ijma’ ulama bahwa ‘sedekah itu dapat terjadi untuk mayyit dan sampai pahalanya dan beliau tidak mengaitkan bahwa sedekah itu harus dari seorang anak ’. 

Hal yang serupa ini juga diungkapkan oleh Syaikh Bakri Syatha Dimyati dalam kitab I’anatut Thalibin jilid 3/218: ‘ Dan sedekah untuk mayyit dapat memberi manfaat kepadanya baik sedekah itu dari ahli warisnya ataupun dari yang selainnya’

Juga hadits-hadits Nabi saw. mengenai hadiah pahala Qurban diantaranya yang diriyayatkan oleh Muslim dari Anas bin Malik ra:

عَنْ أنَسِ (ر) عَنْ عَلِىّ (كَرَّمَهُ اللهُ وَجْهَه) اَنَّهُ كَانَ يُضَحِّى بِكَبْشَيْنِ اَحَدُهُمَا عَنِ النَّبِى.صَ.

وَالآخَرُ عَنْ نََفْسِهِ فَقِيْلَ لَهُ فَقَالَ اَمَرَنِي ِبهِ يَعْنِى النَّبِى اَدَعُهُ اَبَدًا. 


“Dari Anas bahwasanya Ali kw. berkorban dengan dua ekor kambing kibas. Yang satu (pahalanya) untuk Nabi Muhammad saw.dan yang kedua (pahalanya) untuk beliau sendiri. Maka ditanyakanlah hal itu kepadanya (Ali kw.) dan beliau menjawab : ‘Nabi saw.memerintahkan saya untuk melakukan hal demikian maka saya selalu memperbuat dan tidak meninggalkannya‘ ”. (HR Turmudzi).

Aisyah ra mengatakan bahwasanya Rasulallah saw. menyuruh didatangkan seekor kibas untuk dikorbankan. Setelah didatangkan beliau saw. berdo’a :


بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ اُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ 


“Dengan nama Allah ! Ya, Allah terimalah (pahala korban ini) dari Muhamad, keluarga Muhamad dan dari ummat Muhammad ! Kemudian Nabi menyembelihnya”. (HR. Muslim)

Begitu juga hadits yang senada diatas dari Jabir ra yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan Turmudzi yang menerangkan bahwa ia pernah shalat 'Iedul Adha bersama Rasulallah saw., setelah selesai shalat beliau di- berikan seekor domba lalu beliau menyembelihnya seraya mengucapkan: 

“Dengan nama Allah, Allah Maha Besar, Ya Allah, kurban ini untukku dan untuk umatku yang belum melakukan qurban”.

Tiga hadits diatas ini menunjukkan hadiah pahala korban dari Sayyidina Ali kw untuk dirinya dan untuk Nabi saw., begitu juga pahala korban dari Nabi saw. untuk diri beliau saw., para keluarganya dan bahkan untuk segenap ummatnya. Hadits-hadits ini malah membolehkan hadiah pahala amalan yang ditujukan kepada orang yang masih hidup yang belum sempat ber- qurban, padahal orang yang hidup itu masih bisa beramal sendiri didunia ini. 

Imam Nawawi dalam syarah Muslim jilid 8/187 mengomentari hadits diatas ini dengan katanya: ‘Diperoleh dalil dari hadits ini bahwa seseorang boleh berkorban untuk dirinya dan untuk segenap keluarganya serta menyatukan mereka bersama dirinya dalam hal pahala. Inilah madzhab kita dan madzhab jumhur’.

Juga pengarang kitab Bariqatul Muhammadiyah mengkomentari hadits diatas tersebut dengan katanya; “Do’a Nabi saw. itu menunjukkan bahwa Nabi menghadiahkan pahala korbannya kepada ummatnya dan ini merupa- kan pengajaran dari beliau bahwa seseorang itu bisa memperoleh manfaat dari amalan orang lain. Dan mengikuti petunjuk beliau saw. tersebut berarti berpegang dengan tali yang teguh”.

Juga sepakat kaum muslimin bahwa membayarkan hutang dapat menggugur kan tanggungan mayyit walaupun pembayaran tersebut dilakukan oleh orang yang lain yang bukan dari keluarga mayyit. Hal yang demikian ini ditunjukkan oleh Abi Qatadah dimana beliau menanggung hutang seorang mayyit sebesar dua dinar. Tatkala beliau telah membayarkan yang dua dinar itu Nabi saw. bersabda: ‘Sekarang bisalah dingin kulitnya’. (HR. Imam Ahmad).

Begitupun juga tidak ada dalil jelas yang mengatakan pembacaan Al-Qur’an tidak akan sampai pada si mayit. Jadi dengan banyaknya hadits dari Nabi saw. mengenai sampainya pahala amalan atau manfaat do’a untuk si mayit bisa dipakai sebagai dalil sampainya juga pahala pembacaan Al-Qur’an pada si mayit. Sayang sekali kalau hal ini kita remehkan dan tinggalkan, karena Rahmat dan Karunia Ilahi tidak ada batasnya.

-------------

Dengan demikian biaya sangat kami perlukan untuk berlangsungnya pembangunan.
untuk itu kami mengajak kepada Segenap Kaum Muslimin untuk menyisihkan sedikit hartanya dalam Proses Pembangunan Ponpes yang akan di gunakan untuk sarana Menuntut Ilmu Calon Para Santri2 yang kelak akan menjadi Da'i-da'i Rabbani. Aamiin....


Rabu, 30 Maret 2022

"SYA'BAN"

"Keutamaan dan keistimewaan bulan Sya'ban"
 pada bulan terlahir  Imam Husein as, seorang pribadi yang merupakan manifestasi dari semua kebaikan. Sosok mulia ini tumbuh berkembang di atas pundak Nabi Muhammad Saw, mempersembahkan semua wujudnya di jalan Tuhan dan pada akhirnya gugur syahid di jalan-Nya. Pada tanggal 3 Sya'ban tahun keempat Hijriah, Imam Husein as terlahir ke dunia. Masa-masa indah kehidupan Imam Husein dirasakan saat ia hidup bersama kakeknya, Muhammad Saw. Imam Husein as tumbuh besar dalam sebuah keluarga yang dipenuhi dengan kesempurnaan dan keutamaan akhlak. Keberadaan kedua orang tuanya, yaitu Imam Ali as dan Sayidah Fathimah sa -- dua insan mulia hasil didikan Nabi Saw – membuat Imam Husein as juga menjadi manusia yang dipenuhi dengan keutamaan dan makrifat akan hakikat Ilahiah.

Imam Ali Zainal Abidin a.s.: Tatkala al-Husein lahir, Allah yang MahaTinggi  mewahyukan kepada Jibril, Bahwasannya telah dilahirkan seorang anak bagi Muhammad, maka turunkanlah dan sampaikan ucapan selamat kepadanya, dan katakan “Sesungguhnya kedudukan Ali disisimu seperti kedudukan Harun di sisi Musa. Oleh karena itu, namailah dia (al-Husein) dengan nama putra Harun.” (Mizanul Hikmah, jil. 1, hal. 142)
Oleh karena itu, kaum Muslim dan para pecinta Ahlul Bait as memilih berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur atas kehaliran Imam Husein as, dan mereka membaca doa ini;

 

اَللّهُمَّ اِنّى اَسْئَلُکَ بِحَقِّ الْمَوْلُودِ فى هذَا الْیَوْمِ... اَللّهُمَّ فَصَلِّ عَلى مُحَمَّدٍ وَ عِتْرَتِهِ وَ احْشُرْنا فى زُمْرَتِهِ وَ بَوِّئْنا مَعَهُ دارَ الْکَرامَةِ وَ مَحَلَّ الاِقامَةِ. اَللّهُمَّ وَ کَما اَکْرَمْتَنا بِمَعْرِفَتِهِ فَاَکْرِمْنا بِزُلْفَتِهِ وَ ارْزُقْنا مُرافَقَتَهُ وَسابِقَتَهُ وَ اجْعَلْنا مِمَّنْ یُسَلِّمُ لاِمْرِهِ وَیُکْثِرُ الصَّلوةَ عَلَیْهِ عِنْدَ ذِکْرِهِ وَ عَلى جَمیعِ اَوْصِیاَّئِهِ وَ اَهْلِ اَصْفِیاَّئِهِ... اَللّهُمَّ وَهَبْ لَنا فى هذَا الْیَوْمِ خَیْرَ مَوْهِبَةٍ وَاَنْجِحْ لَنا فیهِ کُلَّ طَلِبَةٍ کَما وَهَبْتَ الْحُسَیْنَ لِمُحَمَّدٍ جَدِّهِ..."

 

"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan kebenaran bayi yang lahir pada hari ini… Ya Allah, sampaikanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya serta kumpulkanlah kami dengan golongannya dan berilah tempat kepada kami bersamanya di surga dan rumah abadi. Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memuliakan kami dengan pengetahuannya, maka muliakanlah kami dengan kedekatan dengannya dan karuniakanlah kami persahabatan dengannya. Dan jadikanlah kami sebagai orang-orang yang tunduk pada perintahnya dan orang-orang yang memperbanyak shalawat kepadanya dan kepada para aulianya ketika mendengar namanya… Ya Allah, berikanlah kepada kami pada hari ini pemberian terbaik dan penuhilah setiap permintaah kami di dalamnya sebagaimana Engkau memberikan Husein kepada Muhammad, kakeknya…"
...................
Bulan Sya’ban merupakan salah satu bulan utama yang dikawal dengan dua bulan mulia: bulan Rajab dan bulan Ramadhan. Rasulullah saw bersabda, “Bulan Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku…”
........
Imam Shadiq a.s. berkata: “Siapa saja ingin mengetahui bagaimana kedudukan dirinya di sisi Allah, maka hendaklah dia mengetahui bagaimana kedudukan Allah dalam dirinya, karena sesungguhnya Allah menempatkan kedudukan seorang hamba (di sisi-Nya) seperti hamba itu menempatkan kedudukan Allah dalam dirinya.” (Bihar al-Anwr, jil. 71, hal. 156)
...........

