Rabu, 30 Maret 2022

"SYA'BAN"

"Keutamaan dan keistimewaan bulan Sya'ban"
 pada bulan terlahir  Imam Husein as, seorang pribadi yang merupakan manifestasi dari semua kebaikan. Sosok mulia ini tumbuh berkembang di atas pundak Nabi Muhammad Saw, mempersembahkan semua wujudnya di jalan Tuhan dan pada akhirnya gugur syahid di jalan-Nya. Pada tanggal 3 Sya'ban tahun keempat Hijriah, Imam Husein as terlahir ke dunia. Masa-masa indah kehidupan Imam Husein dirasakan saat ia hidup bersama kakeknya, Muhammad Saw. Imam Husein as tumbuh besar dalam sebuah keluarga yang dipenuhi dengan kesempurnaan dan keutamaan akhlak. Keberadaan kedua orang tuanya, yaitu Imam Ali as dan Sayidah Fathimah sa -- dua insan mulia hasil didikan Nabi Saw – membuat Imam Husein as juga menjadi manusia yang dipenuhi dengan keutamaan dan makrifat akan hakikat Ilahiah.

Imam Ali Zainal Abidin a.s.: Tatkala al-Husein lahir, Allah yang MahaTinggi  mewahyukan kepada Jibril, Bahwasannya telah dilahirkan seorang anak bagi Muhammad, maka turunkanlah dan sampaikan ucapan selamat kepadanya, dan katakan “Sesungguhnya kedudukan Ali disisimu seperti kedudukan Harun di sisi Musa. Oleh karena itu, namailah dia (al-Husein) dengan nama putra Harun.” (Mizanul Hikmah, jil. 1, hal. 142)
Oleh karena itu, kaum Muslim dan para pecinta Ahlul Bait as memilih berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur atas kehaliran Imam Husein as, dan mereka membaca doa ini;

 

اَللّهُمَّ اِنّى اَسْئَلُکَ بِحَقِّ الْمَوْلُودِ فى هذَا الْیَوْمِ... اَللّهُمَّ فَصَلِّ عَلى مُحَمَّدٍ وَ عِتْرَتِهِ وَ احْشُرْنا فى زُمْرَتِهِ وَ بَوِّئْنا مَعَهُ دارَ الْکَرامَةِ وَ مَحَلَّ الاِقامَةِ. اَللّهُمَّ وَ کَما اَکْرَمْتَنا بِمَعْرِفَتِهِ فَاَکْرِمْنا بِزُلْفَتِهِ وَ ارْزُقْنا مُرافَقَتَهُ وَسابِقَتَهُ وَ اجْعَلْنا مِمَّنْ یُسَلِّمُ لاِمْرِهِ وَیُکْثِرُ الصَّلوةَ عَلَیْهِ عِنْدَ ذِکْرِهِ وَ عَلى جَمیعِ اَوْصِیاَّئِهِ وَ اَهْلِ اَصْفِیاَّئِهِ... اَللّهُمَّ وَهَبْ لَنا فى هذَا الْیَوْمِ خَیْرَ مَوْهِبَةٍ وَاَنْجِحْ لَنا فیهِ کُلَّ طَلِبَةٍ کَما وَهَبْتَ الْحُسَیْنَ لِمُحَمَّدٍ جَدِّهِ..."

 

"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan kebenaran bayi yang lahir pada hari ini… Ya Allah, sampaikanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya serta kumpulkanlah kami dengan golongannya dan berilah tempat kepada kami bersamanya di surga dan rumah abadi. Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memuliakan kami dengan pengetahuannya, maka muliakanlah kami dengan kedekatan dengannya dan karuniakanlah kami persahabatan dengannya. Dan jadikanlah kami sebagai orang-orang yang tunduk pada perintahnya dan orang-orang yang memperbanyak shalawat kepadanya dan kepada para aulianya ketika mendengar namanya… Ya Allah, berikanlah kepada kami pada hari ini pemberian terbaik dan penuhilah setiap permintaah kami di dalamnya sebagaimana Engkau memberikan Husein kepada Muhammad, kakeknya…"
...................
Bulan Sya’ban merupakan salah satu bulan utama yang dikawal dengan dua bulan mulia: bulan Rajab dan bulan Ramadhan. Rasulullah saw bersabda, “Bulan Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku…”
........
Imam Shadiq a.s. berkata: “Siapa saja ingin mengetahui bagaimana kedudukan dirinya di sisi Allah, maka hendaklah dia mengetahui bagaimana kedudukan Allah dalam dirinya, karena sesungguhnya Allah menempatkan kedudukan seorang hamba (di sisi-Nya) seperti hamba itu menempatkan kedudukan Allah dalam dirinya.” (Bihar al-Anwr, jil. 71, hal. 156)
...........

Agar kita mendapatkan keutamaan bulan sya’ban sebagai bulan Rasulullah saw, maka sudah selayaknya pada bulan ini kita menambah amalan-amalan baik untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, dan di antara amalan-amalan umum pada bulan Sya’ban ini adalah sebagai berikut:

Pertama, membaca zikir istighfar sebanyak 70 kali dalam setiap harinya.

أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَ أَسْأَلُهُ التَّوْبَةَ

Astaghfirullâha wa as-aluhut tawbah

(Aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya).

أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَ أَتُوبُ إِلَيْهِ.

Astaghfirullâhal ladzî lâilâha illâ Huwar Rahmânur Rahîm, Al-Hayyul Qayyûm wa atûbu ilayhi.

(Aku memohon ampun kepada Allah yang tiada tuhan selain Dia. Yang Maha Pengasih. Maha Penyayang. Yang Mahahidup dan Maha Berdiri Sendiri dan aku bertaubat kepada-Nya).


Kedua, memperbanyak puasa dan bersedekah meskipun dengan setengah biji kurma sehingga Allah akan mengharamkan badan kita dari api jahanam.

Imam Ja’far Shadiq pernah ditanya tentang keutamaan berpuasa di bulan Rajab. Beliau berkata, “Mengapa kalian lupa dengan puasa di bulan Sya’ban?” Perawi berkata, “Wahai putra Rasulullah, apakah pahala orang yang berpuasa satu hari di bulan Sya’ban?” “Demi Allah, surga adalah pahalanya,” tegas beliau. Ia bertanya kembali, “Wahai Putra Rasulullah, apakah amalan terbaik di bulan ini?” Beliau berkata, “Bersedekah dan istigfar. Sesiapa bersedekah di bulan Sya’ban, Allah Swt akan memelihara sedekah tersebut sebagaimana salah seorang dari kalian memelihara anak untanya sehingga pada hari kiamat sedekah tersebut sampai di tangan pemiliknya seperti Gunung Uhud besarnya.”


Ketiga, membaca bacaan (berikut ini) sebanyak 1000 kali di sepanjang bulan. Karena ia memiliki pahala yang tak terhingga. Di antaranya, ibadah seribu tahun akan ditulis di surat amalnya.

لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَ لا نَعْبُدُ إِلا إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَ لَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Lâilâha illallâhu wa lâ na’budu illâ iyyâhu mukhlishîna lahud dîn walaw karihal musyrikûn.

(Tiada tuhan selain Allah dan kami tidak menyembah kecuali la dengan memurnikan agama hanya bagi-Nya meskipun musyrikin menentang kami).

Keempat, mengerjakan dua rakaat shalat di setiap hari Kamis. Pada setiap rakaat, setelah membaca surah al-Fatihah, bacalah surah al-Ikhlas sebanyak seratus kali, dan setelah membaca salam, bacalah shalawat sebanyak seratus kali. Dengan demikian, Allah akan mengabulkan setiap keperluan yang Anda kehendaki, baik dalam urusan agama maupun dunia.

Kelima, memperbanyak membaca shalawat.

