Imam Ali Zainal Abidin a.s.: Tatkala al-Husein lahir, Allah yang MahaTinggi mewahyukan kepada Jibril, Bahwasannya telah dilahirkan seorang anak bagi Muhammad, maka turunkanlah dan sampaikan ucapan selamat kepadanya, dan katakan “Sesungguhnya kedudukan Ali disisimu seperti kedudukan Harun di sisi Musa. Oleh karena itu, namailah dia (al-Husein) dengan nama putra Harun.” (Mizanul Hikmah, jil. 1, hal. 142)
Oleh karena itu, kaum Muslim dan para pecinta Ahlul Bait as memilih berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur atas kehaliran Imam Husein as, dan mereka membaca doa ini;
اَللّهُمَّ اِنّى اَسْئَلُکَ بِحَقِّ الْمَوْلُودِ فى هذَا الْیَوْمِ... اَللّهُمَّ فَصَلِّ عَلى مُحَمَّدٍ وَ عِتْرَتِهِ وَ احْشُرْنا فى زُمْرَتِهِ وَ بَوِّئْنا مَعَهُ دارَ الْکَرامَةِ وَ مَحَلَّ الاِقامَةِ. اَللّهُمَّ وَ کَما اَکْرَمْتَنا بِمَعْرِفَتِهِ فَاَکْرِمْنا بِزُلْفَتِهِ وَ ارْزُقْنا مُرافَقَتَهُ وَسابِقَتَهُ وَ اجْعَلْنا مِمَّنْ یُسَلِّمُ لاِمْرِهِ وَیُکْثِرُ الصَّلوةَ عَلَیْهِ عِنْدَ ذِکْرِهِ وَ عَلى جَمیعِ اَوْصِیاَّئِهِ وَ اَهْلِ اَصْفِیاَّئِهِ... اَللّهُمَّ وَهَبْ لَنا فى هذَا الْیَوْمِ خَیْرَ مَوْهِبَةٍ وَاَنْجِحْ لَنا فیهِ کُلَّ طَلِبَةٍ کَما وَهَبْتَ الْحُسَیْنَ لِمُحَمَّدٍ جَدِّهِ..."
"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan kebenaran bayi yang lahir pada hari ini… Ya Allah, sampaikanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya serta kumpulkanlah kami dengan golongannya dan berilah tempat kepada kami bersamanya di surga dan rumah abadi. Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memuliakan kami dengan pengetahuannya, maka muliakanlah kami dengan kedekatan dengannya dan karuniakanlah kami persahabatan dengannya. Dan jadikanlah kami sebagai orang-orang yang tunduk pada perintahnya dan orang-orang yang memperbanyak shalawat kepadanya dan kepada para aulianya ketika mendengar namanya… Ya Allah, berikanlah kepada kami pada hari ini pemberian terbaik dan penuhilah setiap permintaah kami di dalamnya sebagaimana Engkau memberikan Husein kepada Muhammad, kakeknya…"
...................
Amalan Bulan Sya’ban
1-Membaca istighfar. Istighfar (mohon ampunan) merupakan doa dan zikir paling utama di bulan ini. Barangsiapa beristighfar (mohon ampunan kepada Allah atas dosa-dosanya) pada bulan ini sebanyak 70 kali, dia seperti orang yang memohon ampunan kepada Allah sebanyak 70 ribu kali pada bulan-bulan lainnya. Istighfar yang bisa dibaca di antaranya
اَسْتَغْفِرُاللهَ وَ اَسْئَلُهُ التَّوْبَةَ
Astaghfirullaha wa as aluhut taubah
aku mohon ampunan Allah dan minta taubat kepada-Nya.
atau,
اَسْتَغْفِرُاللهَ الَّذى لا اِلهَ اِلاّ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحیمُ الْحَىُّ الْقَیّوُمُ وَ اَتُوبُ اِلَیْهِ
Astaghfirullaha alladzi lâilâha illa huwa al-rahmân al-rahîm al-hayyu al-qayyûm wa atûbu ilaihi
(Aku mohon ampunan Allah yang Mahakasih, Mahasayang, Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus [makhluk-Nya], dan aku bertaubat kepada-Nya).
2-Hendaknya seseorang bersedekah pada bulan ini, meskipun dengan separuh butir kurma, niscaya Allah menjauhkan jasadnya dari jilatan api neraka.
3-Membaca wirid berikut ini sebanyak 1.000 kali di bulan Sya’ban:
لا اِلهَ اِلا اللهُ وَلا نَعْبُدُ اِلاّ اِیّاهُ مُخْلِصینَ لَهُ الدّینَ وَ لَوُ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Lâ ilâha illallahu, wa lâ na’budu illa iyyâhu mukhlishîna lahud dîna walau karihal musyrikûn.
Amalan mulia ini mengandungi pahala yang agung. Pahala ibadah selama seribu tahun ditetapkan bagi orang yang melakukannya.