Agar kita mendapatkan keutamaan bulan sya’ban sebagai bulan Rasulullah saw, maka sudah selayaknya pada bulan ini kita menambah amalan-amalan baik untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, dan di antara amalan-amalan umum pada bulan Sya’ban ini adalah sebagai berikut:

Pertama, membaca zikir istighfar sebanyak 70 kali dalam setiap harinya.

أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَ أَسْأَلُهُ التَّوْبَةَ

Astaghfirullâha wa as-aluhut tawbah

(Aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya).

أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَ أَتُوبُ إِلَيْهِ.

Astaghfirullâhal ladzî lâilâha illâ Huwar Rahmânur Rahîm, Al-Hayyul Qayyûm wa atûbu ilayhi.

(Aku memohon ampun kepada Allah yang tiada tuhan selain Dia. Yang Maha Pengasih. Maha Penyayang. Yang Mahahidup dan Maha Berdiri Sendiri dan aku bertaubat kepada-Nya).


Kedua, memperbanyak puasa dan bersedekah meskipun dengan setengah biji kurma sehingga Allah akan mengharamkan badan kita dari api jahanam.

Imam Ja’far Shadiq pernah ditanya tentang keutamaan berpuasa di bulan Rajab. Beliau berkata, “Mengapa kalian lupa dengan puasa di bulan Sya’ban?” Perawi berkata, “Wahai putra Rasulullah, apakah pahala orang yang berpuasa satu hari di bulan Sya’ban?” “Demi Allah, surga adalah pahalanya,” tegas beliau. Ia bertanya kembali, “Wahai Putra Rasulullah, apakah amalan terbaik di bulan ini?” Beliau berkata, “Bersedekah dan istigfar. Sesiapa bersedekah di bulan Sya’ban, Allah Swt akan memelihara sedekah tersebut sebagaimana salah seorang dari kalian memelihara anak untanya sehingga pada hari kiamat sedekah tersebut sampai di tangan pemiliknya seperti Gunung Uhud besarnya.”


Ketiga, membaca bacaan (berikut ini) sebanyak 1000 kali di sepanjang bulan. Karena ia memiliki pahala yang tak terhingga. Di antaranya, ibadah seribu tahun akan ditulis di surat amalnya.

لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَ لا نَعْبُدُ إِلا إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَ لَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Lâilâha illallâhu wa lâ na’budu illâ iyyâhu mukhlishîna lahud dîn walaw karihal musyrikûn.

(Tiada tuhan selain Allah dan kami tidak menyembah kecuali la dengan memurnikan agama hanya bagi-Nya meskipun musyrikin menentang kami).

Keempat, mengerjakan dua rakaat shalat di setiap hari Kamis. Pada setiap rakaat, setelah membaca surah al-Fatihah, bacalah surah al-Ikhlas sebanyak seratus kali, dan setelah membaca salam, bacalah shalawat sebanyak seratus kali. Dengan demikian, Allah akan mengabulkan setiap keperluan yang Anda kehendaki, baik dalam urusan agama maupun dunia.

Kelima, memperbanyak membaca shalawat.

Keenam, Membaca doa-doa bulan sya’ban yang muktabar dan diajarkan para ulama. Misalnya doa Imam Ali Zainal Abidin di setiap hari bulan Sya’ban :

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ شَجَرَةِ النُّبُوَّةِ وَ مَوْضِعِ الرِّسَالَةِ وَ مُخْتَلَفِ الْمَلائِكَةِ وَ مَعْدِنِ الْعِلْمِ وَ أَهْلِ بَيْتِ الْوَحْيِ

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ الْفُلْكِ الْجَارِيَةِ فِي اللُّجَجِ الْغَامِرَةِ يَأْمَنُ مَنْ رَكِبَهَا وَ يَغْرَقُ مَنْ تَرَكَهَا الْمُتَقَدِّمُ لَهُمْ مَارِقٌ وَ الْمُتَأَخِّرُ عَنْهُمْ زَاهِقٌ وَ اللازِمُ لَهُمْ لاحِقٌ

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ الْكَهْفِ الْحَصِينِ وَ غِيَاثِ الْمُضْطَرِّ الْمُسْتَكِينِ وَ مَلْجَإِ الْهَارِبِينَ وَ عِصْمَةِ الْمُعْتَصِمِينَ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ صَلاةً كَثِيرَةً تَكُونُ لَهُمْ رِضًى وَ لِحَقِّ مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ أَدَاءً وَ قَضَاءً بِحَوْلٍ مِنْكَ وَ قُوَّةٍ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ الطَّيِّبِينَ الْأَبْرَارِ الْأَخْيَارِ الَّذِينَ أَوْجَبْتَ حُقُوقَهُمْ وَ فَرَضْتَ طَاعَتَهُمْ وَ وِلايَتَهُمْ


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ وَ اعْمُرْ قَلْبِي بِطَاعَتِكَ وَ لا تُخْزِنِي بِمَعْصِيَتِكَ وَ ارْزُقْنِي مُوَاسَاةَ مَنْ قَتَّرْتَ عَلَيْهِ مِنْ رِزْقِكَ، بِمَا وَسَّعْتَ عَلَيَّ مِنْ فَضْلِكَ وَ نَشَرْتَ عَلَيَّ مِنْ عَدْلِكَ وَ أَحْيَيْتَنِي تَحْتَ ظِلِّكَ وَ هَذَا شَهْرُ نَبِيِّكَ سَيِّدِ رُسُلِكَ شَعْبَانُ الَّذِي حَفَفْتَهُ مِنْكَ بِالرَّحْمَةِ وَ الرِّضْوَانِ الَّذِي كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ [سَلَّمَ] يَدْأَبُ فِي صِيَامِهِ وَ قِيَامِهِ فِي لَيَالِيهِ وَ أَيَّامِهِ بُخُوعا لَكَ فِي إِكْرَامِهِ وَ إِعْظَامِهِ إِلَى مَحَلِّ حِمَامِهِ

اللَّهُمَّ فَأَعِنَّا عَلَى الاسْتِنَانِ بِسُنَّتِهِ فِيهِ وَ نَيْلِ الشَّفَاعَةِ لَدَيْهِ اللَّهُمَّ وَ اجْعَلْهُ لِي شَفِيعا مُشَفَّعا وَ طَرِيقا إِلَيْكَ مَهْيَعا وَ اجْعَلْنِي لَهُ مُتَّبِعا حَتَّى أَلْقَاكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَنِّي رَاضِيا وَ عَنْ ذُنُوبِي غَاضِيا قَدْ أَوْجَبْتَ لِي مِنْكَ الرَّحْمَةَ وَ الرِّضْوَانَ وَ أَنْزَلْتَنِي دَارَ الْقَرَارِ وَ مَحَلَّ الْأَخْيَارِ

Ya Allah, curahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, pohon kenabian, tempat kelahiran risalah, tempat para malaikat datang silih berganti, sumber-sumber ilmu, dan keluarga wahyu.

Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, bahtera (penyelamat) yang berlayar di tengah-tengah gelombang (kehidupan) yang dahsyat; akan aman orang yang menaiki nya dan akan tenggelam orang yang meninggalkannya; orang yang mendahului mereka akan menyimpang, orang yang tertinggal dari mereka akan binasa, dan orang yang selalu bersama mereka akan menjumpai (mereka).

Ya Allah, curahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, benteng yang kokoh, penolong orang yang terjepit (musibah) nan sengsara, tempat pelarian orang-orang yang lari, dan penjaga orang-orang yang menginginkan penjagaan.

Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, shalawat tak terhingga yang menjadikan mereka rida dan sebagai balasan (setimpal dari kami) bagi hak Muhammad dan keluarga Muhammad, dengan (perantara) daya dan kekuatan dari-Mu wahai Tuhan sekalian alam.

Ya Allah, curahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad yang suci, bajik nan terpilih, yang telah Kauwajibkan (atas kami) hak-hak, ketaatan, dan berwilayah kepada mereka.

Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, bangunlah hatiku dengan (tatanan) ketaatan-Mu, jangan Kauhinakan daku dengan bermaksiat kepada-Mu, dan limpahkanlah kepadaku rasa peduli terhadap orang yang telah Kausempitkan rezekinya (fakir miskin) karena anugerah luas yang telah Kaulimpahkan atasku, karena keadilan yang telah Kaucurahkan atas diriku, dan karena Engkau masih menghidupkanku di bawah naungan (rahmat)-Mu. Ini adalah bulan Nabi-Mu, junjungan para rasul-Mu, bulan Syakban yang telah Kauselimutinya dengan rahmat dan keridaan, yang Rasulullah saw selalu berpuasa dan beribadah di malam dan siang harinya sebagai pengakuan terhadap (keagungan)-Mu ketika ia mengagungkannya hingga akhir usianya.

Ya Allah, bantulah kami untuk mengikuti sunahnya dan menggapai syafaatnya. Ya Allah, jadikanlah ia pemberi syafaatku dan jalan yang terang menuju ke (haribaan)-Mu, serta bantulah aku untuk mengikutinya sehingga aku menjumpai-Mu pada hari kiamat dalam keadaan rida terhadapku dan melupakan dosa-dosaku, sedangkan Engkau telah memastikan rahmat dan keridaan-Mu terhadapku serta telah menempatkanku di rumah, keabadian dan tempat orang-orang yang baik.



...................