Keenam, Membaca doa-doa bulan sya’ban yang muktabar dan diajarkan para ulama. Misalnya doa Imam Ali Zainal Abidin di setiap hari bulan Sya’ban :

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ شَجَرَةِ النُّبُوَّةِ وَ مَوْضِعِ الرِّسَالَةِ وَ مُخْتَلَفِ الْمَلائِكَةِ وَ مَعْدِنِ الْعِلْمِ وَ أَهْلِ بَيْتِ الْوَحْيِ

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ الْفُلْكِ الْجَارِيَةِ فِي اللُّجَجِ الْغَامِرَةِ يَأْمَنُ مَنْ رَكِبَهَا وَ يَغْرَقُ مَنْ تَرَكَهَا الْمُتَقَدِّمُ لَهُمْ مَارِقٌ وَ الْمُتَأَخِّرُ عَنْهُمْ زَاهِقٌ وَ اللازِمُ لَهُمْ لاحِقٌ

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ الْكَهْفِ الْحَصِينِ وَ غِيَاثِ الْمُضْطَرِّ الْمُسْتَكِينِ وَ مَلْجَإِ الْهَارِبِينَ وَ عِصْمَةِ الْمُعْتَصِمِينَ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ صَلاةً كَثِيرَةً تَكُونُ لَهُمْ رِضًى وَ لِحَقِّ مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ أَدَاءً وَ قَضَاءً بِحَوْلٍ مِنْكَ وَ قُوَّةٍ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ الطَّيِّبِينَ الْأَبْرَارِ الْأَخْيَارِ الَّذِينَ أَوْجَبْتَ حُقُوقَهُمْ وَ فَرَضْتَ طَاعَتَهُمْ وَ وِلايَتَهُمْ


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ وَ اعْمُرْ قَلْبِي بِطَاعَتِكَ وَ لا تُخْزِنِي بِمَعْصِيَتِكَ وَ ارْزُقْنِي مُوَاسَاةَ مَنْ قَتَّرْتَ عَلَيْهِ مِنْ رِزْقِكَ، بِمَا وَسَّعْتَ عَلَيَّ مِنْ فَضْلِكَ وَ نَشَرْتَ عَلَيَّ مِنْ عَدْلِكَ وَ أَحْيَيْتَنِي تَحْتَ ظِلِّكَ وَ هَذَا شَهْرُ نَبِيِّكَ سَيِّدِ رُسُلِكَ شَعْبَانُ الَّذِي حَفَفْتَهُ مِنْكَ بِالرَّحْمَةِ وَ الرِّضْوَانِ الَّذِي كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ [سَلَّمَ] يَدْأَبُ فِي صِيَامِهِ وَ قِيَامِهِ فِي لَيَالِيهِ وَ أَيَّامِهِ بُخُوعا لَكَ فِي إِكْرَامِهِ وَ إِعْظَامِهِ إِلَى مَحَلِّ حِمَامِهِ

اللَّهُمَّ فَأَعِنَّا عَلَى الاسْتِنَانِ بِسُنَّتِهِ فِيهِ وَ نَيْلِ الشَّفَاعَةِ لَدَيْهِ اللَّهُمَّ وَ اجْعَلْهُ لِي شَفِيعا مُشَفَّعا وَ طَرِيقا إِلَيْكَ مَهْيَعا وَ اجْعَلْنِي لَهُ مُتَّبِعا حَتَّى أَلْقَاكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَنِّي رَاضِيا وَ عَنْ ذُنُوبِي غَاضِيا قَدْ أَوْجَبْتَ لِي مِنْكَ الرَّحْمَةَ وَ الرِّضْوَانَ وَ أَنْزَلْتَنِي دَارَ الْقَرَارِ وَ مَحَلَّ الْأَخْيَارِ

Ya Allah, curahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, pohon kenabian, tempat kelahiran risalah, tempat para malaikat datang silih berganti, sumber-sumber ilmu, dan keluarga wahyu.

Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, bahtera (penyelamat) yang berlayar di tengah-tengah gelombang (kehidupan) yang dahsyat; akan aman orang yang menaiki nya dan akan tenggelam orang yang meninggalkannya; orang yang mendahului mereka akan menyimpang, orang yang tertinggal dari mereka akan binasa, dan orang yang selalu bersama mereka akan menjumpai (mereka).

Ya Allah, curahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, benteng yang kokoh, penolong orang yang terjepit (musibah) nan sengsara, tempat pelarian orang-orang yang lari, dan penjaga orang-orang yang menginginkan penjagaan.

Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, shalawat tak terhingga yang menjadikan mereka rida dan sebagai balasan (setimpal dari kami) bagi hak Muhammad dan keluarga Muhammad, dengan (perantara) daya dan kekuatan dari-Mu wahai Tuhan sekalian alam.

Ya Allah, curahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad yang suci, bajik nan terpilih, yang telah Kauwajibkan (atas kami) hak-hak, ketaatan, dan berwilayah kepada mereka.

Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, bangunlah hatiku dengan (tatanan) ketaatan-Mu, jangan Kauhinakan daku dengan bermaksiat kepada-Mu, dan limpahkanlah kepadaku rasa peduli terhadap orang yang telah Kausempitkan rezekinya (fakir miskin) karena anugerah luas yang telah Kaulimpahkan atasku, karena keadilan yang telah Kaucurahkan atas diriku, dan karena Engkau masih menghidupkanku di bawah naungan (rahmat)-Mu. Ini adalah bulan Nabi-Mu, junjungan para rasul-Mu, bulan Syakban yang telah Kauselimutinya dengan rahmat dan keridaan, yang Rasulullah saw selalu berpuasa dan beribadah di malam dan siang harinya sebagai pengakuan terhadap (keagungan)-Mu ketika ia mengagungkannya hingga akhir usianya.

Ya Allah, bantulah kami untuk mengikuti sunahnya dan menggapai syafaatnya. Ya Allah, jadikanlah ia pemberi syafaatku dan jalan yang terang menuju ke (haribaan)-Mu, serta bantulah aku untuk mengikutinya sehingga aku menjumpai-Mu pada hari kiamat dalam keadaan rida terhadapku dan melupakan dosa-dosaku, sedangkan Engkau telah memastikan rahmat dan keridaan-Mu terhadapku serta telah menempatkanku di rumah, keabadian dan tempat orang-orang yang baik.



...................

Amalan Bulan Sya’ban

1-Membaca istighfar. Istighfar (mohon ampunan) merupakan doa dan zikir paling utama di bulan ini. Barangsiapa ‎beristighfar ‎‎(mohon ampunan kepada Allah atas dosa-dosanya) pada bulan ini sebanyak 70 kali, dia ‎seperti orang ‎yang memohon ampunan kepada Allah sebanyak 70 ribu kali pada bulan-bulan lainnya. Istighfar yang bisa dibaca di antaranya

اَسْتَغْفِرُاللهَ وَ اَسْئَلُهُ التَّوْبَةَ

Astaghfirullaha wa as aluhut taubah

aku mohon ‎ampunan Allah dan minta taubat kepada-Nya.

atau,

اَسْتَغْفِرُاللهَ الَّذى لا اِلهَ اِلاّ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحیمُ الْحَىُّ الْقَیّوُمُ وَ اَتُوبُ اِلَیْهِ

Astaghfirullaha alladzi lâilâha illa huwa al-rahmân al-‎rahîm al-hayyu al-qayyûm wa atûbu ilaihi

(Aku mohon ampunan Allah yang Mahakasih, Mahasayang, ‎Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus [makhluk-Nya], dan aku bertaubat kepada-Nya). ‎

2-Hendaknya seseorang bersedekah pada bulan ini, meskipun dengan separuh butir kurma, ‎niscaya Allah menjauhkan jasadnya dari jilatan api neraka.

3-Membaca wirid berikut ini sebanyak 1.000 kali di bulan Sya’ban:

لا اِلهَ اِلا اللهُ وَلا نَعْبُدُ اِلاّ اِیّاهُ مُخْلِصینَ لَهُ الدّینَ وَ لَوُ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Lâ ilâha illallahu, wa lâ ‎na’budu illa iyyâhu mukhlishîna lahud dîna walau karihal musyrikûn.

Amalan mulia ini mengandungi ‎pahala yang agung. Pahala ibadah selama seribu tahun ditetapkan bagi orang yang melakukannya.‎

4- Mengerjakan shalat 2 rakaat setiap hari Kamis di bulan Sya’ban. Pada rakaat pertama, baca ‎surat al-Fatihah sekali dan al-Ikhlas 100 kali. Usai salam, lanjutkan dengan membaca shalawat 100 kali. ‎Barangsiapa mengerjakan amalan ini, niscaya Allah memenuhi segala kebutuhan agama dan dunianya.

5-Disunahkan pula berpuasa pada hari ini. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Langit menghias diri pada ‎setiap hari Kamis di bulan Sya’ban. Kemudian para malaikat berkata, ‘Tuhan kami, ampunilah dosa ‎orang yang berpuasa di hari ini dan kabulkanlah doanya.'” Hadis lain menjelaskan, “Barangsiapa ‎berpuasa pada hari Senin dan Kamis di bulan Sya’ban, niscaya 20 kebutuhan dunia dan 20 kebutuhan ‎akhirat dipenuhi Allah untuknya.”‎

6-Hendaknya memperbanyak shalawat kepada Nabi dan keluarga sucinya pada bulan ini.‎

7-Membaca shalawat yang diajarkan oleh Imam Ali Zainal Abidin setiap matahari tergelincir ‎‎(waktu Zuhur) selama bulan Sya’ban dan pada malam pertengahan bulan mulia ini (nisfu Sya’ban).‎

8-Membaca munajat Sya’baniyah. Ibnu Khalawaih meriwayatkan, “Munajat Sya’baniyah ‎merupakan munajat yang dipanjatkan oleh Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib dan para imam suci pada ‎bulan Sya’ban.”‎

...............

Munajat Imam Ali bin Abi Thalib (sa) ini sangat dianjurkan untuk dibaca selama di bulan Sya’ban.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Allâhumma shali ‘alâ Muhammadin wa âli Muhammad, wasma’ du’âî idzâ da’awta, wasma’ nidâî idzâ nâdaytuka, wa aqbil ‘alaya idzâ nâjaytuka.