5-Disunahkan pula berpuasa pada hari ini. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Langit menghias diri pada setiap hari Kamis di bulan Sya’ban. Kemudian para malaikat berkata, ‘Tuhan kami, ampunilah dosa orang yang berpuasa di hari ini dan kabulkanlah doanya.'” Hadis lain menjelaskan, “Barangsiapa berpuasa pada hari Senin dan Kamis di bulan Sya’ban, niscaya 20 kebutuhan dunia dan 20 kebutuhan akhirat dipenuhi Allah untuknya.”
6-Hendaknya memperbanyak shalawat kepada Nabi dan keluarga sucinya pada bulan ini.
7-Membaca shalawat yang diajarkan oleh Imam Ali Zainal Abidin setiap matahari tergelincir (waktu Zuhur) selama bulan Sya’ban dan pada malam pertengahan bulan mulia ini (nisfu Sya’ban).
8-Membaca munajat Sya’baniyah. Ibnu Khalawaih meriwayatkan, “Munajat Sya’baniyah merupakan munajat yang dipanjatkan oleh Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib dan para imam suci pada bulan Sya’ban.”
...............
Munajat Imam Ali bin Abi Thalib (sa) ini sangat dianjurkan untuk dibaca selama di bulan Sya’ban.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Ya Allah sampaikan salawat kepada Muhammad dan Keluarga Muhammad. Dengarlah doaku, ketika aku berdoa pada-Mu. Dengarlah seruanku, ketika aku menyeru-Mu. Hampiri daku, ketika aku memanggil-Mu.
Aku telah lari menuju-Mu, berhenti di hadapan-Mu, bersimpuh pada-Mu, berserah diri pada-Mu, mengharapkan pahalaku dari hadirat-Mu.
Engkau ketahui apa yang ada dalam diriku, Engkau kenali segala keperluanku, Engkau arif akan apa yang tergetar dalam hatiku, tak tersembunyi bagi-Mu urusan kepulangan dan kembaliku, dan apa yang ingin aku ungkapkan semuanya dari mulutku dan aku ucapkan dengan keinginanku dan mengharapkannya untuk hari akhirku.
Sudah berlaku ketentuan-Mu padaku, duhai Junjunganku, apa yang terjadi padaku sampai akhir umurku, baik yang tersembunyi maupun yang tampak padaku; pada tangan-Mu bukan pada tangan selain-Mu, kelebihanku dan kekuranganku, manfaatku dan madaratku.
Tuhanku, jika sekiranya Engkau menahan rezekiku, siapa lagi yang akan memberikan rezeki padaku. Jika Engkau mengabaikan aku, siapa lagi yang akan membelaku.
Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari marah-Mu dan terlepasnya murka-Mu. Tuhanku, jika aku tidak layak memperoleh kasih-Mu, Engkau sangat layak untuk memberikan anugerah kepadaku dengan keluasan karunia-Mu.
Tuhanku, seakan diriku telah tersungkur di hadapan-Mu, dan sebaik-baiknya kepasrahanku pada-Mu telah menaungi aku, lalu Engkau berkata apa yang layak Engkau katakan dan Kau liputi aku dengan ampunan-Mu.
Tuhanku, jika Engkau ampuni aku siapa lagi yang lebih pantas melakukannya selain-Mu. Jika sekiranya ajalku sudah dekat, tetapi amalku tidak mendekatkanku kepadaMu, telah aku jadikan pengakuan dosa ini sebagai wasilahku kepada-Mu.
Tuhanku, aku telah berbuat zalim dalam memandang diriku. Celaka sudah diriku, jika saja Engkau tidak mengampuninya.
Tuhanku, tidak henti-hentinya kebaikan-Mu mengalir padaku hari-hari hidupku, maka jangan putuskan kebaikan-Mu padaku pada hari kematianku.
Tuhanku, bagaimana mungkin aku berputus asa pada pandangan baikku kepada-Mu setelah kematianku, padahal Engkau tidak memberikan kepadaku selain yang indah saja dalam hidupku.
اِلَهِي تَوَلَّ مِنْ اَمْرِي مَا اَنْتَ اَهْلُهُ، وَعُدْ عَلَيَّ بِفَضْلِكَ عَلَى مُذْنِبٍ قَدْ غَمَرَهُ جَهْلُهُ
Ilâhî tawalla min amrî mâ Anta ahluhu, wa ‘ud ‘alayya bifadhlika ‘alâ mudznibin qad ghamara jahluhu.
Tuhanku, perlakukanlah aku apa yang Engkau layak melakukannya. Kembalilah
kepadaku dengan karunia-Mu yang Kauberikan kepada pendosa yang sudah dipenuhi kebodohannya.
اِلَهِي قَدْ سَتَرْتَ عَلَيَّ ذُنُوبًا فِي الدُّنْيَا وَاَنَا اَحْوَجُ اِلَى سَتْرِهَا عَلَيَّ مِنْكَ فِي اْلاُخْرَى، اِذْ لَمْ تُظْهِرْهَا ِلاَحَدٍ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ، فَلاَ تَفْضَحْنِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُؤُوسِ اْلاَشْهَادِ
Ilâhî qad satarta ‘alayya dzunûban fid dun-yâ wa anâ ahwaju ilâ satrihâ ‘alayya minka fil âkhirah, idz lam tuzhhihâ liahadin min ‘ibâdikash shâlihîn, falâ tafdhahnî yawmal qiyâmati ‘alâ ruûsil asyhâdi.