Amalan Bulan Sya’ban

1-Membaca istighfar. Istighfar (mohon ampunan) merupakan doa dan zikir paling utama di bulan ini. Barangsiapa ‎beristighfar ‎‎(mohon ampunan kepada Allah atas dosa-dosanya) pada bulan ini sebanyak 70 kali, dia ‎seperti orang ‎yang memohon ampunan kepada Allah sebanyak 70 ribu kali pada bulan-bulan lainnya. Istighfar yang bisa dibaca di antaranya

اَسْتَغْفِرُاللهَ وَ اَسْئَلُهُ التَّوْبَةَ

Astaghfirullaha wa as aluhut taubah

aku mohon ‎ampunan Allah dan minta taubat kepada-Nya.

atau,

اَسْتَغْفِرُاللهَ الَّذى لا اِلهَ اِلاّ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحیمُ الْحَىُّ الْقَیّوُمُ وَ اَتُوبُ اِلَیْهِ

Astaghfirullaha alladzi lâilâha illa huwa al-rahmân al-‎rahîm al-hayyu al-qayyûm wa atûbu ilaihi

(Aku mohon ampunan Allah yang Mahakasih, Mahasayang, ‎Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus [makhluk-Nya], dan aku bertaubat kepada-Nya). ‎

2-Hendaknya seseorang bersedekah pada bulan ini, meskipun dengan separuh butir kurma, ‎niscaya Allah menjauhkan jasadnya dari jilatan api neraka.

3-Membaca wirid berikut ini sebanyak 1.000 kali di bulan Sya’ban:

لا اِلهَ اِلا اللهُ وَلا نَعْبُدُ اِلاّ اِیّاهُ مُخْلِصینَ لَهُ الدّینَ وَ لَوُ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Lâ ilâha illallahu, wa lâ ‎na’budu illa iyyâhu mukhlishîna lahud dîna walau karihal musyrikûn.

Amalan mulia ini mengandungi ‎pahala yang agung. Pahala ibadah selama seribu tahun ditetapkan bagi orang yang melakukannya.‎

4- Mengerjakan shalat 2 rakaat setiap hari Kamis di bulan Sya’ban. Pada rakaat pertama, baca ‎surat al-Fatihah sekali dan al-Ikhlas 100 kali. Usai salam, lanjutkan dengan membaca shalawat 100 kali. ‎Barangsiapa mengerjakan amalan ini, niscaya Allah memenuhi segala kebutuhan agama dan dunianya.

5-Disunahkan pula berpuasa pada hari ini. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Langit menghias diri pada ‎setiap hari Kamis di bulan Sya’ban. Kemudian para malaikat berkata, ‘Tuhan kami, ampunilah dosa ‎orang yang berpuasa di hari ini dan kabulkanlah doanya.'” Hadis lain menjelaskan, “Barangsiapa ‎berpuasa pada hari Senin dan Kamis di bulan Sya’ban, niscaya 20 kebutuhan dunia dan 20 kebutuhan ‎akhirat dipenuhi Allah untuknya.”‎

6-Hendaknya memperbanyak shalawat kepada Nabi dan keluarga sucinya pada bulan ini.‎

7-Membaca shalawat yang diajarkan oleh Imam Ali Zainal Abidin setiap matahari tergelincir ‎‎(waktu Zuhur) selama bulan Sya’ban dan pada malam pertengahan bulan mulia ini (nisfu Sya’ban).‎

8-Membaca munajat Sya’baniyah. Ibnu Khalawaih meriwayatkan, “Munajat Sya’baniyah ‎merupakan munajat yang dipanjatkan oleh Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib dan para imam suci pada ‎bulan Sya’ban.”‎

...............

Munajat Imam Ali bin Abi Thalib (sa) ini sangat dianjurkan untuk dibaca selama di bulan Sya’ban.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Allâhumma shali ‘alâ Muhammadin wa âli Muhammad, wasma’ du’âî idzâ da’awta, wasma’ nidâî idzâ nâdaytuka, wa aqbil ‘alaya idzâ nâjaytuka.

Ya Allah sampaikan salawat kepada Muhammad dan Keluarga Muhammad. Dengarlah doaku, ketika aku berdoa pada-Mu. Dengarlah seruanku, ketika aku menyeru-Mu. Hampiri daku, ketika aku memanggil-Mu.

Faqad harabtu ilayka, wa waqaftu bayna yadayka mustakînan laka, mutadharri’an ilayka, râjiyan limâ ladayka tsawâbî.

Aku telah lari menuju-Mu, berhenti di hadapan-Mu, bersimpuh pada-Mu, berserah diri pada-Mu, mengharapkan pahalaku dari hadirat-Mu.

Wa ta’lamu mâ fî nafsî, wa takhburu hâjatî, wa ta’rifu dhamîrî, wa lâ yakhfâ ‘alayka amru munqalabî wa matswâyâ, wa mâ urîdu an ubdia bihi min manthiqî, wa atafawwahu hibi min thalibathî, wa arjûhu li’âqibatî.

Engkau ketahui apa yang ada dalam diriku, Engkau kenali segala keperluanku, Engkau arif akan apa yang tergetar dalam hatiku, tak tersembunyi bagi-Mu urusan kepulangan dan kembaliku, dan apa yang ingin aku ungkapkan semuanya dari mulutku dan aku ucapkan dengan keinginanku dan mengharapkannya untuk hari akhirku.

Wa qad jarat maqâdiruka ‘alayya yâ Sayyidî fîmâ yakûnu minnî ilâ âkhiri ‘umrî min sarîratî wa ‘alâniyatî, wa biyadika lâ iyadi ghayrika ziyâdatî wa naqshî, wa naf’î wa dhurrî.

Sudah berlaku ketentuan-Mu padaku, duhai Junjunganku, apa yang terjadi padaku sampai akhir umurku, baik yang tersembunyi maupun yang tampak padaku; pada tangan-Mu bukan pada tangan selain-Mu, kelebihanku dan kekuranganku, manfaatku dan madaratku.

Ilâhî in haramtanî faman dzalladzî yarzuqunî, wa in khadzaltanî faman dzalladzî yanshurunî.

Tuhanku, jika sekiranya Engkau menahan rezekiku, siapa lagi yang akan memberikan rezeki padaku. Jika Engkau mengabaikan aku, siapa lagi yang akan membelaku.

Ilâhî a’ûdzu bika min ghadhabika wa hulûli sakhathika. Ilâhî in kuntu ghayra musta’hilin lirahmatika fa Anta ahlun an tajûda ‘alayya bi-fadhli sa’atika.

Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari marah-Mu dan terlepasnya murka-Mu. Tuhanku, jika aku tidak layak memperoleh kasih-Mu, Engkau sangat layak untuk memberikan anugerah kepadaku dengan keluasan karunia-Mu.

Ilâhî ka-annî binafsî wâqifaun bayna yadayka wa qad azhallahâ husnu tawakkulî ‘alayka, faqulta mâ Anta ahluhu, wa taghammadtanî bi’afwika.

Tuhanku, seakan diriku telah tersungkur di hadapan-Mu, dan sebaik-baiknya kepasrahanku pada-Mu telah menaungi aku, lalu Engkau berkata apa yang layak Engkau katakan dan Kau liputi aku dengan ampunan-Mu.

Ilâhî in ‘afawta faman awlâ minka bidzâlika, wa in kâna qad danâ ajalî wa lam yudninî minka ‘amalî faqad ja’altul iqrâra bidz-dzanbi ilayka wasîlatî.

Tuhanku, jika Engkau ampuni aku siapa lagi yang lebih pantas melakukannya selain-Mu. Jika sekiranya ajalku sudah dekat, tetapi amalku tidak mendekatkanku kepadaMu, telah aku jadikan pengakuan dosa ini sebagai wasilahku kepada-Mu.

Ilâhî qad jurtu ‘alâ nafsî fin-nazhari laha, falahal waylu illam taghfir lahâ.

Tuhanku, aku telah berbuat zalim dalam memandang diriku. Celaka sudah diriku, jika saja Engkau tidak mengampuninya.

Ilâhî lam yazal birruka ‘alayya ayyâma hayâtî falâ taqtha’ birraka ‘annî fî mamâtî.

Tuhanku, tidak henti-hentinya kebaikan-Mu mengalir padaku hari-hari hidupku, maka jangan putuskan kebaikan-Mu padaku pada hari kematianku.

Ilâhî kayfa âyasu min husni nazharikalî ba’da mamâtî, wa Anta lam tuwallinî illal jamîla fî hayâtî.

Tuhanku, bagaimana mungkin aku berputus asa pada pandangan baikku kepada-Mu setelah kematianku, padahal Engkau tidak memberikan kepadaku selain yang indah saja dalam hidupku.

اِلَهِي تَوَلَّ مِنْ اَمْرِي مَا اَنْتَ اَهْلُهُ، وَعُدْ عَلَيَّ بِفَضْلِكَ عَلَى مُذْنِبٍ قَدْ غَمَرَهُ جَهْلُهُ

Ilâhî tawalla min amrî mâ Anta ahluhu, wa ‘ud ‘alayya bifadhlika ‘alâ mudznibin qad ghamara jahluhu.

Tuhanku, perlakukanlah aku apa yang Engkau layak melakukannya. Kembalilah

kepadaku dengan karunia-Mu yang Kauberikan kepada pendosa yang sudah dipenuhi kebodohannya.