Ya Allah sampaikan salawat kepada Muhammad dan Keluarga Muhammad. Dengarlah doaku, ketika aku berdoa pada-Mu. Dengarlah seruanku, ketika aku menyeru-Mu. Hampiri daku, ketika aku memanggil-Mu.

Faqad harabtu ilayka, wa waqaftu bayna yadayka mustakînan laka, mutadharri’an ilayka, râjiyan limâ ladayka tsawâbî.

Aku telah lari menuju-Mu, berhenti di hadapan-Mu, bersimpuh pada-Mu, berserah diri pada-Mu, mengharapkan pahalaku dari hadirat-Mu.

Wa ta’lamu mâ fî nafsî, wa takhburu hâjatî, wa ta’rifu dhamîrî, wa lâ yakhfâ ‘alayka amru munqalabî wa matswâyâ, wa mâ urîdu an ubdia bihi min manthiqî, wa atafawwahu hibi min thalibathî, wa arjûhu li’âqibatî.

Engkau ketahui apa yang ada dalam diriku, Engkau kenali segala keperluanku, Engkau arif akan apa yang tergetar dalam hatiku, tak tersembunyi bagi-Mu urusan kepulangan dan kembaliku, dan apa yang ingin aku ungkapkan semuanya dari mulutku dan aku ucapkan dengan keinginanku dan mengharapkannya untuk hari akhirku.

Wa qad jarat maqâdiruka ‘alayya yâ Sayyidî fîmâ yakûnu minnî ilâ âkhiri ‘umrî min sarîratî wa ‘alâniyatî, wa biyadika lâ iyadi ghayrika ziyâdatî wa naqshî, wa naf’î wa dhurrî.

Sudah berlaku ketentuan-Mu padaku, duhai Junjunganku, apa yang terjadi padaku sampai akhir umurku, baik yang tersembunyi maupun yang tampak padaku; pada tangan-Mu bukan pada tangan selain-Mu, kelebihanku dan kekuranganku, manfaatku dan madaratku.

Ilâhî in haramtanî faman dzalladzî yarzuqunî, wa in khadzaltanî faman dzalladzî yanshurunî.

Tuhanku, jika sekiranya Engkau menahan rezekiku, siapa lagi yang akan memberikan rezeki padaku. Jika Engkau mengabaikan aku, siapa lagi yang akan membelaku.

Ilâhî a’ûdzu bika min ghadhabika wa hulûli sakhathika. Ilâhî in kuntu ghayra musta’hilin lirahmatika fa Anta ahlun an tajûda ‘alayya bi-fadhli sa’atika.

Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari marah-Mu dan terlepasnya murka-Mu. Tuhanku, jika aku tidak layak memperoleh kasih-Mu, Engkau sangat layak untuk memberikan anugerah kepadaku dengan keluasan karunia-Mu.

Ilâhî ka-annî binafsî wâqifaun bayna yadayka wa qad azhallahâ husnu tawakkulî ‘alayka, faqulta mâ Anta ahluhu, wa taghammadtanî bi’afwika.

Tuhanku, seakan diriku telah tersungkur di hadapan-Mu, dan sebaik-baiknya kepasrahanku pada-Mu telah menaungi aku, lalu Engkau berkata apa yang layak Engkau katakan dan Kau liputi aku dengan ampunan-Mu.

Ilâhî in ‘afawta faman awlâ minka bidzâlika, wa in kâna qad danâ ajalî wa lam yudninî minka ‘amalî faqad ja’altul iqrâra bidz-dzanbi ilayka wasîlatî.

Tuhanku, jika Engkau ampuni aku siapa lagi yang lebih pantas melakukannya selain-Mu. Jika sekiranya ajalku sudah dekat, tetapi amalku tidak mendekatkanku kepadaMu, telah aku jadikan pengakuan dosa ini sebagai wasilahku kepada-Mu.

Ilâhî qad jurtu ‘alâ nafsî fin-nazhari laha, falahal waylu illam taghfir lahâ.

Tuhanku, aku telah berbuat zalim dalam memandang diriku. Celaka sudah diriku, jika saja Engkau tidak mengampuninya.

Ilâhî lam yazal birruka ‘alayya ayyâma hayâtî falâ taqtha’ birraka ‘annî fî mamâtî.

Tuhanku, tidak henti-hentinya kebaikan-Mu mengalir padaku hari-hari hidupku, maka jangan putuskan kebaikan-Mu padaku pada hari kematianku.

Ilâhî kayfa âyasu min husni nazharikalî ba’da mamâtî, wa Anta lam tuwallinî illal jamîla fî hayâtî.

Tuhanku, bagaimana mungkin aku berputus asa pada pandangan baikku kepada-Mu setelah kematianku, padahal Engkau tidak memberikan kepadaku selain yang indah saja dalam hidupku.

اِلَهِي تَوَلَّ مِنْ اَمْرِي مَا اَنْتَ اَهْلُهُ، وَعُدْ عَلَيَّ بِفَضْلِكَ عَلَى مُذْنِبٍ قَدْ غَمَرَهُ جَهْلُهُ

Ilâhî tawalla min amrî mâ Anta ahluhu, wa ‘ud ‘alayya bifadhlika ‘alâ mudznibin qad ghamara jahluhu.

Tuhanku, perlakukanlah aku apa yang Engkau layak melakukannya. Kembalilah

kepadaku dengan karunia-Mu yang Kauberikan kepada pendosa yang sudah dipenuhi kebodohannya.

اِلَهِي قَدْ سَتَرْتَ عَلَيَّ ذُنُوبًا فِي الدُّنْيَا وَاَنَا اَحْوَجُ اِلَى سَتْرِهَا عَلَيَّ مِنْكَ فِي اْلاُخْرَى، اِذْ لَمْ تُظْهِرْهَا ِلاَحَدٍ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ، فَلاَ تَفْضَحْنِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُؤُوسِ اْلاَشْهَادِ

Ilâhî qad satarta ‘alayya dzunûban fid dun-yâ wa anâ ahwaju ilâ satrihâ ‘alayya minka fil âkhirah, idz lam tuzhhihâ liahadin min ‘ibâdikash shâlihîn, falâ tafdhahnî yawmal qiyâmati ‘alâ ruûsil asyhâdi.

Tuhanku, jika telah Kaututupi dosa-dosaku di dunia, padahal aku sangat memerlukan penutupan pada hari akhirat nanti, karena Engkau tidak menampakkannya di hadapan orang-orang yang saleh, maka jangan mempermalukan aku pada hari kiamat dihadapan para saksi.

اِلَهِي جُودُكَ بَسَطَ اَمَلِي، وَعفْوُكَ اَفْضَلُ مِنْ عَمَلِي، اِلَهِي فَسُرَّني بِلِقَائِكَ يَوْمَ تَقْضِي فِيهِ بَيْنَ عِبَادِكَ

Ilâhî jûduka basatha amalî, wa ‘afwuka afdhalu min ‘amalî. Ilâhî fasurranî biliqâika yawma taqdhî fîhi bayna ‘ibâdika.

Tuhanku, anugrah-Mu meluaskan harapku; Maaf-Mu lebih utama dari amalku.

Tuhanku, bahagian aku ketika berjumpa dengan-Mu pada hari kautetapkan keputusan di antara hamba-hamba-Mu.

اِلَهىِ اعْتِذَارِي اِلَيْكَ اعْتِذَارُ مَنْ لَمْ يَسْتَغْنِ عَنْ قَبُولِ عُذْرِهِ، فَاقْبَلْ عُذْرِي يَا اَكْرَمَ مَنِ اعْتَذَرَ اِلَيْهِ الْمُسِيئُونَ

Ilâhî I’tidzâî ilayka i’tidzâru man lam yastaghni ‘an qabûli ‘udzrihi, faqbal ‘udzrî ya Akrama mani’tadzara ilayhil musîûna.

Tuhanku, permohonan maafku kepada-Mu adalah permohonan seseorang yang sangat memerlukan penerimaan permohonannya. Terimalah permohonan maafku. Wahai yang paling pemurah untuk dimohonkan oleh para pendosa.

اِلَهِي لاَ َتَرُدَّ حَاجَتِي، وَلاَ تُخَيِّبْ طَمَعِي، وَلاَ تَقْطَعْ مِنْكَ رَجَائِي وَاَمَلِي

Ilâhî lâ tarudda hâjatî, wa lam tukhayyib thama’î, wa lâ taqtha’ minka rajâî wa amalî.

Tuhanku, janganlah kau tolakkan keperluanku, jangan Kau sia-siakan kedambaanku, jangan kau putuskan dari-Mu harapanku dan cita-citaku.

اِلَهِي لَوْ اَرَدْتَ هَوَانِي لَمْ تَهْدِنِي، وَلَوْ اَرَدْتَ فَضِيحَتِي لَمْ تُعَافِنِي

Ilâhî law aradta hawânî lam tahdinî, wa law aradta fadhîhatî lam tu’âfinî.

Tuhanku, sekiranya Engkau ingin menjatuhkan aku, tentulah Engkau tidak memberikan petunjuk kepadaku; sekiranya Engkau ingin mempermalukanku, tentulah Engkau tidak menyelamatkan daku.