Tuhanku, jika telah Kaututupi dosa-dosaku di dunia, padahal aku sangat memerlukan penutupan pada hari akhirat nanti, karena Engkau tidak menampakkannya di hadapan orang-orang yang saleh, maka jangan mempermalukan aku pada hari kiamat dihadapan para saksi.
اِلَهِي جُودُكَ بَسَطَ اَمَلِي، وَعفْوُكَ اَفْضَلُ مِنْ عَمَلِي، اِلَهِي فَسُرَّني بِلِقَائِكَ يَوْمَ تَقْضِي فِيهِ بَيْنَ عِبَادِكَ
Ilâhî jûduka basatha amalî, wa ‘afwuka afdhalu min ‘amalî. Ilâhî fasurranî biliqâika yawma taqdhî fîhi bayna ‘ibâdika.
Tuhanku, anugrah-Mu meluaskan harapku; Maaf-Mu lebih utama dari amalku.
Tuhanku, bahagian aku ketika berjumpa dengan-Mu pada hari kautetapkan keputusan di antara hamba-hamba-Mu.
اِلَهىِ اعْتِذَارِي اِلَيْكَ اعْتِذَارُ مَنْ لَمْ يَسْتَغْنِ عَنْ قَبُولِ عُذْرِهِ، فَاقْبَلْ عُذْرِي يَا اَكْرَمَ مَنِ اعْتَذَرَ اِلَيْهِ الْمُسِيئُونَ
Ilâhî I’tidzâî ilayka i’tidzâru man lam yastaghni ‘an qabûli ‘udzrihi, faqbal ‘udzrî ya Akrama mani’tadzara ilayhil musîûna.
Tuhanku, permohonan maafku kepada-Mu adalah permohonan seseorang yang sangat memerlukan penerimaan permohonannya. Terimalah permohonan maafku. Wahai yang paling pemurah untuk dimohonkan oleh para pendosa.
اِلَهِي لاَ َتَرُدَّ حَاجَتِي، وَلاَ تُخَيِّبْ طَمَعِي، وَلاَ تَقْطَعْ مِنْكَ رَجَائِي وَاَمَلِي
Ilâhî lâ tarudda hâjatî, wa lam tukhayyib thama’î, wa lâ taqtha’ minka rajâî wa amalî.
Tuhanku, janganlah kau tolakkan keperluanku, jangan Kau sia-siakan kedambaanku, jangan kau putuskan dari-Mu harapanku dan cita-citaku.
اِلَهِي لَوْ اَرَدْتَ هَوَانِي لَمْ تَهْدِنِي، وَلَوْ اَرَدْتَ فَضِيحَتِي لَمْ تُعَافِنِي
Ilâhî law aradta hawânî lam tahdinî, wa law aradta fadhîhatî lam tu’âfinî.
Tuhanku, sekiranya Engkau ingin menjatuhkan aku, tentulah Engkau tidak memberikan petunjuk kepadaku; sekiranya Engkau ingin mempermalukanku, tentulah Engkau tidak menyelamatkan daku.
اِلَهِي مَا اَظُنُّكَ تَرُدُّنِي فِي حَاجَة قَدْ اَفْنَيْتُ عُمْرِي فِي طَلَبَهَا مِنْكَ
Ilâhî mâ azhunnuka taraddunî fî hâjatin qad afnaytu ‘umrî fi thalabaha minka.
Tuhanku, tak pernah aku mengira Engkau akan menolak keperluan yang untuk
memperolehnya dari sisi-Mu telah kuhabiskan seluruh umurku.
اِلَهِي فَلَكَ الْحَمْدُ اَبَدًا اَبَدًا دَائِمًا سَرْمَدًا، يَزِيدُ وَلاَ يَبِيدُ كَمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى
Ilâhî falakal hamdu Abadan Abadan dâiman sarmadâ, yazîdu wa lâ yubîdu kamâ tuhibbu wa tardhâ
Tuhanku, bagi-Mu segala sanjung dan puja, selama-lamanya, sanjugan yang kekal abadi, berlansung terus, tak pernah habis, sanjung-puja seperti yang Engkau cintai dan Engkau ridhai.
اِلَهِي اِنْ اَخَذْتَنِي بِجُرْمي اَخَذْتُكَ بِعَفْوِكَ، وَاِنْ اَخَذْتَنِي بِذُنُوبِي اَخَذْتُكَ بِمَغْفِرَتِكَ، وَاِنْ اَدْخَلْتَنِي النَّارَ اَعْلَمْتُ اَهْلَهَا اَنِّي اُحِبُّكَ
Ilâhî in akhadztanî bijurmî akhadztuka bi’afwika, wa in akhadztanî bidzunûbî akhadztuka bimaghfiratika, wa in adkhaltanin nâra a’lamtu ahlahâ annî uhibbuka.