اِلَهِي قَدْ سَتَرْتَ عَلَيَّ ذُنُوبًا فِي الدُّنْيَا وَاَنَا اَحْوَجُ اِلَى سَتْرِهَا عَلَيَّ مِنْكَ فِي اْلاُخْرَى، اِذْ لَمْ تُظْهِرْهَا ِلاَحَدٍ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ، فَلاَ تَفْضَحْنِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُؤُوسِ اْلاَشْهَادِ

Ilâhî qad satarta ‘alayya dzunûban fid dun-yâ wa anâ ahwaju ilâ satrihâ ‘alayya minka fil âkhirah, idz lam tuzhhihâ liahadin min ‘ibâdikash shâlihîn, falâ tafdhahnî yawmal qiyâmati ‘alâ ruûsil asyhâdi.

Tuhanku, jika telah Kaututupi dosa-dosaku di dunia, padahal aku sangat memerlukan penutupan pada hari akhirat nanti, karena Engkau tidak menampakkannya di hadapan orang-orang yang saleh, maka jangan mempermalukan aku pada hari kiamat dihadapan para saksi.

اِلَهِي جُودُكَ بَسَطَ اَمَلِي، وَعفْوُكَ اَفْضَلُ مِنْ عَمَلِي، اِلَهِي فَسُرَّني بِلِقَائِكَ يَوْمَ تَقْضِي فِيهِ بَيْنَ عِبَادِكَ

Ilâhî jûduka basatha amalî, wa ‘afwuka afdhalu min ‘amalî. Ilâhî fasurranî biliqâika yawma taqdhî fîhi bayna ‘ibâdika.

Tuhanku, anugrah-Mu meluaskan harapku; Maaf-Mu lebih utama dari amalku.

Tuhanku, bahagian aku ketika berjumpa dengan-Mu pada hari kautetapkan keputusan di antara hamba-hamba-Mu.

اِلَهىِ اعْتِذَارِي اِلَيْكَ اعْتِذَارُ مَنْ لَمْ يَسْتَغْنِ عَنْ قَبُولِ عُذْرِهِ، فَاقْبَلْ عُذْرِي يَا اَكْرَمَ مَنِ اعْتَذَرَ اِلَيْهِ الْمُسِيئُونَ

Ilâhî I’tidzâî ilayka i’tidzâru man lam yastaghni ‘an qabûli ‘udzrihi, faqbal ‘udzrî ya Akrama mani’tadzara ilayhil musîûna.

Tuhanku, permohonan maafku kepada-Mu adalah permohonan seseorang yang sangat memerlukan penerimaan permohonannya. Terimalah permohonan maafku. Wahai yang paling pemurah untuk dimohonkan oleh para pendosa.

اِلَهِي لاَ َتَرُدَّ حَاجَتِي، وَلاَ تُخَيِّبْ طَمَعِي، وَلاَ تَقْطَعْ مِنْكَ رَجَائِي وَاَمَلِي

Ilâhî lâ tarudda hâjatî, wa lam tukhayyib thama’î, wa lâ taqtha’ minka rajâî wa amalî.

Tuhanku, janganlah kau tolakkan keperluanku, jangan Kau sia-siakan kedambaanku, jangan kau putuskan dari-Mu harapanku dan cita-citaku.

اِلَهِي لَوْ اَرَدْتَ هَوَانِي لَمْ تَهْدِنِي، وَلَوْ اَرَدْتَ فَضِيحَتِي لَمْ تُعَافِنِي

Ilâhî law aradta hawânî lam tahdinî, wa law aradta fadhîhatî lam tu’âfinî.

Tuhanku, sekiranya Engkau ingin menjatuhkan aku, tentulah Engkau tidak memberikan petunjuk kepadaku; sekiranya Engkau ingin mempermalukanku, tentulah Engkau tidak menyelamatkan daku.

اِلَهِي مَا اَظُنُّكَ تَرُدُّنِي فِي حَاجَة قَدْ اَفْنَيْتُ عُمْرِي فِي طَلَبَهَا مِنْكَ

Ilâhî mâ azhunnuka taraddunî fî hâjatin qad afnaytu ‘umrî fi thalabaha minka.

Tuhanku, tak pernah aku mengira Engkau akan menolak keperluan yang untuk

memperolehnya dari sisi-Mu telah kuhabiskan seluruh umurku.

اِلَهِي فَلَكَ الْحَمْدُ اَبَدًا اَبَدًا دَائِمًا سَرْمَدًا، يَزِيدُ وَلاَ يَبِيدُ كَمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى

Ilâhî falakal hamdu Abadan Abadan dâiman sarmadâ, yazîdu wa lâ yubîdu kamâ tuhibbu wa tardhâ

Tuhanku, bagi-Mu segala sanjung dan puja, selama-lamanya, sanjugan yang kekal abadi, berlansung terus, tak pernah habis, sanjung-puja seperti yang Engkau cintai dan Engkau ridhai.

اِلَهِي اِنْ اَخَذْتَنِي بِجُرْمي اَخَذْتُكَ بِعَفْوِكَ، وَاِنْ اَخَذْتَنِي بِذُنُوبِي اَخَذْتُكَ بِمَغْفِرَتِكَ، وَاِنْ اَدْخَلْتَنِي النَّارَ اَعْلَمْتُ اَهْلَهَا اَنِّي اُحِبُّكَ

Ilâhî in akhadztanî bijurmî akhadztuka bi’afwika, wa in akhadztanî bidzunûbî akhadztuka bimaghfiratika, wa in adkhaltanin nâra a’lamtu ahlahâ annî uhibbuka.

Tuhanku, jika Engkau menuntutku karena kesalahanku, aku akan menuntut-Mu dengan maaf-Mu; jika Engkau menuntutku dengan dosaku, aku akan menuntut-Mu dengan ampunan-Mu; jika Engkau memasukkan aku ke dalam neraka, aku akan memberitahukan kepada para penghuninya bahwa aku mencintai-Mu.

اِلَهِي اِنْ كَانَ صَغُرَ فِي جَنْبِ طَاعَتِكَ عَمَلِي فَقَدْ كَبُرَ فِي جَنْبِ رَجَائِكَ اَمَلِي

Ilâhî in kâna shaghura fî janbi thâ’atika ‘amalî faqad kabura fî janbi rajâka amalî.

Tuhanku, jika amalku kecil disamping ketaatanku padamu, kedambaanku besar di samping harapanku kepada-Mu.

اِلَهِي كَيْفَ اَنْقَلِبُ مِنْ عِنْدِكَ بِالْخَيْبَةِ مَحْرُومًا، وَقَدْ كَانَ حُسْنُ ظَنِّي بِجُودِكَ اَنْ تَقْلِبَنِي بِالنَّجَاةِ مَرْحُومًا

Ilâhî kayfa anqalibu min ‘indika bil-khayabati mahrûmâ, wa qad kâna husnu zhannî bijûdika an taqlidanî bin-najâti marhûmâ.

Tuhanku, bagaimana mungkin aku kembali dari hadirat-Mu dengan tangan hampa yang Kautolakkan, padahal sangka baikku akan anugrah-Mu pastilah mengembalikanku dengan keselamatan dan rahmat-Mu yang Kaucurahkan.

اِلَهِي وَقَدْ اَفْنَيْتُ عُمْرِي فِي شِرَّةِ السَّهْوِ عَنْكَ، وَاَبْلَيْتُ شَبَابِي فِي سَكْرَةِ التَّبَاعُدِ مِنْكَ،

Ilâhî wa qad afnaytu ‘umrî fî syirratis sahwi ‘anka, wa ablaytu syabâbî fî sakratit tabâ’udi minka.

Tuhanku, sudah aku habiskan umurku tengelam dalam kelalaian kepada-Mu; telah aku hancurkan kemudaanku dalam kemabukan keterasingan dari-Mu.

اِلَهِي فَلَمْ اَسْتَيْقِظْ اَيَّامَ اغْتِرَارِي بِكَ وَرُكُونِي اِلَى سَبيلِ سَخَطِكَ

Ilâhî falam astayqazhu ayyâmaghtirârî bika wa rukûnî ilâ sabîli sakhatika.

Tuhanku, maka aku tidak bangun dari hari-hari ketertipuanku dan keterperosokanku pada jalan kemurkaan-Mu.

اِلَهِي وَاَنَا عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ قَائِمٌ بَيْنَ يَدَيْكَ، مُتَوَسِّلٌ بِكَرَمِكَ اِلَيْكَ

Ilâhî wa anâ ‘abduka wabnu ‘abdika qâimun bayna yadayka, mutawassilun bikaramika ilayka.

Tuhanku, inilah aku hamba-Mu anak hamba-Mu menghadap-Mu bertawasul kepada-Mu dengan kemurahan-Mu.

اِلَهِي اَنَا عَبْدٌ اَتَنَصَّلُ اِلَيْكَ، مِمَّا كُنْتُ اُوَاجِهُكَ بِهِ مِنْ قِلَّةِ اسْتِحْيَائِي مِنْ نَظَرِكَ، وَاَطْلُبُ الْعَفْوَ مِنْكَ اِذِ الْعَفْوُ نَعْتٌ لِكَرَمِكَ

Ilâhî ana ‘abdun atanashshalu ilayka, mimmâ kuntu uwâjihuka bihi min qillatistihyâî min nazharika, wa athlubul ‘afwa minka idzil ‘afwu na’tun likaramika.

Tuhanku, akulah seorang hamba yang meninggalkan segala keadaan duka ketika menghadap-Mu dengan sedikitnya rasa maluku akan pandangan-Mu; aku mencari ampunan dari-Mu, karena ampunan adalah sifat kemurahan-Mu.