اِلَهِي مَا اَظُنُّكَ تَرُدُّنِي فِي حَاجَة قَدْ اَفْنَيْتُ عُمْرِي فِي طَلَبَهَا مِنْكَ

Ilâhî mâ azhunnuka taraddunî fî hâjatin qad afnaytu ‘umrî fi thalabaha minka.

Tuhanku, tak pernah aku mengira Engkau akan menolak keperluan yang untuk

memperolehnya dari sisi-Mu telah kuhabiskan seluruh umurku.

اِلَهِي فَلَكَ الْحَمْدُ اَبَدًا اَبَدًا دَائِمًا سَرْمَدًا، يَزِيدُ وَلاَ يَبِيدُ كَمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى

Ilâhî falakal hamdu Abadan Abadan dâiman sarmadâ, yazîdu wa lâ yubîdu kamâ tuhibbu wa tardhâ

Tuhanku, bagi-Mu segala sanjung dan puja, selama-lamanya, sanjugan yang kekal abadi, berlansung terus, tak pernah habis, sanjung-puja seperti yang Engkau cintai dan Engkau ridhai.

اِلَهِي اِنْ اَخَذْتَنِي بِجُرْمي اَخَذْتُكَ بِعَفْوِكَ، وَاِنْ اَخَذْتَنِي بِذُنُوبِي اَخَذْتُكَ بِمَغْفِرَتِكَ، وَاِنْ اَدْخَلْتَنِي النَّارَ اَعْلَمْتُ اَهْلَهَا اَنِّي اُحِبُّكَ

Ilâhî in akhadztanî bijurmî akhadztuka bi’afwika, wa in akhadztanî bidzunûbî akhadztuka bimaghfiratika, wa in adkhaltanin nâra a’lamtu ahlahâ annî uhibbuka.

Tuhanku, jika Engkau menuntutku karena kesalahanku, aku akan menuntut-Mu dengan maaf-Mu; jika Engkau menuntutku dengan dosaku, aku akan menuntut-Mu dengan ampunan-Mu; jika Engkau memasukkan aku ke dalam neraka, aku akan memberitahukan kepada para penghuninya bahwa aku mencintai-Mu.

اِلَهِي اِنْ كَانَ صَغُرَ فِي جَنْبِ طَاعَتِكَ عَمَلِي فَقَدْ كَبُرَ فِي جَنْبِ رَجَائِكَ اَمَلِي

Ilâhî in kâna shaghura fî janbi thâ’atika ‘amalî faqad kabura fî janbi rajâka amalî.

Tuhanku, jika amalku kecil disamping ketaatanku padamu, kedambaanku besar di samping harapanku kepada-Mu.

اِلَهِي كَيْفَ اَنْقَلِبُ مِنْ عِنْدِكَ بِالْخَيْبَةِ مَحْرُومًا، وَقَدْ كَانَ حُسْنُ ظَنِّي بِجُودِكَ اَنْ تَقْلِبَنِي بِالنَّجَاةِ مَرْحُومًا

Ilâhî kayfa anqalibu min ‘indika bil-khayabati mahrûmâ, wa qad kâna husnu zhannî bijûdika an taqlidanî bin-najâti marhûmâ.

Tuhanku, bagaimana mungkin aku kembali dari hadirat-Mu dengan tangan hampa yang Kautolakkan, padahal sangka baikku akan anugrah-Mu pastilah mengembalikanku dengan keselamatan dan rahmat-Mu yang Kaucurahkan.

اِلَهِي وَقَدْ اَفْنَيْتُ عُمْرِي فِي شِرَّةِ السَّهْوِ عَنْكَ، وَاَبْلَيْتُ شَبَابِي فِي سَكْرَةِ التَّبَاعُدِ مِنْكَ،

Ilâhî wa qad afnaytu ‘umrî fî syirratis sahwi ‘anka, wa ablaytu syabâbî fî sakratit tabâ’udi minka.

Tuhanku, sudah aku habiskan umurku tengelam dalam kelalaian kepada-Mu; telah aku hancurkan kemudaanku dalam kemabukan keterasingan dari-Mu.

اِلَهِي فَلَمْ اَسْتَيْقِظْ اَيَّامَ اغْتِرَارِي بِكَ وَرُكُونِي اِلَى سَبيلِ سَخَطِكَ

Ilâhî falam astayqazhu ayyâmaghtirârî bika wa rukûnî ilâ sabîli sakhatika.

Tuhanku, maka aku tidak bangun dari hari-hari ketertipuanku dan keterperosokanku pada jalan kemurkaan-Mu.

اِلَهِي وَاَنَا عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ قَائِمٌ بَيْنَ يَدَيْكَ، مُتَوَسِّلٌ بِكَرَمِكَ اِلَيْكَ

Ilâhî wa anâ ‘abduka wabnu ‘abdika qâimun bayna yadayka, mutawassilun bikaramika ilayka.

Tuhanku, inilah aku hamba-Mu anak hamba-Mu menghadap-Mu bertawasul kepada-Mu dengan kemurahan-Mu.

اِلَهِي اَنَا عَبْدٌ اَتَنَصَّلُ اِلَيْكَ، مِمَّا كُنْتُ اُوَاجِهُكَ بِهِ مِنْ قِلَّةِ اسْتِحْيَائِي مِنْ نَظَرِكَ، وَاَطْلُبُ الْعَفْوَ مِنْكَ اِذِ الْعَفْوُ نَعْتٌ لِكَرَمِكَ

Ilâhî ana ‘abdun atanashshalu ilayka, mimmâ kuntu uwâjihuka bihi min qillatistihyâî min nazharika, wa athlubul ‘afwa minka idzil ‘afwu na’tun likaramika.

Tuhanku, akulah seorang hamba yang meninggalkan segala keadaan duka ketika menghadap-Mu dengan sedikitnya rasa maluku akan pandangan-Mu; aku mencari ampunan dari-Mu, karena ampunan adalah sifat kemurahan-Mu.

اِلَهِي لَمْ يَكُنْ لِي حَوْلٌ فَانْتَقِلَ بِهِ عَنْ مَعْصِيَتِكَ اِلاَّ فِي وَقْتٍ اَيْقَظْتَنِي لِمَحَبَّتِكَ، وَكَمَا اَرَدْتَ اَنْ اَكُونَ كُنْتُ، فَشَكَرْتُكَ بِاِدْخَالِي فِي كَرَمِكَ، وَلِتَطْهِيرِ قَلْبِي مِنْ اَوْسَاخِ الْغَفْلَةِ عَنْكَ

Ilâhî lam yakunlî hawlun fantaqila bihi ‘an ma’shiyatika illâ fî waqtin ayqazhtanî limahabbatika, wa kamâ aradtu an akûna kuntu, fasyakartuka bi-idkhâlî fî karamika, wa litathhîri qalbî min awsâkhil ghaflati ‘anka.

Tuhanku, aku tidak punya kekuatan untuk meninggalkan maksiatku kepada-Mu kecuali pada waktu Engkau bangunkan aku untuk mencintai-Mu. Dan sebagaimana Engkau inginkan aku untuk menjadi aku seperti sekarang ini, maka aku bersyukur kepada-Mu.karena Engkau telah memasukkan aku dalam anugrah-Mu dan karena Engkau telah membersihkan hatiku dari noda kelalaian pada-Mu.

اِلَهِي اُنْظُرْ اِلَيَّ نَظَرَ مَنْ نَادَيْتَهُ فَاَجَابَكَ، وَاْستَعْمَلْتَهُ بِمَعونَتِكَ فَاَطَاعَكَ، يَا قَرِيبًا لاَ يَبْعُدُ عَنِ المُغْتَرِّ بِهِ، وَيَا جَوَادًا لاَ يَبْخَلُ عَمَّنْ رَجَا ثَوَابَهُ

Ilâhî unzhur ilayya nazhara man nâdaytahu fa ajâbaka, wasta’maltuhu bima’ûnatika fa athâ’aka, yâ qarîban lâ yab’udu ‘anil mughtarri bhi, yâ jawâdan lâ yabkhalu ‘amman raja tsawâbahu.

Tuhanku, pandanglah daku seperti Engkau memandang orang yang Kau panggil dia lalu dia menjawab panggilan-Mu, yang Kau bimbing dia dengan bantuan-Mu lalu ia mantaati-Mu. Wahai Yang Dekat dan tidak menjauh dari orang yang kebingungan karenanya. Wahai Yang Pemurah tidak bakhil kepada siapapun yang mengharapkan pahalanya.

اِلَهِي هَبْ لِي قَلْبًا يُدْنِيهِ مِنْكَ شَوْقُهُ، وَلِسَانًا يُرْفَعُ اِلَيْكَ صِدْقُهُ، وَنَظَرًا يُقَرِّبُهُ مِنْكَ حَقُّهُ

Ilâhî hablî qalban yudnîhi minka syawquhu, wa lisânan yurfa’u ilayka shidqihu, wa nazharan yuqarribuhu mnka haqquhu.