Tuhanku, jika Engkau menuntutku karena kesalahanku, aku akan menuntut-Mu dengan maaf-Mu; jika Engkau menuntutku dengan dosaku, aku akan menuntut-Mu dengan ampunan-Mu; jika Engkau memasukkan aku ke dalam neraka, aku akan memberitahukan kepada para penghuninya bahwa aku mencintai-Mu.
اِلَهِي اِنْ كَانَ صَغُرَ فِي جَنْبِ طَاعَتِكَ عَمَلِي فَقَدْ كَبُرَ فِي جَنْبِ رَجَائِكَ اَمَلِي
Ilâhî in kâna shaghura fî janbi thâ’atika ‘amalî faqad kabura fî janbi rajâka amalî.
Tuhanku, jika amalku kecil disamping ketaatanku padamu, kedambaanku besar di samping harapanku kepada-Mu.
اِلَهِي كَيْفَ اَنْقَلِبُ مِنْ عِنْدِكَ بِالْخَيْبَةِ مَحْرُومًا، وَقَدْ كَانَ حُسْنُ ظَنِّي بِجُودِكَ اَنْ تَقْلِبَنِي بِالنَّجَاةِ مَرْحُومًا
Ilâhî kayfa anqalibu min ‘indika bil-khayabati mahrûmâ, wa qad kâna husnu zhannî bijûdika an taqlidanî bin-najâti marhûmâ.
Tuhanku, bagaimana mungkin aku kembali dari hadirat-Mu dengan tangan hampa yang Kautolakkan, padahal sangka baikku akan anugrah-Mu pastilah mengembalikanku dengan keselamatan dan rahmat-Mu yang Kaucurahkan.
اِلَهِي وَقَدْ اَفْنَيْتُ عُمْرِي فِي شِرَّةِ السَّهْوِ عَنْكَ، وَاَبْلَيْتُ شَبَابِي فِي سَكْرَةِ التَّبَاعُدِ مِنْكَ،
Ilâhî wa qad afnaytu ‘umrî fî syirratis sahwi ‘anka, wa ablaytu syabâbî fî sakratit tabâ’udi minka.
Tuhanku, sudah aku habiskan umurku tengelam dalam kelalaian kepada-Mu; telah aku hancurkan kemudaanku dalam kemabukan keterasingan dari-Mu.
اِلَهِي فَلَمْ اَسْتَيْقِظْ اَيَّامَ اغْتِرَارِي بِكَ وَرُكُونِي اِلَى سَبيلِ سَخَطِكَ
Ilâhî falam astayqazhu ayyâmaghtirârî bika wa rukûnî ilâ sabîli sakhatika.
Tuhanku, maka aku tidak bangun dari hari-hari ketertipuanku dan keterperosokanku pada jalan kemurkaan-Mu.
اِلَهِي وَاَنَا عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ قَائِمٌ بَيْنَ يَدَيْكَ، مُتَوَسِّلٌ بِكَرَمِكَ اِلَيْكَ
Ilâhî wa anâ ‘abduka wabnu ‘abdika qâimun bayna yadayka, mutawassilun bikaramika ilayka.
Tuhanku, inilah aku hamba-Mu anak hamba-Mu menghadap-Mu bertawasul kepada-Mu dengan kemurahan-Mu.
اِلَهِي اَنَا عَبْدٌ اَتَنَصَّلُ اِلَيْكَ، مِمَّا كُنْتُ اُوَاجِهُكَ بِهِ مِنْ قِلَّةِ اسْتِحْيَائِي مِنْ نَظَرِكَ، وَاَطْلُبُ الْعَفْوَ مِنْكَ اِذِ الْعَفْوُ نَعْتٌ لِكَرَمِكَ
Ilâhî ana ‘abdun atanashshalu ilayka, mimmâ kuntu uwâjihuka bihi min qillatistihyâî min nazharika, wa athlubul ‘afwa minka idzil ‘afwu na’tun likaramika.
Tuhanku, akulah seorang hamba yang meninggalkan segala keadaan duka ketika menghadap-Mu dengan sedikitnya rasa maluku akan pandangan-Mu; aku mencari ampunan dari-Mu, karena ampunan adalah sifat kemurahan-Mu.
اِلَهِي لَمْ يَكُنْ لِي حَوْلٌ فَانْتَقِلَ بِهِ عَنْ مَعْصِيَتِكَ اِلاَّ فِي وَقْتٍ اَيْقَظْتَنِي لِمَحَبَّتِكَ، وَكَمَا اَرَدْتَ اَنْ اَكُونَ كُنْتُ، فَشَكَرْتُكَ بِاِدْخَالِي فِي كَرَمِكَ، وَلِتَطْهِيرِ قَلْبِي مِنْ اَوْسَاخِ الْغَفْلَةِ عَنْكَ
Ilâhî lam yakunlî hawlun fantaqila bihi ‘an ma’shiyatika illâ fî waqtin ayqazhtanî limahabbatika, wa kamâ aradtu an akûna kuntu, fasyakartuka bi-idkhâlî fî karamika, wa litathhîri qalbî min awsâkhil ghaflati ‘anka.