اِلَهِي لَمْ يَكُنْ لِي حَوْلٌ فَانْتَقِلَ بِهِ عَنْ مَعْصِيَتِكَ اِلاَّ فِي وَقْتٍ اَيْقَظْتَنِي لِمَحَبَّتِكَ، وَكَمَا اَرَدْتَ اَنْ اَكُونَ كُنْتُ، فَشَكَرْتُكَ بِاِدْخَالِي فِي كَرَمِكَ، وَلِتَطْهِيرِ قَلْبِي مِنْ اَوْسَاخِ الْغَفْلَةِ عَنْكَ

Ilâhî lam yakunlî hawlun fantaqila bihi ‘an ma’shiyatika illâ fî waqtin ayqazhtanî limahabbatika, wa kamâ aradtu an akûna kuntu, fasyakartuka bi-idkhâlî fî karamika, wa litathhîri qalbî min awsâkhil ghaflati ‘anka.

Tuhanku, aku tidak punya kekuatan untuk meninggalkan maksiatku kepada-Mu kecuali pada waktu Engkau bangunkan aku untuk mencintai-Mu. Dan sebagaimana Engkau inginkan aku untuk menjadi aku seperti sekarang ini, maka aku bersyukur kepada-Mu.karena Engkau telah memasukkan aku dalam anugrah-Mu dan karena Engkau telah membersihkan hatiku dari noda kelalaian pada-Mu.

اِلَهِي اُنْظُرْ اِلَيَّ نَظَرَ مَنْ نَادَيْتَهُ فَاَجَابَكَ، وَاْستَعْمَلْتَهُ بِمَعونَتِكَ فَاَطَاعَكَ، يَا قَرِيبًا لاَ يَبْعُدُ عَنِ المُغْتَرِّ بِهِ، وَيَا جَوَادًا لاَ يَبْخَلُ عَمَّنْ رَجَا ثَوَابَهُ

Ilâhî unzhur ilayya nazhara man nâdaytahu fa ajâbaka, wasta’maltuhu bima’ûnatika fa athâ’aka, yâ qarîban lâ yab’udu ‘anil mughtarri bhi, yâ jawâdan lâ yabkhalu ‘amman raja tsawâbahu.

Tuhanku, pandanglah daku seperti Engkau memandang orang yang Kau panggil dia lalu dia menjawab panggilan-Mu, yang Kau bimbing dia dengan bantuan-Mu lalu ia mantaati-Mu. Wahai Yang Dekat dan tidak menjauh dari orang yang kebingungan karenanya. Wahai Yang Pemurah tidak bakhil kepada siapapun yang mengharapkan pahalanya.

اِلَهِي هَبْ لِي قَلْبًا يُدْنِيهِ مِنْكَ شَوْقُهُ، وَلِسَانًا يُرْفَعُ اِلَيْكَ صِدْقُهُ، وَنَظَرًا يُقَرِّبُهُ مِنْكَ حَقُّهُ

Ilâhî hablî qalban yudnîhi minka syawquhu, wa lisânan yurfa’u ilayka shidqihu, wa nazharan yuqarribuhu mnka haqquhu.

Tuhanku, anugrahkan kepadaku hati yang kerinduannya mendekatkannya kepada-Mu dan lidah yang ketulusannya mengankatnya kepada-Mu dan padangan yang kebenarannya mendekatkanya pada-Mu

اِلَهِي إنَّ مَنْ تَعَرَّفَ بِكَ غَيْرُ مَجْهُولٍ، وَمَنْ لاَذَ بِكَ غَيْرُ مَخْذُولٍ، وَمَنْ اَقْبَلْتَ عَلَيْهِ غَيْرُ مَمْلُولٍ

Ilâhî inna man ta’arrafa bika ghayra majhûlin, wa man lâdza bika ghayra makhdzûl, wa man aqlabta ‘alayhi ghayra mamlûl.

Tuhanku, sungguh orang yang mengenal-Mu tidak akan diabaikan, yang berlindung kepada-Mu tidak akan dilalaikan dan orang yang Kau hampiri tidak akan dibiarkan.

اِلَهِي اِنَّ مَن انْتَهَجَ بِكَ لَمُسْتَنِيرٌ، وَاِنَّ مَنِ اعْتَصَمَ بِكَ لَمُسْتَجِيرٌ، وَقَدْ لُذْتُ بِكَ

Ilâhî inna manintahaja bika lamustanîr, wa inna man’tashama bika lamutajîr, wa qad ludztu bika.

Tuhanku, sesungguhnya orang yang mengambil jalan-Mu akan mendapat pencerahan,

orang yang berpegang kepada-Mu akan memperoleh perlindungan. Sungguh aku telah berlindung kepada-Mu.

يا اِلَهِي فَلاَ تُخَيِّبْ ظَنّي مِنْ رَحْمَتِكَ، وَلاَ تَحْجُبْنِي عَنْ رَأفَتِكَ

Yâ Ilâhî falâ tukhayyib zhannî min rahmatika, wa lâ tahjubnî ‘an rahmatika.

Duhai Tuhanku, janganlah Kau sia-siakan sangkaku akan kasih sayang-Mu, jangan Kau halangi aku dari santunan-Mu.

اِلَهِي اَقِمْنِي فِي اَهْلِ وِلاَيَتِكَ مَقَامَ مَنْ رَجَا الزِّيادَةَ مِنْ مَحَبَّتِكَ

Ilâhî aqimnî fî ahli wilâyatika maqâma man rajaz ziyâdata min mahabbatika.

Tuhanku, tempatkan daku di antara para kekasih-Mu, pada tempat orang yang mengharapkan tambahan kecintaan-Mu.

اِلَهِي وَاَلْهِمْنِي وَلَهًا بِذِكْرِكَ اِلَى ذِكْرِكَ، وَهَمَّتِي فِي رَوْحِ نَجَاحِ اَسْمَائِكَ وَمَحَلِّ قُدْسِكَ

Ilâhî wa alhimnî bidzikrika ilâ dzikrika, wa hammanî fî rawhi najâhi asmâika wa mahalli qudsika.

Tuhanku, ilhamkan kepadaku kerinduan untuk berzikir kepada-Mu setelah berzikir kepada-Mu. Ilhamkan kepadaku keinginan untuk berada pada suka cita kebahagiaan asma-Mu dan tempat kesucian-Mu.

اِلَهِي بِكَ عَلَيْكَ إلاَّ اَلْحَقْتَنِي بِمَحَلِّ اَهْلِ طَاعَتِكَ، وَالْمَثْوَيَ الصَّالِحِ مِنْ مَرْضَاتِكَ، فَاِنِّي لاَ اَقْدِرُ لِنَفْسِي دَفْعًا، وَلاَ اَمْلِكُ لَهَا نَفْعًا

Ilâhî bika ‘alayka illâ alhaqtanî bimahalli ahli thâ’atika, wal matswash shâlihi min mardhâika, fainnî lâ aqdiru linafsî daf’â, wa lâ amliku lahâ naf’â.

Tuhanku, karena-Mu dan hanya dengan ketentuan-Mu Engkau masukkan aku pada tempat orang yang mentaati-Mu dan tempat yang baik dari keridhaan-Mu; karena aku tidak mampu melindungi diriku dan tidak sanggup memberikan manfaat padanya.

اِلَهِي اَنَا عَبْدُكَ الضَّعِيفُ الْمُذْنِبُ، وَمَمْلُوكُكَ الْمُنِيبُ، فَلاَ تَجْعَلْنِي مِمَّنْ صَرَفْتَ عَنْهُ وَجْهَكَ، وَحَجَبَهُ سَهْوُهُ عَنْ عَفْوِكَ

Ilâhî ana ‘abdukadh dha’îful mudznib, wa mamlûkukal munîb, falâ taj’alnî mimman sharafta ‘anhu wajhaka, wa hajabuhu sahwuhu ‘an ‘afwika.

Tuhanku, akulah hamba-Mu yang lemah penuh dosa dan milik-Mu yang penuh noda; janganlah Engkau jadikan daku termasuk orang yang Engkau palingkan wajah-Mu daripadanya dan yang kelalaiannya telah menghalangi dari maaf-Mu.

اِلَهِي هَبْ لِي كَمَالَ اْلانْقِطَاعِ اِلَيْكَ، وَاَنِرْ اَبْصَارَ قُلُوبِنَا بِضِيَاءِ نَظَرِهَا اِلَيْكَ، حَتَّى تَخْرِقَ اَبْصَارُ الْقُلُوبِ حُجُبَ النُّور،ِ فَتَصِلَ اِلى مَعْدِنِ الْعَظَمَةِ، وَتَصِيرَ اَرْوَاحُنَا مُعَلَّقَةً بِعِزِّ قُدْسِكَ

Ilâhî hablî kamâlal inqithâ’I ilayka, wa anir abshâra qulûbinâ bidhiyâi zharihâ ilayka, hattâ takhriqa abshârul qulûbi hujaban nûr, fatashila ilâ ma’danil ‘azhamah, wa tashîra arwâhunâ mu’allaqatan bi’izzi qudsika.

Tuhanku, anugrahkan kepadaku kesempurnaan kebergantungan kepada-Mu, terangilah pandangan hati kami dengan cahaya penghilatan kepada-Mu, sehingga mata hati kami menyobekkan tirai-tirai cahaya dan mengantarkan kami pada mahligai kebeseran-Mu dan arwah kami bergantung pada keagungan kesucian-Mu.

اِلَهِي وَاْجَعَلْنِي مِمَّنْ نَادَيْتَهُ فَاَجَابَكَ، وَلاَحَظْتَهُ فَصَعِقَ لِجَلاَلِكَ، فَنَاجَيْتَهُ سِرّاً وَعَمِلَ لَكَ جَهْرًا

Ilâhî waj’alnî mimman nâdaytahu fa ajâbaka, wa lâhazhtahu fasha’iqa lijalâlika, fanâjaytahu sirran wa ‘amala laka jahran.

Tuhanku, jadikan aku orang yang Kau panggil dia dan dia menjawab panggilan-Mu; yang Kau perhatikan dia, sehingga ia bergetar karena kebesaran-Mu, Engkau sambut dia secara rahasia dan ia beramal karena-Mu secara terbuka.