Tuhanku, anugrahkan kepadaku hati yang kerinduannya mendekatkannya kepada-Mu dan lidah yang ketulusannya mengankatnya kepada-Mu dan padangan yang kebenarannya mendekatkanya pada-Mu

اِلَهِي إنَّ مَنْ تَعَرَّفَ بِكَ غَيْرُ مَجْهُولٍ، وَمَنْ لاَذَ بِكَ غَيْرُ مَخْذُولٍ، وَمَنْ اَقْبَلْتَ عَلَيْهِ غَيْرُ مَمْلُولٍ

Ilâhî inna man ta’arrafa bika ghayra majhûlin, wa man lâdza bika ghayra makhdzûl, wa man aqlabta ‘alayhi ghayra mamlûl.

Tuhanku, sungguh orang yang mengenal-Mu tidak akan diabaikan, yang berlindung kepada-Mu tidak akan dilalaikan dan orang yang Kau hampiri tidak akan dibiarkan.

اِلَهِي اِنَّ مَن انْتَهَجَ بِكَ لَمُسْتَنِيرٌ، وَاِنَّ مَنِ اعْتَصَمَ بِكَ لَمُسْتَجِيرٌ، وَقَدْ لُذْتُ بِكَ

Ilâhî inna manintahaja bika lamustanîr, wa inna man’tashama bika lamutajîr, wa qad ludztu bika.

Tuhanku, sesungguhnya orang yang mengambil jalan-Mu akan mendapat pencerahan,

orang yang berpegang kepada-Mu akan memperoleh perlindungan. Sungguh aku telah berlindung kepada-Mu.

يا اِلَهِي فَلاَ تُخَيِّبْ ظَنّي مِنْ رَحْمَتِكَ، وَلاَ تَحْجُبْنِي عَنْ رَأفَتِكَ

Yâ Ilâhî falâ tukhayyib zhannî min rahmatika, wa lâ tahjubnî ‘an rahmatika.

Duhai Tuhanku, janganlah Kau sia-siakan sangkaku akan kasih sayang-Mu, jangan Kau halangi aku dari santunan-Mu.

اِلَهِي اَقِمْنِي فِي اَهْلِ وِلاَيَتِكَ مَقَامَ مَنْ رَجَا الزِّيادَةَ مِنْ مَحَبَّتِكَ

Ilâhî aqimnî fî ahli wilâyatika maqâma man rajaz ziyâdata min mahabbatika.

Tuhanku, tempatkan daku di antara para kekasih-Mu, pada tempat orang yang mengharapkan tambahan kecintaan-Mu.

اِلَهِي وَاَلْهِمْنِي وَلَهًا بِذِكْرِكَ اِلَى ذِكْرِكَ، وَهَمَّتِي فِي رَوْحِ نَجَاحِ اَسْمَائِكَ وَمَحَلِّ قُدْسِكَ

Ilâhî wa alhimnî bidzikrika ilâ dzikrika, wa hammanî fî rawhi najâhi asmâika wa mahalli qudsika.

Tuhanku, ilhamkan kepadaku kerinduan untuk berzikir kepada-Mu setelah berzikir kepada-Mu. Ilhamkan kepadaku keinginan untuk berada pada suka cita kebahagiaan asma-Mu dan tempat kesucian-Mu.

اِلَهِي بِكَ عَلَيْكَ إلاَّ اَلْحَقْتَنِي بِمَحَلِّ اَهْلِ طَاعَتِكَ، وَالْمَثْوَيَ الصَّالِحِ مِنْ مَرْضَاتِكَ، فَاِنِّي لاَ اَقْدِرُ لِنَفْسِي دَفْعًا، وَلاَ اَمْلِكُ لَهَا نَفْعًا

Ilâhî bika ‘alayka illâ alhaqtanî bimahalli ahli thâ’atika, wal matswash shâlihi min mardhâika, fainnî lâ aqdiru linafsî daf’â, wa lâ amliku lahâ naf’â.

Tuhanku, karena-Mu dan hanya dengan ketentuan-Mu Engkau masukkan aku pada tempat orang yang mentaati-Mu dan tempat yang baik dari keridhaan-Mu; karena aku tidak mampu melindungi diriku dan tidak sanggup memberikan manfaat padanya.

اِلَهِي اَنَا عَبْدُكَ الضَّعِيفُ الْمُذْنِبُ، وَمَمْلُوكُكَ الْمُنِيبُ، فَلاَ تَجْعَلْنِي مِمَّنْ صَرَفْتَ عَنْهُ وَجْهَكَ، وَحَجَبَهُ سَهْوُهُ عَنْ عَفْوِكَ

Ilâhî ana ‘abdukadh dha’îful mudznib, wa mamlûkukal munîb, falâ taj’alnî mimman sharafta ‘anhu wajhaka, wa hajabuhu sahwuhu ‘an ‘afwika.

Tuhanku, akulah hamba-Mu yang lemah penuh dosa dan milik-Mu yang penuh noda; janganlah Engkau jadikan daku termasuk orang yang Engkau palingkan wajah-Mu daripadanya dan yang kelalaiannya telah menghalangi dari maaf-Mu.

اِلَهِي هَبْ لِي كَمَالَ اْلانْقِطَاعِ اِلَيْكَ، وَاَنِرْ اَبْصَارَ قُلُوبِنَا بِضِيَاءِ نَظَرِهَا اِلَيْكَ، حَتَّى تَخْرِقَ اَبْصَارُ الْقُلُوبِ حُجُبَ النُّور،ِ فَتَصِلَ اِلى مَعْدِنِ الْعَظَمَةِ، وَتَصِيرَ اَرْوَاحُنَا مُعَلَّقَةً بِعِزِّ قُدْسِكَ

Ilâhî hablî kamâlal inqithâ’I ilayka, wa anir abshâra qulûbinâ bidhiyâi zharihâ ilayka, hattâ takhriqa abshârul qulûbi hujaban nûr, fatashila ilâ ma’danil ‘azhamah, wa tashîra arwâhunâ mu’allaqatan bi’izzi qudsika.

Tuhanku, anugrahkan kepadaku kesempurnaan kebergantungan kepada-Mu, terangilah pandangan hati kami dengan cahaya penghilatan kepada-Mu, sehingga mata hati kami menyobekkan tirai-tirai cahaya dan mengantarkan kami pada mahligai kebeseran-Mu dan arwah kami bergantung pada keagungan kesucian-Mu.

اِلَهِي وَاْجَعَلْنِي مِمَّنْ نَادَيْتَهُ فَاَجَابَكَ، وَلاَحَظْتَهُ فَصَعِقَ لِجَلاَلِكَ، فَنَاجَيْتَهُ سِرّاً وَعَمِلَ لَكَ جَهْرًا

Ilâhî waj’alnî mimman nâdaytahu fa ajâbaka, wa lâhazhtahu fasha’iqa lijalâlika, fanâjaytahu sirran wa ‘amala laka jahran.

Tuhanku, jadikan aku orang yang Kau panggil dia dan dia menjawab panggilan-Mu; yang Kau perhatikan dia, sehingga ia bergetar karena kebesaran-Mu, Engkau sambut dia secara rahasia dan ia beramal karena-Mu secara terbuka.

اِلَهِي لَمْ اُسَلِّطْ عَلَى حُسْنِ ظَنِّي قُنُوطَ اْلاِيَاسِ، وَلاَ انْقَطَعَ رَجَائِي مِنْ جَمِيلِ كَرَمِكَ

Ilâhî lam usallith ‘alâ husni zhannî qunûthal iyâs, wa lanqatha’a rajâî min jamîli karamika.

Tuhanku, aku tidak biarkan keputusasaan mengalahkan sangka baikku kepada-Mu dan tidak berputus harapanku akan keindahan kemurahan-Mu.

اِلَهِي اِنْ كَانَتِ الْخَطَايَا قَدْ اَسْقَطَتْنِي لَدَيْكَ، فَاصْفَحْ عَنِّي بِحُسْنِ تَوَكُّلِي عَلَيْكَ

Ilâhî in kânatil khathâyâ qad asqathatnî ladayka, fashfah ‘annî bihusni tawakkulî ‘alayka.

Tuhanku, jika kesalahan telah menjatuhkan aku dari sisi-Mu, maka maafkanlah daku dengan seluruh kepasrahanku kepada-Mu.

اِلَهِي اِنْ حَطَّتْنِي الذُّنُوبُ مِنْ مَكَارِمِ لُطْفِكَ، فَقَدْ نَبَّهَنِي الْيَقينُ اِلَى كَرَمِ عَطْفِكَ

Ilâhî in haththatnidz dzunûbu min makârimi luthfika, faqad nabbahanil yaqînu ilâ karami ‘athfika.

Tuhanku, jika dosa-dosa melemparkan aku dari kemuliaan anugrah-Mu, keyakinan telah mengangkatku kepada kemurahan kasih-Mu.

اِلَهِي اِنْ اَنَامَتْنِى الْغَفْلَةُ عَنِ اْلاِسْتِعْدَادِ لِلِقَائِكَ، فَقَدْ نَبَّهَنِي الْمَعْرِفَةُ بِكَرَمِ آلاَئِكَ

Ilâhî in anâmatnil ghaflata ‘anil isti’dâdi liliqâika, faqad nabbahanil ma’rifatu bikarami âlâika.