Tuhanku, aku tidak punya kekuatan untuk meninggalkan maksiatku kepada-Mu kecuali pada waktu Engkau bangunkan aku untuk mencintai-Mu. Dan sebagaimana Engkau inginkan aku untuk menjadi aku seperti sekarang ini, maka aku bersyukur kepada-Mu.karena Engkau telah memasukkan aku dalam anugrah-Mu dan karena Engkau telah membersihkan hatiku dari noda kelalaian pada-Mu.
اِلَهِي اُنْظُرْ اِلَيَّ نَظَرَ مَنْ نَادَيْتَهُ فَاَجَابَكَ، وَاْستَعْمَلْتَهُ بِمَعونَتِكَ فَاَطَاعَكَ، يَا قَرِيبًا لاَ يَبْعُدُ عَنِ المُغْتَرِّ بِهِ، وَيَا جَوَادًا لاَ يَبْخَلُ عَمَّنْ رَجَا ثَوَابَهُ
Ilâhî unzhur ilayya nazhara man nâdaytahu fa ajâbaka, wasta’maltuhu bima’ûnatika fa athâ’aka, yâ qarîban lâ yab’udu ‘anil mughtarri bhi, yâ jawâdan lâ yabkhalu ‘amman raja tsawâbahu.
Tuhanku, pandanglah daku seperti Engkau memandang orang yang Kau panggil dia lalu dia menjawab panggilan-Mu, yang Kau bimbing dia dengan bantuan-Mu lalu ia mantaati-Mu. Wahai Yang Dekat dan tidak menjauh dari orang yang kebingungan karenanya. Wahai Yang Pemurah tidak bakhil kepada siapapun yang mengharapkan pahalanya.
اِلَهِي هَبْ لِي قَلْبًا يُدْنِيهِ مِنْكَ شَوْقُهُ، وَلِسَانًا يُرْفَعُ اِلَيْكَ صِدْقُهُ، وَنَظَرًا يُقَرِّبُهُ مِنْكَ حَقُّهُ
Ilâhî hablî qalban yudnîhi minka syawquhu, wa lisânan yurfa’u ilayka shidqihu, wa nazharan yuqarribuhu mnka haqquhu.
Tuhanku, anugrahkan kepadaku hati yang kerinduannya mendekatkannya kepada-Mu dan lidah yang ketulusannya mengankatnya kepada-Mu dan padangan yang kebenarannya mendekatkanya pada-Mu
اِلَهِي إنَّ مَنْ تَعَرَّفَ بِكَ غَيْرُ مَجْهُولٍ، وَمَنْ لاَذَ بِكَ غَيْرُ مَخْذُولٍ، وَمَنْ اَقْبَلْتَ عَلَيْهِ غَيْرُ مَمْلُولٍ
Ilâhî inna man ta’arrafa bika ghayra majhûlin, wa man lâdza bika ghayra makhdzûl, wa man aqlabta ‘alayhi ghayra mamlûl.
Tuhanku, sungguh orang yang mengenal-Mu tidak akan diabaikan, yang berlindung kepada-Mu tidak akan dilalaikan dan orang yang Kau hampiri tidak akan dibiarkan.
اِلَهِي اِنَّ مَن انْتَهَجَ بِكَ لَمُسْتَنِيرٌ، وَاِنَّ مَنِ اعْتَصَمَ بِكَ لَمُسْتَجِيرٌ، وَقَدْ لُذْتُ بِكَ
Ilâhî inna manintahaja bika lamustanîr, wa inna man’tashama bika lamutajîr, wa qad ludztu bika.
Tuhanku, sesungguhnya orang yang mengambil jalan-Mu akan mendapat pencerahan,
orang yang berpegang kepada-Mu akan memperoleh perlindungan. Sungguh aku telah berlindung kepada-Mu.
يا اِلَهِي فَلاَ تُخَيِّبْ ظَنّي مِنْ رَحْمَتِكَ، وَلاَ تَحْجُبْنِي عَنْ رَأفَتِكَ
Yâ Ilâhî falâ tukhayyib zhannî min rahmatika, wa lâ tahjubnî ‘an rahmatika.
Duhai Tuhanku, janganlah Kau sia-siakan sangkaku akan kasih sayang-Mu, jangan Kau halangi aku dari santunan-Mu.
اِلَهِي اَقِمْنِي فِي اَهْلِ وِلاَيَتِكَ مَقَامَ مَنْ رَجَا الزِّيادَةَ مِنْ مَحَبَّتِكَ
Ilâhî aqimnî fî ahli wilâyatika maqâma man rajaz ziyâdata min mahabbatika.
Tuhanku, tempatkan daku di antara para kekasih-Mu, pada tempat orang yang mengharapkan tambahan kecintaan-Mu.
اِلَهِي وَاَلْهِمْنِي وَلَهًا بِذِكْرِكَ اِلَى ذِكْرِكَ، وَهَمَّتِي فِي رَوْحِ نَجَاحِ اَسْمَائِكَ وَمَحَلِّ قُدْسِكَ
Ilâhî wa alhimnî bidzikrika ilâ dzikrika, wa hammanî fî rawhi najâhi asmâika wa mahalli qudsika.