اِلَهِي لَمْ اُسَلِّطْ عَلَى حُسْنِ ظَنِّي قُنُوطَ اْلاِيَاسِ، وَلاَ انْقَطَعَ رَجَائِي مِنْ جَمِيلِ كَرَمِكَ

Ilâhî lam usallith ‘alâ husni zhannî qunûthal iyâs, wa lanqatha’a rajâî min jamîli karamika.

Tuhanku, aku tidak biarkan keputusasaan mengalahkan sangka baikku kepada-Mu dan tidak berputus harapanku akan keindahan kemurahan-Mu.

اِلَهِي اِنْ كَانَتِ الْخَطَايَا قَدْ اَسْقَطَتْنِي لَدَيْكَ، فَاصْفَحْ عَنِّي بِحُسْنِ تَوَكُّلِي عَلَيْكَ

Ilâhî in kânatil khathâyâ qad asqathatnî ladayka, fashfah ‘annî bihusni tawakkulî ‘alayka.

Tuhanku, jika kesalahan telah menjatuhkan aku dari sisi-Mu, maka maafkanlah daku dengan seluruh kepasrahanku kepada-Mu.

اِلَهِي اِنْ حَطَّتْنِي الذُّنُوبُ مِنْ مَكَارِمِ لُطْفِكَ، فَقَدْ نَبَّهَنِي الْيَقينُ اِلَى كَرَمِ عَطْفِكَ

Ilâhî in haththatnidz dzunûbu min makârimi luthfika, faqad nabbahanil yaqînu ilâ karami ‘athfika.

Tuhanku, jika dosa-dosa melemparkan aku dari kemuliaan anugrah-Mu, keyakinan telah mengangkatku kepada kemurahan kasih-Mu.

اِلَهِي اِنْ اَنَامَتْنِى الْغَفْلَةُ عَنِ اْلاِسْتِعْدَادِ لِلِقَائِكَ، فَقَدْ نَبَّهَنِي الْمَعْرِفَةُ بِكَرَمِ آلاَئِكَ

Ilâhî in anâmatnil ghaflata ‘anil isti’dâdi liliqâika, faqad nabbahanil ma’rifatu bikarami âlâika.

Tuhanku, jika kelalaian telah menidurkan daku dari persiapan untuk menemui-Mu, telah mambangunkan aku pengtahuan akan kemurahan anugrah-Mu.

اِلَهِي اِنْ دَعَانِي اِلَى النَّارِ عَظِيْمُ عِقَابِكَ، فَقَدْ دَعَانِي اِلَى الْجَنَّةِ جَزِيلُ ثَوَابِكَ

Ilâhî in da’ânî ilan nâri ‘azhîmu ‘iqâbika, faqad da’ânî ilal jannati jazîlu tsawâbika.

Tuhanku, jika besarnya hukuman-Mu telah memanggilku ke neraka, limpahan karunia-Mu telah memanggilku ke surga.

اِلَهِي فَلَكَ اَسْأَلُ وَاِلَيْكَ اَبْتَهِلُ وَاَرْغَبُ، وَاَسْاَلُكَ اَنْ تُصَلِّيَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَاَنْ تَجْعَلَنِي مِمَّنْ يُدِيمُ ذِكَرَكَ، وَلاَ يَنْقُضُ عَهْدَكَ، وَلاَ يَغْفُلُ عَنْ شُكْرِكَ، وَلاَ يَسْتَخِفُّ بِاَمْرِكَ

Ilâhî falaka as-alu wa ilayka abtahilu wa arghabu, wa as-aluka an tushalliya ‘alâ Muhammadin wa âli Muhammad, wa an taj’alanî mimman yudîmu dzikraka, wa lâ yanqudhu ‘ahdaka, wa lâ yaghfulu ‘an syukrika, wa lâ yastakhiffu bamrika.

Tuhanku, kepada-Mu aku bermohon, kepada-Mu aku berpasrah dan berserah diri. Aku bermohon kepada-Mu agar Kau sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Aku bermohon kepadamu agar Kau jadikan aku termasuk orang yang selalu berzikir kepada-Mu, tidak melanggar perjanjian-Mu, tidak lalai dari bersyukur pada-Mu, tidak menganggap enteng perintah-Mu.

اِلَهِي وَاَلْحِقْنِي بِنُورِ عِزِّكَ اْلاَبْهَجِ، فَاَكُونَ لَكَ عَارِفًا، وَعَنْ سِوَاكَ مُنْحَرِفًا، وَمِنْكَ خَائِفًا مُرَاقِبًا، يَا ذَالْجَلاَلِ وَاْلاِكْرَامِ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّد رَسُولِهِ وَآلِهِ الطَّاهِرينَ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا

Ilâhî wa alhiqnî binûri ‘izzikal abhaj, wa akûna laka ‘ârifan, wa ‘an siwâka munharifâ, wa minka khâifan murâqibâ, yâ Dzal jalâli wal ikrâm, wa shallallâhu ‘alâ Muhammadin rasûlihi wa âlihith thâhirîna wa sallama taslîman katsîrâ.

Tuhanku, gabungkan aku dengan cahaya keagungan-Mu yang cemerlang, sehingga aku menjadi orang yang mengenal-Mu dan berpaling dari selain-Mu, serta takut dan selalu merasa diawasi-Mu, wahai Pemilik keagumgan dan kebaikan. Semoga Allah menyampaikan shalawat kepada Muhammad rasul-Nya dan keluarganya yang suci dan semoga Allah melimpahkan salam kepadanya sebanyak-banyaknya

9-Malam nisfu Sya’ban.Di antara keagungan malam penuh berkah ini adalah bahwa ia merupakan hari kelahiran Sang ‎Penguasa masa dan Imam Zaman (al-Mahdi)–semoga jiwa kita rela berkorban demi beliau. Imam ‎Mahdi as dilahirkan pada waktu pagi, tahun 255 H di Samara, Iraq. Kelahiran ini menambah kemuliaan ‎dan keutamaan malam ini.

10-Amalan Hari-hari Terakhir Bulan Sya’ban. Imam Ali al-Ridha berkata, “Barangsiapa berpuasa tiga hari pada akhir bulan Sya’ban dan ‎menyambungnya dengan bulan Ramadhan, niscaya Allah yang Mahatinggi menetapkan baginya puasa ‎dua bulan berturut-turut.”‎


 

Tidak diragukan lagi bahwa sebagian waktu lebih utama dari sebagian yang lain. Semua detik-detik di sepanjang bulan Ramadhan, malam Lailatul Qadar, malam Bitsat (pengutusan) Nabi Saw, Hari Raya Ghadir dan… adalah termasuk momen-momen yang sarat keutamaan. Akan tetapi, terlepas dari kemuliaan inheren yang dimiliki oleh sebagian hari, ada peristiwa-peristiwa penting yang turut menambah keagungan hari-hari tersebut. Pertengahan bulan Sya'ban juga termasuk di antara hari-hari yang paling mulia dan diagungkan dalam Islam, dan kemuliaan itu semakin lengkap dengan peristiwa kelahiran Imam Mahdi as.

Masyarakat akan memperoleh keberkahan terbesar dengan kelahiran seorang wali Allah Swt, sebab ia adalah manusia terbaik di muka bumi dan kehadirannya akan menebarkan berkah bagi semua penduduk planet ini. Imam Mahdi as dilahirkan pada waktu sahar tanggal 15 Sya'ban tahun 255 Hijriyah.

Pada intinya, ada banyak kesamaan antara keutamaan malam Nisfu Sya'ban dan malam Lailatul Qadar. Mengenai keutamaan malam Nisfu Sya'ban, Imam Muhammad al-Baqir as berkata, "Malam itu adalah malam yang paling mulia setelah Lailatul Qadar. Pada malam itu, Allah akan menganugerahkan keutamaannya kepada para hamba dan dengan kedermawanannya, Dia akan mengampuni dosa-dosa mereka. Oleh karena itu, berusahalah untuk mendekatkan diri kepada Allah pada malam itu, malam di mana Tuhan telah berjanji bahwa orang yang meminta kepada-Nya tidak akan kembali dengan tangan hampa, kecuali ia meminta sesuatu yang mengandung dosa."

Ada banyak amalan yang khusus dilakukan pada bulan Sya'ban. Namun, beberapa dari mereka juga dikerjakan pada bulan-bulan lain dan bersifat umum. Semua amalan itu bertujuan untuk mensucikan diri dan mengantar manusia menuju pada kesempurnaan. Mandi adalah salah satu amalan umum yang dilakukan untuk menyambut hari-hari tertentu sepanjang tahun, termasuk malam pertengahan bulan Sya'ban. Mandi adalah mencuci seluruh anggota tubuh dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Swt dan mematuhi perintah-perintah-Nya.

Sebelum memulai setiap ibadah, manusia akan mensucikan dirinya dengan air yang suci dan bersih. Pada dasarnya, mereka ingin menarik perhatian Tuhan dengan badan yang bersih dan suci. Jika seseorang telah melakukan dosa dengan penglihatannya atau dengan salah satu anggota badannya, maka dengan mensucikan anggota lahiriyahnya, ia berarti telah membuka jalan untuk membersihkan batinnya yaitu, taubat dan terbebas dari dosa.