Tuhanku, jika kelalaian telah menidurkan daku dari persiapan untuk menemui-Mu, telah mambangunkan aku pengtahuan akan kemurahan anugrah-Mu.

اِلَهِي اِنْ دَعَانِي اِلَى النَّارِ عَظِيْمُ عِقَابِكَ، فَقَدْ دَعَانِي اِلَى الْجَنَّةِ جَزِيلُ ثَوَابِكَ

Ilâhî in da’ânî ilan nâri ‘azhîmu ‘iqâbika, faqad da’ânî ilal jannati jazîlu tsawâbika.

Tuhanku, jika besarnya hukuman-Mu telah memanggilku ke neraka, limpahan karunia-Mu telah memanggilku ke surga.

اِلَهِي فَلَكَ اَسْأَلُ وَاِلَيْكَ اَبْتَهِلُ وَاَرْغَبُ، وَاَسْاَلُكَ اَنْ تُصَلِّيَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَاَنْ تَجْعَلَنِي مِمَّنْ يُدِيمُ ذِكَرَكَ، وَلاَ يَنْقُضُ عَهْدَكَ، وَلاَ يَغْفُلُ عَنْ شُكْرِكَ، وَلاَ يَسْتَخِفُّ بِاَمْرِكَ

Ilâhî falaka as-alu wa ilayka abtahilu wa arghabu, wa as-aluka an tushalliya ‘alâ Muhammadin wa âli Muhammad, wa an taj’alanî mimman yudîmu dzikraka, wa lâ yanqudhu ‘ahdaka, wa lâ yaghfulu ‘an syukrika, wa lâ yastakhiffu bamrika.

Tuhanku, kepada-Mu aku bermohon, kepada-Mu aku berpasrah dan berserah diri. Aku bermohon kepada-Mu agar Kau sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Aku bermohon kepadamu agar Kau jadikan aku termasuk orang yang selalu berzikir kepada-Mu, tidak melanggar perjanjian-Mu, tidak lalai dari bersyukur pada-Mu, tidak menganggap enteng perintah-Mu.

اِلَهِي وَاَلْحِقْنِي بِنُورِ عِزِّكَ اْلاَبْهَجِ، فَاَكُونَ لَكَ عَارِفًا، وَعَنْ سِوَاكَ مُنْحَرِفًا، وَمِنْكَ خَائِفًا مُرَاقِبًا، يَا ذَالْجَلاَلِ وَاْلاِكْرَامِ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّد رَسُولِهِ وَآلِهِ الطَّاهِرينَ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا

Ilâhî wa alhiqnî binûri ‘izzikal abhaj, wa akûna laka ‘ârifan, wa ‘an siwâka munharifâ, wa minka khâifan murâqibâ, yâ Dzal jalâli wal ikrâm, wa shallallâhu ‘alâ Muhammadin rasûlihi wa âlihith thâhirîna wa sallama taslîman katsîrâ.

Tuhanku, gabungkan aku dengan cahaya keagungan-Mu yang cemerlang, sehingga aku menjadi orang yang mengenal-Mu dan berpaling dari selain-Mu, serta takut dan selalu merasa diawasi-Mu, wahai Pemilik keagumgan dan kebaikan. Semoga Allah menyampaikan shalawat kepada Muhammad rasul-Nya dan keluarganya yang suci dan semoga Allah melimpahkan salam kepadanya sebanyak-banyaknya

9-Malam nisfu Sya’ban.Di antara keagungan malam penuh berkah ini adalah bahwa ia merupakan hari kelahiran Sang ‎Penguasa masa dan Imam Zaman (al-Mahdi)–semoga jiwa kita rela berkorban demi beliau. Imam ‎Mahdi as dilahirkan pada waktu pagi, tahun 255 H di Samara, Iraq. Kelahiran ini menambah kemuliaan ‎dan keutamaan malam ini.

10-Amalan Hari-hari Terakhir Bulan Sya’ban. Imam Ali al-Ridha berkata, “Barangsiapa berpuasa tiga hari pada akhir bulan Sya’ban dan ‎menyambungnya dengan bulan Ramadhan, niscaya Allah yang Mahatinggi menetapkan baginya puasa ‎dua bulan berturut-turut.”‎


 

Tidak diragukan lagi bahwa sebagian waktu lebih utama dari sebagian yang lain. Semua detik-detik di sepanjang bulan Ramadhan, malam Lailatul Qadar, malam Bitsat (pengutusan) Nabi Saw, Hari Raya Ghadir dan… adalah termasuk momen-momen yang sarat keutamaan. Akan tetapi, terlepas dari kemuliaan inheren yang dimiliki oleh sebagian hari, ada peristiwa-peristiwa penting yang turut menambah keagungan hari-hari tersebut. Pertengahan bulan Sya'ban juga termasuk di antara hari-hari yang paling mulia dan diagungkan dalam Islam, dan kemuliaan itu semakin lengkap dengan peristiwa kelahiran Imam Mahdi as.

Masyarakat akan memperoleh keberkahan terbesar dengan kelahiran seorang wali Allah Swt, sebab ia adalah manusia terbaik di muka bumi dan kehadirannya akan menebarkan berkah bagi semua penduduk planet ini. Imam Mahdi as dilahirkan pada waktu sahar tanggal 15 Sya'ban tahun 255 Hijriyah.

Pada intinya, ada banyak kesamaan antara keutamaan malam Nisfu Sya'ban dan malam Lailatul Qadar. Mengenai keutamaan malam Nisfu Sya'ban, Imam Muhammad al-Baqir as berkata, "Malam itu adalah malam yang paling mulia setelah Lailatul Qadar. Pada malam itu, Allah akan menganugerahkan keutamaannya kepada para hamba dan dengan kedermawanannya, Dia akan mengampuni dosa-dosa mereka. Oleh karena itu, berusahalah untuk mendekatkan diri kepada Allah pada malam itu, malam di mana Tuhan telah berjanji bahwa orang yang meminta kepada-Nya tidak akan kembali dengan tangan hampa, kecuali ia meminta sesuatu yang mengandung dosa."

Ada banyak amalan yang khusus dilakukan pada bulan Sya'ban. Namun, beberapa dari mereka juga dikerjakan pada bulan-bulan lain dan bersifat umum. Semua amalan itu bertujuan untuk mensucikan diri dan mengantar manusia menuju pada kesempurnaan. Mandi adalah salah satu amalan umum yang dilakukan untuk menyambut hari-hari tertentu sepanjang tahun, termasuk malam pertengahan bulan Sya'ban. Mandi adalah mencuci seluruh anggota tubuh dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Swt dan mematuhi perintah-perintah-Nya.

Sebelum memulai setiap ibadah, manusia akan mensucikan dirinya dengan air yang suci dan bersih. Pada dasarnya, mereka ingin menarik perhatian Tuhan dengan badan yang bersih dan suci. Jika seseorang telah melakukan dosa dengan penglihatannya atau dengan salah satu anggota badannya, maka dengan mensucikan anggota lahiriyahnya, ia berarti telah membuka jalan untuk membersihkan batinnya yaitu, taubat dan terbebas dari dosa.

Mengenai keutamaan malam Nisfu Sya'ban, Rasulullah Saw bersabda, "Aku tertidur di malam pertengahan Sya'ban dan kemudian Jibril datang kepadaku dan berkata, 'Wahai Muhammad! Apakah engkau tertidur di malam ini?' Aku menjawab, 'Wahai Jibril! Malam apakah ini?' Jibril berkata, 'Malam ini adalah malam pertengahan bulan Sya'ban… Wahai Muhammad! Barang siapa yang menghidupkan malam ini dengan takbir, tasbih, tahlil (لاَ إِلَهَ إِلَّا الله), berdoa, menunaikan shalat, membaca al-Quran, melakukan ibadah sunnah, dan beristighfar, maka surga akan menjadi rumah dan tempat ia kembali… malam ini adalah malam di mana tidak ada orang yang memanjatkan doa kecuali doanya dikabulkan, tidak ada orang yang memohon sesuatu kecuali permintaannya dipenuhi, tidak ada orang yang meminta ampunan kecuali dosanya diampuni, dan tidak ada orang yang bertaubat kecuali taubatnya diterima. Barang siapa yang tidak mendapatkan kebaikan di malam ini, maka ia telah kehilangan sebuah kebaikan yang besar."

Malam Nisfu Sya'ban merupakan sebuah kesempatan spiritual yang tepat dan bernilai untuk bermunajat kepada Allah Swt dan mendekatkan diri kepada-Nya di tengah kesunyian malam. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa barang siapa yang terjaga di malam itu, maka hati dia tidak akan pernah mati di hari semua hati mati. Salah satu amalan yang mendapat perhatian besar dari semua mazhab Islam pada malam Nisfu Sya'ban adalah shalat al-khair (shalat yang baik) atau shalat al-fiyah yang di dalamnya dibacakan surat al-Ikhlas sebanyak seribu kali.