Tuhanku, ilhamkan kepadaku kerinduan untuk berzikir kepada-Mu setelah berzikir kepada-Mu. Ilhamkan kepadaku keinginan untuk berada pada suka cita kebahagiaan asma-Mu dan tempat kesucian-Mu.
اِلَهِي بِكَ عَلَيْكَ إلاَّ اَلْحَقْتَنِي بِمَحَلِّ اَهْلِ طَاعَتِكَ، وَالْمَثْوَيَ الصَّالِحِ مِنْ مَرْضَاتِكَ، فَاِنِّي لاَ اَقْدِرُ لِنَفْسِي دَفْعًا، وَلاَ اَمْلِكُ لَهَا نَفْعًا
Ilâhî bika ‘alayka illâ alhaqtanî bimahalli ahli thâ’atika, wal matswash shâlihi min mardhâika, fainnî lâ aqdiru linafsî daf’â, wa lâ amliku lahâ naf’â.
Tuhanku, karena-Mu dan hanya dengan ketentuan-Mu Engkau masukkan aku pada tempat orang yang mentaati-Mu dan tempat yang baik dari keridhaan-Mu; karena aku tidak mampu melindungi diriku dan tidak sanggup memberikan manfaat padanya.
اِلَهِي اَنَا عَبْدُكَ الضَّعِيفُ الْمُذْنِبُ، وَمَمْلُوكُكَ الْمُنِيبُ، فَلاَ تَجْعَلْنِي مِمَّنْ صَرَفْتَ عَنْهُ وَجْهَكَ، وَحَجَبَهُ سَهْوُهُ عَنْ عَفْوِكَ
Ilâhî ana ‘abdukadh dha’îful mudznib, wa mamlûkukal munîb, falâ taj’alnî mimman sharafta ‘anhu wajhaka, wa hajabuhu sahwuhu ‘an ‘afwika.
Tuhanku, akulah hamba-Mu yang lemah penuh dosa dan milik-Mu yang penuh noda; janganlah Engkau jadikan daku termasuk orang yang Engkau palingkan wajah-Mu daripadanya dan yang kelalaiannya telah menghalangi dari maaf-Mu.
اِلَهِي هَبْ لِي كَمَالَ اْلانْقِطَاعِ اِلَيْكَ، وَاَنِرْ اَبْصَارَ قُلُوبِنَا بِضِيَاءِ نَظَرِهَا اِلَيْكَ، حَتَّى تَخْرِقَ اَبْصَارُ الْقُلُوبِ حُجُبَ النُّور،ِ فَتَصِلَ اِلى مَعْدِنِ الْعَظَمَةِ، وَتَصِيرَ اَرْوَاحُنَا مُعَلَّقَةً بِعِزِّ قُدْسِكَ
Ilâhî hablî kamâlal inqithâ’I ilayka, wa anir abshâra qulûbinâ bidhiyâi zharihâ ilayka, hattâ takhriqa abshârul qulûbi hujaban nûr, fatashila ilâ ma’danil ‘azhamah, wa tashîra arwâhunâ mu’allaqatan bi’izzi qudsika.
Tuhanku, anugrahkan kepadaku kesempurnaan kebergantungan kepada-Mu, terangilah pandangan hati kami dengan cahaya penghilatan kepada-Mu, sehingga mata hati kami menyobekkan tirai-tirai cahaya dan mengantarkan kami pada mahligai kebeseran-Mu dan arwah kami bergantung pada keagungan kesucian-Mu.
اِلَهِي وَاْجَعَلْنِي مِمَّنْ نَادَيْتَهُ فَاَجَابَكَ، وَلاَحَظْتَهُ فَصَعِقَ لِجَلاَلِكَ، فَنَاجَيْتَهُ سِرّاً وَعَمِلَ لَكَ جَهْرًا
Ilâhî waj’alnî mimman nâdaytahu fa ajâbaka, wa lâhazhtahu fasha’iqa lijalâlika, fanâjaytahu sirran wa ‘amala laka jahran.
Tuhanku, jadikan aku orang yang Kau panggil dia dan dia menjawab panggilan-Mu; yang Kau perhatikan dia, sehingga ia bergetar karena kebesaran-Mu, Engkau sambut dia secara rahasia dan ia beramal karena-Mu secara terbuka.
اِلَهِي لَمْ اُسَلِّطْ عَلَى حُسْنِ ظَنِّي قُنُوطَ اْلاِيَاسِ، وَلاَ انْقَطَعَ رَجَائِي مِنْ جَمِيلِ كَرَمِكَ
Ilâhî lam usallith ‘alâ husni zhannî qunûthal iyâs, wa lanqatha’a rajâî min jamîli karamika.
Tuhanku, aku tidak biarkan keputusasaan mengalahkan sangka baikku kepada-Mu dan tidak berputus harapanku akan keindahan kemurahan-Mu.
اِلَهِي اِنْ كَانَتِ الْخَطَايَا قَدْ اَسْقَطَتْنِي لَدَيْكَ، فَاصْفَحْ عَنِّي بِحُسْنِ تَوَكُّلِي عَلَيْكَ
Ilâhî in kânatil khathâyâ qad asqathatnî ladayka, fashfah ‘annî bihusni tawakkulî ‘alayka.