Mengenai keutamaan malam Nisfu Sya'ban, Rasulullah Saw bersabda, "Aku tertidur di malam pertengahan Sya'ban dan kemudian Jibril datang kepadaku dan berkata, 'Wahai Muhammad! Apakah engkau tertidur di malam ini?' Aku menjawab, 'Wahai Jibril! Malam apakah ini?' Jibril berkata, 'Malam ini adalah malam pertengahan bulan Sya'ban… Wahai Muhammad! Barang siapa yang menghidupkan malam ini dengan takbir, tasbih, tahlil (لاَ إِلَهَ إِلَّا الله), berdoa, menunaikan shalat, membaca al-Quran, melakukan ibadah sunnah, dan beristighfar, maka surga akan menjadi rumah dan tempat ia kembali… malam ini adalah malam di mana tidak ada orang yang memanjatkan doa kecuali doanya dikabulkan, tidak ada orang yang memohon sesuatu kecuali permintaannya dipenuhi, tidak ada orang yang meminta ampunan kecuali dosanya diampuni, dan tidak ada orang yang bertaubat kecuali taubatnya diterima. Barang siapa yang tidak mendapatkan kebaikan di malam ini, maka ia telah kehilangan sebuah kebaikan yang besar."

Malam Nisfu Sya'ban merupakan sebuah kesempatan spiritual yang tepat dan bernilai untuk bermunajat kepada Allah Swt dan mendekatkan diri kepada-Nya di tengah kesunyian malam. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa barang siapa yang terjaga di malam itu, maka hati dia tidak akan pernah mati di hari semua hati mati. Salah satu amalan yang mendapat perhatian besar dari semua mazhab Islam pada malam Nisfu Sya'ban adalah shalat al-khair (shalat yang baik) atau shalat al-fiyah yang di dalamnya dibacakan surat al-Ikhlas sebanyak seribu kali.

Pelaksanaan shalat tersebut menunjukkan bahwa semua mazhab baik Syiah maupun Sunni, memuliakan dan mengagungkan malam Nisfu Sya'ban. Menurut beberapa riwayat dari Rasul Saw dan Ahlul Baitnya, malam itu menyamai pahala malam Lailatul Qadar dan mereka menghidupkan malam Nisfu Sya'ban hingga subuh dengan bermunajat dan memberi makan kepada orang lain.

Seorang ulama besar, Sayid Ibn Thawus dalam bukunya, Iqbal al-'Amal, berbicara tentang masalah shalat seratus raka'at, tata cara, dan pahalanya di malam Nisfu Sya'ban. Beliau menulis, "Dalam sebuah riwayat tentang keutamaan shalat seratus raka'at – membaca surat al-Fatihah satu kali dalam setiap raka'at dan surat al-Ikhlas sepuluh kali – disebutkan bahwa Rasulullah bersabda, 'Barang siapa yang menunaikan shalat itu pada malam tersebut, Allah akan memandangnya dengan rahmat sebanyak 70 kali dan dalam setiap pandangan, 70 hajatnya akan dikabulkan, di mana yang paling kecil dari itu adalah pengampunan atas dosa-dosanya."'
...........
Perlu diketahui bahwa amalan shalat sunnah di malam nisfu Sya‘ban ini dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumiddin. Bahkan, ia menjelaskan tata caranya, mulai dari jumlah rakaat hingga bacaannya:  
وأما صلاة شعبان فليلة الخامس عشر منه يصلي مائة ركعة كل ركعتين بتسليمة يقرأ في كل ركعة بعد الفاتحة قل هو الله أحد إحدى عشرة مرة وإن شاء صلى عشر ركعات يقرأ في كل ركعة بعد الفاتحة مائة مرة قل هو الله أحد فهذا أيضاً مروي في جملة الصلوات كان السلف يصلون هذه الصلاة ويسمونها صلاة الخير ويجتمعون فيها وربما صلوها جماعة 
 Artinya, “Adapun shalat sunnah Sya‘ban adalah malam kelima belas bulan Sya‘ban. Dilaksanakan sebanyak seratus rakaat. Setiap dua rakaat satu salam. Setiap rakaat setelah Al-Fatihah membaca Qulhuwallahu ahad sebanyak 11 kali. Jika mau, seseorang dapat shalat sebanyak 10 rakaat. Setiap rakaat setelah Al-Fatihah Qulhuwallahu ahad 100 kali. Ini juga diriwayatkan dalam sejumlah shalat yang dilakukan orang-orang salaf dan mereka sebut sebagai shalat khair. Mereka berkumpul untuk menunaikannya. Mungkin mereka menunaikannya secara berjamaah,” (Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin, jilid 1, hal. 203).   Baca Juga: Hukum Merayakan Malam Nisfu Sya’ban Rupanya Al-Ghazali bukan tanpa alasan menganjurkan shalat nisfu Sya‘ban ini. Ia mendasarinya dengan riwayat Al-Hasan. 
روي عن الحسن أنه قال حدثني ثلاثون من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم إن من صلى هذه الصلاة في هذه الليلة نظر الله إليه سبعين نظرة وقضى له بكل نظرة سبعين حاجة أدناها المغفرة 
 Artinya, “Diriwayatkan dari Al-Hasan. Dikatakannya, ‘Telah meriwayatkan kepadaku tiga puluh sahabat Nabi shallalu ‘alaihi wasallam. ‘Sungguh orang yang menunaikan shalat ini pada malam ini (nisfu Sya‘ban), maka Allah akan memandangnya sebanyak tujuh puluh kali dan setiap pandangan Dia akan memenuhi tujuh puluh kebutuhan. Sekurang-kurangnya kebutuhan adalah ampunan,’’” (Lihat Ihya ‘Ulumiddin, Jilid 1, hal. 203; dan Qutul Qulub, hal. 114). Namun, pentakhrij hadits kitab Ihya ‘Ulumidddin menyatakan bahwa hadits tentang shalat malam nisfu Sya‘ban ini batil sebagaimana yang ditegaskan oleh Al-‘Iraqi dari Mazhab Syafi’i. Sementara hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari ‘Ali bin Abi Thalib–yang menyatakan, “Ketika malam pertengahan bulan Sya‘ban, maka bangunlah malam harinya dan berpuasalah di siang harinya,” – bersanad lemah. Termasuk hadits yang ditolak menurut Al-Ghumari adalah hadits tentang tata cara shalat nisfu Sya‘ban dari ‘Ali bin Abi Thalib yang menyatakan, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada malam nisfu Sya‘ban bangun dan shalat sebanyak 14 rakaat. Kemudian, setelah selesai, beliau  duduk lalu membaca Surat Al-Fatihah sebanyak 14 kali, membaca Surat Al-Ikhlas sebanyak 14 kali, membaca Al-Falaq sebanyak 14 kali, membaca Surah An-Nas sebanyak 14 kali, membaca Ayat Kursi sekali. Usai shalat, aku menanyakannya. Rasulullah menjawab, ‘Siapa saja yang menunaikan seperti apa yang aku tunaikan, maka ia akan mendapat pahala 20 haji mabrur, pahala puasa 20 tahun yang diterima.’ Hadits ini juga maudhu sebagaimana yang dinaskan oleh al-Baihaqi dan yang lain.” (Lihat: Sayyid Muhammad ibn ‘Alawi Al-Maliki, Madza fi Sya‘ban, hal. 116). Selain itu, hadits tentang shalat nisfu Sya‘ban yang berjumlah 100 rakaat juga dianggap bid‘ah oleh Imam An-Nawawi. Hal itu seperti yang dituliskannya dalam Al-Majmu‘ Syarhul Muhadzdzab. 
(الْعَاشِرَةُ) الصَّلَاةُ الْمَعْرُوفَةُ بصلاة الرغائب وهي ثنتى عَشْرَةَ رَكْعَةً تُصَلَّى بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ لَيْلَةَ أَوَّلِ جُمُعَةٍ فِي رَجَبٍ وَصَلَاةُ لَيْلَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ مِائَةُ رَكْعَةٍ وَهَاتَانِ الصَّلَاتَانِ بِدْعَتَانِ وَمُنْكَرَاتَانِ قَبِيحَتَانِ وَلَا يُغْتَرُّ بِذِكْرِ هِمَا فِي كِتَابِ قُوتِ الْقُلُوبِ وَإِحْيَاءِ عُلُومِ الدِّينِ
 Artinya, “Kesepuluh adalah shalat yang dikenal dengan Shalat Ar-Ragha’ib, yaitu 12 rakaat yang dilaksanakan antara maghrib dan isya pada malam Jumat pertama bulan Rajab dan shalat malam nisfu Sya‘ban sebanyak 100 rakaat.  Dua shalat ini adalah bid‘ah, munkar, dan buruk. Jangan tertipu dengan penyebutan dua shalat dalam kitab Qutul Qulub dan Ihya ‘Ulumiddin," (Lihat An-Nawawi, Al-Majmu‘ Syarhul Muhadzdzab, jilid 4, hal. 56). Kendati demikian, anjuran untuk menghidupkan malam nisfu Sya‘ban dengan berbagai amalan, termasuk dengan amalan shalat sunnah, tak diperdebatkan oleh An-Nawawi. Banyak keutamaan yang disebutkan dalam banyak riwayat. Salah satunya riwayat Ibnu Majah  berikut.  
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا، فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ Artinya, “Jika malam nisfu Sya‘ban datang, maka bangunlah di malam harinya, dan berpuasalah di siang harinya. Sesungguhnya Allah pada malam itu turun ke langit dunia hingga terbit malam hari. Dia berfirman, ‘Ingatlah, adakah yang memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya. Adakah yang memohon rezeki, niscaya Aku akan memberinya. Adakah yang sedang ditimpa ujian, niscaya Aku akan menyelamatkannya. Begitu seterusnya, hingga terbit fajar.’”    Walau status hadits ini lemah, namun banyak riwayat lain yang menguatkannya. Hadits yang menguatkannya antara lain adalah riwayat berikut:  
 يَطَّلِعُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلَّا لِاثْنَيْنِ: مُشَاحِنٍ، وَقَاتِلِ نَفْسٍ 
Artinya, “Allah senantiasa memperhatikan makhluk-Nya pada malam nisfu Sya‘ban. Maka Dia akan mengampuni hamba-hamba-Nya kecuali dua: hamba yang saling bermusuhan dan yang membunuh,” (HR. Ahmad). Yang jelas menghidupkan malam nisfu Sya‘ban merupakan hal yang disepakati, termasuk dengan amalan shalat sunnah. Yang dipermasalahkan oleh sebagian kalangan, termasuk oleh An-Nawawi adalah shalat sunnah nisfu Sya‘ban yang 100 dan 14 rakaat, sebab dasar dalilnya bermasalah.    Adapun mengisinya dengan shalat sunnah yang lain, seperti shalat sunnah awwabin, shalat sunnat taubat, shalat sunnah  tahajud, shalat sunnah witir, dan seterusnya, tidak dipermasalahkan. Termasuk shalat sunnah nisfu Sya‘ban yang berjumlah dua rakaat. Sebab tidaklah tercela menambahkan niat lain ke dalam suatu shalat sunnah, dengan catatan setelah ikhlas karena Allah, sebagaimana yang disebutkan oleh Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki:  
 لا يقدح في نية المصلي إذا ما نوى بعد الإخلاص لله بصلاته نية أخرى مندرجة تحت نيته الأصلية ومضافة إليها  
Artinya, “Dalam niat orang yang shalat setelah ia meniati shalatnya dengan ikhlas karena Allah, tidak tercela ada niat lain yang masuk ke dalam niat asalnya dan niat itu ditambahkan kepadanya.” Ditegaskan oleh Al-Maliki, dalam sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ada dalil yang menunjukkan hal itu. Bahkan, banyak dalil yang menganjurkan, mendorong, dan mengajak untuk melakukannya. Dalil paling sahih dalam hal ini adalah shalat istikharah, shalat sunnah tobat, shalat sunnah hajat, dan masih banyak lagi shalat sunnah dengan niat yang berbeda-beda dan untuk berbagai tujuan pribadi, kebutuhan, kepentingan, dan manfaat duniawi. Termasuk shalat sunnah safar dan shalat sunnah di malam pengantin. Secara umum, perintah shalat dua rakaat ketika memiliki suatu hajat telah disampaikan oleh Rasulullah shallllahu ‘alaihi wasallam.  
مَنْ كَانَتْ لَهُ إِلَى اللهِ حَاجَةٌ، أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فَلْيَتَوَضَّأْ وَلْيُحْسِنِ الْوُضُوءَ، ثُمَّ لِيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ لِيُثْنِ عَلَى اللهِ 
Artinya, “Siapa saja yang memiliki suatu hajat, atau kebutuhan kepada seorang bani Adam, maka wudhulah, dan membaguskan wudhunya,  kemudian shalat dua rakaat, lalu memuji Allah...” Walhasil, penambahan niat nisfu Sya‘ban pada shalat sunnah setelah berniat ikhlas karena Allah tidak ada masalah. Tidak dianggap bid‘ah. Justru sesuai dengan sunnah. Yang dianggap tak berdasar adalah shalat sunnah 100 rakaat atau 14 rakaat. Terlebih kebanyakan umat Islam di Indonesia menunaikan shalat malam nisfu Sya'ban yang dua rakaat. Lagi pula, yang perlu diperhatikan adalah keikhlasan dalam shalat sunnah. Shalat sunnah yang jelas dalilnya pun jika diniatkan ingin diperhatikan orang termasuk hal tercela sebagaimana disinggung hadits riwayat Ibnu Majah dan Al-Baihaqi.    الشِّرْكُ الْخَفِيُّ، أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي، فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ، لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ 
Artinya, Syirik yang samar itu ketika seorang laki-laki shalat, kemudian membagus-baguskan shalatnya, karena ingin melihat pandangan orang lain. (Al-Maliki, Madza fi Sya‘ban: hal. 112). 