Pelaksanaan shalat tersebut menunjukkan bahwa semua mazhab baik Syiah maupun Sunni, memuliakan dan mengagungkan malam Nisfu Sya'ban. Menurut beberapa riwayat dari Rasul Saw dan Ahlul Baitnya, malam itu menyamai pahala malam Lailatul Qadar dan mereka menghidupkan malam Nisfu Sya'ban hingga subuh dengan bermunajat dan memberi makan kepada orang lain.

Seorang ulama besar, Sayid Ibn Thawus dalam bukunya, Iqbal al-'Amal, berbicara tentang masalah shalat seratus raka'at, tata cara, dan pahalanya di malam Nisfu Sya'ban. Beliau menulis, "Dalam sebuah riwayat tentang keutamaan shalat seratus raka'at – membaca surat al-Fatihah satu kali dalam setiap raka'at dan surat al-Ikhlas sepuluh kali – disebutkan bahwa Rasulullah bersabda, 'Barang siapa yang menunaikan shalat itu pada malam tersebut, Allah akan memandangnya dengan rahmat sebanyak 70 kali dan dalam setiap pandangan, 70 hajatnya akan dikabulkan, di mana yang paling kecil dari itu adalah pengampunan atas dosa-dosanya."'
...........
Perlu diketahui bahwa amalan shalat sunnah di malam nisfu Sya‘ban ini dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumiddin. Bahkan, ia menjelaskan tata caranya, mulai dari jumlah rakaat hingga bacaannya:  
وأما صلاة شعبان فليلة الخامس عشر منه يصلي مائة ركعة كل ركعتين بتسليمة يقرأ في كل ركعة بعد الفاتحة قل هو الله أحد إحدى عشرة مرة وإن شاء صلى عشر ركعات يقرأ في كل ركعة بعد الفاتحة مائة مرة قل هو الله أحد فهذا أيضاً مروي في جملة الصلوات كان السلف يصلون هذه الصلاة ويسمونها صلاة الخير ويجتمعون فيها وربما صلوها جماعة 
 Artinya, “Adapun shalat sunnah Sya‘ban adalah malam kelima belas bulan Sya‘ban. Dilaksanakan sebanyak seratus rakaat. Setiap dua rakaat satu salam. Setiap rakaat setelah Al-Fatihah membaca Qulhuwallahu ahad sebanyak 11 kali. Jika mau, seseorang dapat shalat sebanyak 10 rakaat. Setiap rakaat setelah Al-Fatihah Qulhuwallahu ahad 100 kali. Ini juga diriwayatkan dalam sejumlah shalat yang dilakukan orang-orang salaf dan mereka sebut sebagai shalat khair. Mereka berkumpul untuk menunaikannya. Mungkin mereka menunaikannya secara berjamaah,” (Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin, jilid 1, hal. 203).   Baca Juga: Hukum Merayakan Malam Nisfu Sya’ban Rupanya Al-Ghazali bukan tanpa alasan menganjurkan shalat nisfu Sya‘ban ini. Ia mendasarinya dengan riwayat Al-Hasan. 
روي عن الحسن أنه قال حدثني ثلاثون من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم إن من صلى هذه الصلاة في هذه الليلة نظر الله إليه سبعين نظرة وقضى له بكل نظرة سبعين حاجة أدناها المغفرة 
 Artinya, “Diriwayatkan dari Al-Hasan. Dikatakannya, ‘Telah meriwayatkan kepadaku tiga puluh sahabat Nabi shallalu ‘alaihi wasallam. ‘Sungguh orang yang menunaikan shalat ini pada malam ini (nisfu Sya‘ban), maka Allah akan memandangnya sebanyak tujuh puluh kali dan setiap pandangan Dia akan memenuhi tujuh puluh kebutuhan. Sekurang-kurangnya kebutuhan adalah ampunan,’’” (Lihat Ihya ‘Ulumiddin, Jilid 1, hal. 203; dan Qutul Qulub, hal. 114). Namun, pentakhrij hadits kitab Ihya ‘Ulumidddin menyatakan bahwa hadits tentang shalat malam nisfu Sya‘ban ini batil sebagaimana yang ditegaskan oleh Al-‘Iraqi dari Mazhab Syafi’i. Sementara hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari ‘Ali bin Abi Thalib–yang menyatakan, “Ketika malam pertengahan bulan Sya‘ban, maka bangunlah malam harinya dan berpuasalah di siang harinya,” – bersanad lemah. Termasuk hadits yang ditolak menurut Al-Ghumari adalah hadits tentang tata cara shalat nisfu Sya‘ban dari ‘Ali bin Abi Thalib yang menyatakan, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada malam nisfu Sya‘ban bangun dan shalat sebanyak 14 rakaat. Kemudian, setelah selesai, beliau  duduk lalu membaca Surat Al-Fatihah sebanyak 14 kali, membaca Surat Al-Ikhlas sebanyak 14 kali, membaca Al-Falaq sebanyak 14 kali, membaca Surah An-Nas sebanyak 14 kali, membaca Ayat Kursi sekali. Usai shalat, aku menanyakannya. Rasulullah menjawab, ‘Siapa saja yang menunaikan seperti apa yang aku tunaikan, maka ia akan mendapat pahala 20 haji mabrur, pahala puasa 20 tahun yang diterima.’ Hadits ini juga maudhu sebagaimana yang dinaskan oleh al-Baihaqi dan yang lain.” (Lihat: Sayyid Muhammad ibn ‘Alawi Al-Maliki, Madza fi Sya‘ban, hal. 116). Selain itu, hadits tentang shalat nisfu Sya‘ban yang berjumlah 100 rakaat juga dianggap bid‘ah oleh Imam An-Nawawi. Hal itu seperti yang dituliskannya dalam Al-Majmu‘ Syarhul Muhadzdzab. 
(الْعَاشِرَةُ) الصَّلَاةُ الْمَعْرُوفَةُ بصلاة الرغائب وهي ثنتى عَشْرَةَ رَكْعَةً تُصَلَّى بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ لَيْلَةَ أَوَّلِ جُمُعَةٍ فِي رَجَبٍ وَصَلَاةُ لَيْلَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ مِائَةُ رَكْعَةٍ وَهَاتَانِ الصَّلَاتَانِ بِدْعَتَانِ وَمُنْكَرَاتَانِ قَبِيحَتَانِ وَلَا يُغْتَرُّ بِذِكْرِ هِمَا فِي كِتَابِ قُوتِ الْقُلُوبِ وَإِحْيَاءِ عُلُومِ الدِّينِ
 Artinya, “Kesepuluh adalah shalat yang dikenal dengan Shalat Ar-Ragha’ib, yaitu 12 rakaat yang dilaksanakan antara maghrib dan isya pada malam Jumat pertama bulan Rajab dan shalat malam nisfu Sya‘ban sebanyak 100 rakaat.  Dua shalat ini adalah bid‘ah, munkar, dan buruk. Jangan tertipu dengan penyebutan dua shalat dalam kitab Qutul Qulub dan Ihya ‘Ulumiddin," (Lihat An-Nawawi, Al-Majmu‘ Syarhul Muhadzdzab, jilid 4, hal. 56). Kendati demikian, anjuran untuk menghidupkan malam nisfu Sya‘ban dengan berbagai amalan, termasuk dengan amalan shalat sunnah, tak diperdebatkan oleh An-Nawawi. Banyak keutamaan yang disebutkan dalam banyak riwayat. Salah satunya riwayat Ibnu Majah  berikut.  
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا، فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ Artinya, “Jika malam nisfu Sya‘ban datang, maka bangunlah di malam harinya, dan berpuasalah di siang harinya. Sesungguhnya Allah pada malam itu turun ke langit dunia hingga terbit malam hari. Dia berfirman, ‘Ingatlah, adakah yang memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya. Adakah yang memohon rezeki, niscaya Aku akan memberinya. Adakah yang sedang ditimpa ujian, niscaya Aku akan menyelamatkannya. Begitu seterusnya, hingga terbit fajar.’”    Walau status hadits ini lemah, namun banyak riwayat lain yang menguatkannya. Hadits yang menguatkannya antara lain adalah riwayat berikut:  
 يَطَّلِعُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلَّا لِاثْنَيْنِ: مُشَاحِنٍ، وَقَاتِلِ نَفْسٍ 
Artinya, “Allah senantiasa memperhatikan makhluk-Nya pada malam nisfu Sya‘ban. Maka Dia akan mengampuni hamba-hamba-Nya kecuali dua: hamba yang saling bermusuhan dan yang membunuh,” (HR. Ahmad). Yang jelas menghidupkan malam nisfu Sya‘ban merupakan hal yang disepakati, termasuk dengan amalan shalat sunnah. Yang dipermasalahkan oleh sebagian kalangan, termasuk oleh An-Nawawi adalah shalat sunnah nisfu Sya‘ban yang 100 dan 14 rakaat, sebab dasar dalilnya bermasalah.    Adapun mengisinya dengan shalat sunnah yang lain, seperti shalat sunnah awwabin, shalat sunnat taubat, shalat sunnah  tahajud, shalat sunnah witir, dan seterusnya, tidak dipermasalahkan. Termasuk shalat sunnah nisfu Sya‘ban yang berjumlah dua rakaat. Sebab tidaklah tercela menambahkan niat lain ke dalam suatu shalat sunnah, dengan catatan setelah ikhlas karena Allah, sebagaimana yang disebutkan oleh Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki:  
 لا يقدح في نية المصلي إذا ما نوى بعد الإخلاص لله بصلاته نية أخرى مندرجة تحت نيته الأصلية ومضافة إليها  
Artinya, “Dalam niat orang yang shalat setelah ia meniati shalatnya dengan ikhlas karena Allah, tidak tercela ada niat lain yang masuk ke dalam niat asalnya dan niat itu ditambahkan kepadanya.” Ditegaskan oleh Al-Maliki, dalam sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ada dalil yang menunjukkan hal itu. Bahkan, banyak dalil yang menganjurkan, mendorong, dan mengajak untuk melakukannya. Dalil paling sahih dalam hal ini adalah shalat istikharah, shalat sunnah tobat, shalat sunnah hajat, dan masih banyak lagi shalat sunnah dengan niat yang berbeda-beda dan untuk berbagai tujuan pribadi, kebutuhan, kepentingan, dan manfaat duniawi. Termasuk shalat sunnah safar dan shalat sunnah di malam pengantin. Secara umum, perintah shalat dua rakaat ketika memiliki suatu hajat telah disampaikan oleh Rasulullah shallllahu ‘alaihi wasallam.  
مَنْ كَانَتْ لَهُ إِلَى اللهِ حَاجَةٌ، أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فَلْيَتَوَضَّأْ وَلْيُحْسِنِ الْوُضُوءَ، ثُمَّ لِيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ لِيُثْنِ عَلَى اللهِ 
Artinya, “Siapa saja yang memiliki suatu hajat, atau kebutuhan kepada seorang bani Adam, maka wudhulah, dan membaguskan wudhunya,  kemudian shalat dua rakaat, lalu memuji Allah...” Walhasil, penambahan niat nisfu Sya‘ban pada shalat sunnah setelah berniat ikhlas karena Allah tidak ada masalah. Tidak dianggap bid‘ah. Justru sesuai dengan sunnah. Yang dianggap tak berdasar adalah shalat sunnah 100 rakaat atau 14 rakaat. Terlebih kebanyakan umat Islam di Indonesia menunaikan shalat malam nisfu Sya'ban yang dua rakaat. Lagi pula, yang perlu diperhatikan adalah keikhlasan dalam shalat sunnah. Shalat sunnah yang jelas dalilnya pun jika diniatkan ingin diperhatikan orang termasuk hal tercela sebagaimana disinggung hadits riwayat Ibnu Majah dan Al-Baihaqi.    الشِّرْكُ الْخَفِيُّ، أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي، فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ، لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ 
Artinya, Syirik yang samar itu ketika seorang laki-laki shalat, kemudian membagus-baguskan shalatnya, karena ingin melihat pandangan orang lain. (Al-Maliki, Madza fi Sya‘ban: hal. 112). 