Tuhanku, jika kesalahan telah menjatuhkan aku dari sisi-Mu, maka maafkanlah daku dengan seluruh kepasrahanku kepada-Mu.
اِلَهِي اِنْ حَطَّتْنِي الذُّنُوبُ مِنْ مَكَارِمِ لُطْفِكَ، فَقَدْ نَبَّهَنِي الْيَقينُ اِلَى كَرَمِ عَطْفِكَ
Ilâhî in haththatnidz dzunûbu min makârimi luthfika, faqad nabbahanil yaqînu ilâ karami ‘athfika.
Tuhanku, jika dosa-dosa melemparkan aku dari kemuliaan anugrah-Mu, keyakinan telah mengangkatku kepada kemurahan kasih-Mu.
اِلَهِي اِنْ اَنَامَتْنِى الْغَفْلَةُ عَنِ اْلاِسْتِعْدَادِ لِلِقَائِكَ، فَقَدْ نَبَّهَنِي الْمَعْرِفَةُ بِكَرَمِ آلاَئِكَ
Ilâhî in anâmatnil ghaflata ‘anil isti’dâdi liliqâika, faqad nabbahanil ma’rifatu bikarami âlâika.
Tuhanku, jika kelalaian telah menidurkan daku dari persiapan untuk menemui-Mu, telah mambangunkan aku pengtahuan akan kemurahan anugrah-Mu.
اِلَهِي اِنْ دَعَانِي اِلَى النَّارِ عَظِيْمُ عِقَابِكَ، فَقَدْ دَعَانِي اِلَى الْجَنَّةِ جَزِيلُ ثَوَابِكَ
Ilâhî in da’ânî ilan nâri ‘azhîmu ‘iqâbika, faqad da’ânî ilal jannati jazîlu tsawâbika.
Tuhanku, jika besarnya hukuman-Mu telah memanggilku ke neraka, limpahan karunia-Mu telah memanggilku ke surga.
اِلَهِي فَلَكَ اَسْأَلُ وَاِلَيْكَ اَبْتَهِلُ وَاَرْغَبُ، وَاَسْاَلُكَ اَنْ تُصَلِّيَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَاَنْ تَجْعَلَنِي مِمَّنْ يُدِيمُ ذِكَرَكَ، وَلاَ يَنْقُضُ عَهْدَكَ، وَلاَ يَغْفُلُ عَنْ شُكْرِكَ، وَلاَ يَسْتَخِفُّ بِاَمْرِكَ
Ilâhî falaka as-alu wa ilayka abtahilu wa arghabu, wa as-aluka an tushalliya ‘alâ Muhammadin wa âli Muhammad, wa an taj’alanî mimman yudîmu dzikraka, wa lâ yanqudhu ‘ahdaka, wa lâ yaghfulu ‘an syukrika, wa lâ yastakhiffu bamrika.
Tuhanku, kepada-Mu aku bermohon, kepada-Mu aku berpasrah dan berserah diri. Aku bermohon kepada-Mu agar Kau sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Aku bermohon kepadamu agar Kau jadikan aku termasuk orang yang selalu berzikir kepada-Mu, tidak melanggar perjanjian-Mu, tidak lalai dari bersyukur pada-Mu, tidak menganggap enteng perintah-Mu.
اِلَهِي وَاَلْحِقْنِي بِنُورِ عِزِّكَ اْلاَبْهَجِ، فَاَكُونَ لَكَ عَارِفًا، وَعَنْ سِوَاكَ مُنْحَرِفًا، وَمِنْكَ خَائِفًا مُرَاقِبًا، يَا ذَالْجَلاَلِ وَاْلاِكْرَامِ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّد رَسُولِهِ وَآلِهِ الطَّاهِرينَ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا
Ilâhî wa alhiqnî binûri ‘izzikal abhaj, wa akûna laka ‘ârifan, wa ‘an siwâka munharifâ, wa minka khâifan murâqibâ, yâ Dzal jalâli wal ikrâm, wa shallallâhu ‘alâ Muhammadin rasûlihi wa âlihith thâhirîna wa sallama taslîman katsîrâ.
Tuhanku, gabungkan aku dengan cahaya keagungan-Mu yang cemerlang, sehingga aku menjadi orang yang mengenal-Mu dan berpaling dari selain-Mu, serta takut dan selalu merasa diawasi-Mu, wahai Pemilik keagumgan dan kebaikan. Semoga Allah menyampaikan shalawat kepada Muhammad rasul-Nya dan keluarganya yang suci dan semoga Allah melimpahkan salam kepadanya sebanyak-banyaknya
9-Malam nisfu Sya’ban.Di antara keagungan malam penuh berkah ini adalah bahwa ia merupakan hari kelahiran Sang Penguasa masa dan Imam Zaman (al-Mahdi)–semoga jiwa kita rela berkorban demi beliau. Imam Mahdi as dilahirkan pada waktu pagi, tahun 255 H di Samara, Iraq. Kelahiran ini menambah kemuliaan dan keutamaan malam ini.