...........

Di antara amalan khusus pada malam Nisfu Sya'ban adalah membaca doa Kumail. Doa ini dinamakan doa Kumail. Sedangkan Kumail sendiri adalah seorang sahabat Imam Ali bin Abi Thalib as yang sangat setia. Nama lengkapnya adalah Kumail bin Ziyad an-Nakhai.

Dalam Iqbal al-'Amal, Ibn Thawus mengisahkan, "Kumail an-Nakhai berkata, 'suatu kali aku duduk bersama Imam Ali di masjid Bashrah bersama sekelompok sahabat beliau. Lalu, seorang di antara mereka bertanya, ‘apa maksud ayat, ‘Pada malam itu diuraikan segala urusan yang penuh hikmah?’ (Ad-Dukhan: 4). Imam Ali menjawab, 'Malam itu malam Nisfu Sya’ban. Demi Dzat yang nyawa Ali berada di genggaman-Nya, baik-buruk segenap hamba dibagikan pada malam Nisfu Sya’ban hingga akhir tahun. Dan barang siapa yang menghidupkannya dan berdoa di waktu itu dengan doa Nabi Khidir, maka Allah akan mengabulkan doanya.’”

Malam Jumat terakhir di bulan Sya'ban juga termasuk di antara momen-momen yang penuh berkah. Demikian juga dengan puasa tiga hari menjelang berakhirnya bulan Sya'ban. Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Barang siapa yang berpuasa di tiga hari terakhir Sya'ban dan menyambungnya dengan bulan Ramadhan, maka Tuhan akan menulis pahala puasa dua bulan berturut-turutuntuknya." Dalam sejumlah riwayat disebutkan bahwa Tuhan pada malam terakhir Sya'ban – demi kemuliaan bulan Ramadhan – akan mengampuni banyak dosa hambanya.
.....................
1. Peralihan Kiblat Peralihan kiblat dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram terjadi pada bulan Sya’ban. Menurut Al-Qurthubi ketika menafsirkan Surat Al-Baqarah ayat 144 dalam kitab Al-Jami’ li Ahkāmil Qur’an dengan mengutip pendapat Abu Hatim Al-Basti mengatakan bahwa Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mengalihkan kiblat pada malam Selasa bulan Sya’ban yang bertepatan dengan malam nisfu Sya’ban. Peralihan kiblat ini merupakan suatu hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh Nabi Muhammad SAW. Bahkan diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW berdiri menghadap langit setiap hari menunggu wahyu turun perihal peralihan kiblat itu seperti Surat Al-Baqarah ayat 144 berikut. 
  قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ Artinya, “Sungguh Kami melihat wajahmu kerap menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.” 2. Penyerahan Rekapitulasi Keseluruhan Amal kepada Allah Salah satu hal yang menjadikan bulan Sya’ban utama adalah bahwa pada bulan ini semua amal kita diserahkan kepada Allah SWT. Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki mengutip sebuah hadits riwayat An-Nasa’i yang meriwayatkan dialog Usamah bin Zaid dan Nabi Muhammad SAW. “Wahai Nabi, aku tidak melihatmu berpuasa di bulan-bulan lain sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya’ban?” Kemudian Rasulullah SAW menjawab, “Banyak manusia yang lalai di bulan Sya’ban. Pada bulan itu semua amal diserahkan kepada Allah SWT. Dan aku suka ketika amalku diserahkan kepada Allah, aku dalam keadaan puasa.” Penyerahan amal yang dimaksud dalam hal ini adalah penyerahan seluruh rekapitulasi amal kita secara penuh. Walaupun, menurut Sayyid Muhammad Alawi, ada beberapa waktu tertentu yang menjadi waktu penyerahan amal kepada Allah selain bulan Sya’ban, yaitu setiap siang, malam, setiap pekan. Ada juga beberapa amal yang diserahkan langsung kepada Allah tanpa menunggu waktu-waktu tersebut, yaitu catatan amal shalat lima waktu. 3. Penurunan Ayat tentang Anjuran Shalawat untuk Rasulullah SAW Pada bulan Sya’ban juga diturunkan ayat anjuran untuk bershalawat untuk Nabi Muhammad SAW, yaitu Surat Al-Ahzab ayat 56.   إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
 Artinya, “Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, shalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” Ibnu Abi Shai Al-Yamani mengatakan, bulan Sya’ban adalah bulan shalawat. Karena pada bulan itulah ayat tentang anjuran shalawat diturunkan. Pendapat ini dikuatkan oleh pendapat Imam Syihabuddin Al-Qasthalani dalam Al-Mawahib-nya, serta Ibnu Hajar Al-Asqalani yang mengatakan bahwa ayat itu turun pada bulan Sya’ban tahun ke-2 hijriyah.......

Doa Penghujung Bulan Sya’ban

اَللّهُمَّ إِنْ لَمْ تَكُنْ غَفَرْتَ لَنَا فِيْمَا مَضى مِنْ شَعْبَانَ, فَاغْفِرْ لَنَا فِيْمَا بَقِيَ مِنْهُ

Ya Allah, jika Engkau tidak mengampuni kami di hari-hari Sya’ban yang telah berlalu, ampunilah kami di penghujung bulan ini. (Mafatih al-Jinan)

...............
Wallahu a’lam
..........

Kami menjalankan yang sesuai 
dengan firman Allah di dalam Surat Ali Imran ayat 31:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ 

.وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
HIBAHKAN DAN Donasikan rizqi anda untuk dakwah ISLAM ROHMATAN LIL ' ALAMIINA. BANK BSI Syariah kode bank 451 Rekening 6201033640 --- Kami ucapkan Terima Kasih ---











ISI MATERI ISLAMI

BULAN GERHANA

Tempat Tinggal Kita Bumi Bumi merupakan planet ketiga terdekat dari Matahari, dan sejauh yang diketahui sebagai satu-satunya yang dihuni mak...

DAFTAR MATERI ISLAMI AL MAHDI