...........

Di antara amalan khusus pada malam Nisfu Sya'ban adalah membaca doa Kumail. Doa ini dinamakan doa Kumail. Sedangkan Kumail sendiri adalah seorang sahabat Imam Ali bin Abi Thalib as yang sangat setia. Nama lengkapnya adalah Kumail bin Ziyad an-Nakhai.

Dalam Iqbal al-'Amal, Ibn Thawus mengisahkan, "Kumail an-Nakhai berkata, 'suatu kali aku duduk bersama Imam Ali di masjid Bashrah bersama sekelompok sahabat beliau. Lalu, seorang di antara mereka bertanya, ‘apa maksud ayat, ‘Pada malam itu diuraikan segala urusan yang penuh hikmah?’ (Ad-Dukhan: 4). Imam Ali menjawab, 'Malam itu malam Nisfu Sya’ban. Demi Dzat yang nyawa Ali berada di genggaman-Nya, baik-buruk segenap hamba dibagikan pada malam Nisfu Sya’ban hingga akhir tahun. Dan barang siapa yang menghidupkannya dan berdoa di waktu itu dengan doa Nabi Khidir, maka Allah akan mengabulkan doanya.’”

Malam Jumat terakhir di bulan Sya'ban juga termasuk di antara momen-momen yang penuh berkah. Demikian juga dengan puasa tiga hari menjelang berakhirnya bulan Sya'ban. Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Barang siapa yang berpuasa di tiga hari terakhir Sya'ban dan menyambungnya dengan bulan Ramadhan, maka Tuhan akan menulis pahala puasa dua bulan berturut-turutuntuknya." Dalam sejumlah riwayat disebutkan bahwa Tuhan pada malam terakhir Sya'ban – demi kemuliaan bulan Ramadhan – akan mengampuni banyak dosa hambanya.
.....................
1. Peralihan Kiblat Peralihan kiblat dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram terjadi pada bulan Sya’ban. Menurut Al-Qurthubi ketika menafsirkan Surat Al-Baqarah ayat 144 dalam kitab Al-Jami’ li Ahkāmil Qur’an dengan mengutip pendapat Abu Hatim Al-Basti mengatakan bahwa Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mengalihkan kiblat pada malam Selasa bulan Sya’ban yang bertepatan dengan malam nisfu Sya’ban. Peralihan kiblat ini merupakan suatu hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh Nabi Muhammad SAW. Bahkan diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW berdiri menghadap langit setiap hari menunggu wahyu turun perihal peralihan kiblat itu seperti Surat Al-Baqarah ayat 144 berikut. 
  قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ Artinya, “Sungguh Kami melihat wajahmu kerap menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.” 2. Penyerahan Rekapitulasi Keseluruhan Amal kepada Allah Salah satu hal yang menjadikan bulan Sya’ban utama adalah bahwa pada bulan ini semua amal kita diserahkan kepada Allah SWT. Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki mengutip sebuah hadits riwayat An-Nasa’i yang meriwayatkan dialog Usamah bin Zaid dan Nabi Muhammad SAW. “Wahai Nabi, aku tidak melihatmu berpuasa di bulan-bulan lain sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya’ban?” Kemudian Rasulullah SAW menjawab, “Banyak manusia yang lalai di bulan Sya’ban. Pada bulan itu semua amal diserahkan kepada Allah SWT. Dan aku suka ketika amalku diserahkan kepada Allah, aku dalam keadaan puasa.” Penyerahan amal yang dimaksud dalam hal ini adalah penyerahan seluruh rekapitulasi amal kita secara penuh. Walaupun, menurut Sayyid Muhammad Alawi, ada beberapa waktu tertentu yang menjadi waktu penyerahan amal kepada Allah selain bulan Sya’ban, yaitu setiap siang, malam, setiap pekan. Ada juga beberapa amal yang diserahkan langsung kepada Allah tanpa menunggu waktu-waktu tersebut, yaitu catatan amal shalat lima waktu. 3. Penurunan Ayat tentang Anjuran Shalawat untuk Rasulullah SAW Pada bulan Sya’ban juga diturunkan ayat anjuran untuk bershalawat untuk Nabi Muhammad SAW, yaitu Surat Al-Ahzab ayat 56.   إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
 Artinya, “Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, shalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” Ibnu Abi Shai Al-Yamani mengatakan, bulan Sya’ban adalah bulan shalawat. Karena pada bulan itulah ayat tentang anjuran shalawat diturunkan. Pendapat ini dikuatkan oleh pendapat Imam Syihabuddin Al-Qasthalani dalam Al-Mawahib-nya, serta Ibnu Hajar Al-Asqalani yang mengatakan bahwa ayat itu turun pada bulan Sya’ban tahun ke-2 hijriyah.......

Doa Penghujung Bulan Sya’ban

اَللّهُمَّ إِنْ لَمْ تَكُنْ غَفَرْتَ لَنَا فِيْمَا مَضى مِنْ شَعْبَانَ, فَاغْفِرْ لَنَا فِيْمَا بَقِيَ مِنْهُ

Ya Allah, jika Engkau tidak mengampuni kami di hari-hari Sya’ban yang telah berlalu, ampunilah kami di penghujung bulan ini. (Mafatih al-Jinan)

...............
Wallahu a’lam
..........

Kami menjalankan yang sesuai 
dengan firman Allah di dalam Surat Ali Imran ayat 31:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ 

.وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
HIBAHKAN DAN Donasikan rizqi anda untuk dakwah ISLAM ROHMATAN LIL ' ALAMIINA. BANK BSI Syariah kode bank 451 Rekening 6201033640 --- Kami ucapkan Terima Kasih ---











Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ISI MATERI ISLAMI

BULAN GERHANA

Tempat Tinggal Kita Bumi Bumi merupakan planet ketiga terdekat dari Matahari, dan sejauh yang diketahui sebagai satu-satunya yang dihuni mak...

DAFTAR MATERI ISLAMI AL MAHDI