10-Amalan Hari-hari Terakhir Bulan Sya’ban. Imam Ali al-Ridha berkata, “Barangsiapa berpuasa tiga hari pada akhir bulan Sya’ban dan menyambungnya dengan bulan Ramadhan, niscaya Allah yang Mahatinggi menetapkan baginya puasa dua bulan berturut-turut.”
Tidak diragukan lagi bahwa sebagian waktu lebih utama dari sebagian yang lain. Semua detik-detik di sepanjang bulan Ramadhan, malam Lailatul Qadar, malam Bitsat (pengutusan) Nabi Saw, Hari Raya Ghadir dan… adalah termasuk momen-momen yang sarat keutamaan. Akan tetapi, terlepas dari kemuliaan inheren yang dimiliki oleh sebagian hari, ada peristiwa-peristiwa penting yang turut menambah keagungan hari-hari tersebut. Pertengahan bulan Sya'ban juga termasuk di antara hari-hari yang paling mulia dan diagungkan dalam Islam, dan kemuliaan itu semakin lengkap dengan peristiwa kelahiran Imam Mahdi as.
Masyarakat akan memperoleh keberkahan terbesar dengan kelahiran seorang wali Allah Swt, sebab ia adalah manusia terbaik di muka bumi dan kehadirannya akan menebarkan berkah bagi semua penduduk planet ini. Imam Mahdi as dilahirkan pada waktu sahar tanggal 15 Sya'ban tahun 255 Hijriyah.
Pada intinya, ada banyak kesamaan antara keutamaan malam Nisfu Sya'ban dan malam Lailatul Qadar. Mengenai keutamaan malam Nisfu Sya'ban, Imam Muhammad al-Baqir as berkata, "Malam itu adalah malam yang paling mulia setelah Lailatul Qadar. Pada malam itu, Allah akan menganugerahkan keutamaannya kepada para hamba dan dengan kedermawanannya, Dia akan mengampuni dosa-dosa mereka. Oleh karena itu, berusahalah untuk mendekatkan diri kepada Allah pada malam itu, malam di mana Tuhan telah berjanji bahwa orang yang meminta kepada-Nya tidak akan kembali dengan tangan hampa, kecuali ia meminta sesuatu yang mengandung dosa."
Ada banyak amalan yang khusus dilakukan pada bulan Sya'ban. Namun, beberapa dari mereka juga dikerjakan pada bulan-bulan lain dan bersifat umum. Semua amalan itu bertujuan untuk mensucikan diri dan mengantar manusia menuju pada kesempurnaan. Mandi adalah salah satu amalan umum yang dilakukan untuk menyambut hari-hari tertentu sepanjang tahun, termasuk malam pertengahan bulan Sya'ban. Mandi adalah mencuci seluruh anggota tubuh dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Swt dan mematuhi perintah-perintah-Nya.
Sebelum memulai setiap ibadah, manusia akan mensucikan dirinya dengan air yang suci dan bersih. Pada dasarnya, mereka ingin menarik perhatian Tuhan dengan badan yang bersih dan suci. Jika seseorang telah melakukan dosa dengan penglihatannya atau dengan salah satu anggota badannya, maka dengan mensucikan anggota lahiriyahnya, ia berarti telah membuka jalan untuk membersihkan batinnya yaitu, taubat dan terbebas dari dosa.
Mengenai keutamaan malam Nisfu Sya'ban, Rasulullah Saw bersabda, "Aku tertidur di malam pertengahan Sya'ban dan kemudian Jibril datang kepadaku dan berkata, 'Wahai Muhammad! Apakah engkau tertidur di malam ini?' Aku menjawab, 'Wahai Jibril! Malam apakah ini?' Jibril berkata, 'Malam ini adalah malam pertengahan bulan Sya'ban… Wahai Muhammad! Barang siapa yang menghidupkan malam ini dengan takbir, tasbih, tahlil (لاَ إِلَهَ إِلَّا الله), berdoa, menunaikan shalat, membaca al-Quran, melakukan ibadah sunnah, dan beristighfar, maka surga akan menjadi rumah dan tempat ia kembali… malam ini adalah malam di mana tidak ada orang yang memanjatkan doa kecuali doanya dikabulkan, tidak ada orang yang memohon sesuatu kecuali permintaannya dipenuhi, tidak ada orang yang meminta ampunan kecuali dosanya diampuni, dan tidak ada orang yang bertaubat kecuali taubatnya diterima. Barang siapa yang tidak mendapatkan kebaikan di malam ini, maka ia telah kehilangan sebuah kebaikan yang besar."
Malam Nisfu Sya'ban merupakan sebuah kesempatan spiritual yang tepat dan bernilai untuk bermunajat kepada Allah Swt dan mendekatkan diri kepada-Nya di tengah kesunyian malam. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa barang siapa yang terjaga di malam itu, maka hati dia tidak akan pernah mati di hari semua hati mati. Salah satu amalan yang mendapat perhatian besar dari semua mazhab Islam pada malam Nisfu Sya'ban adalah shalat al-khair (shalat yang baik) atau shalat al-fiyah yang di dalamnya dibacakan surat al-Ikhlas sebanyak seribu kali.
Pelaksanaan shalat tersebut menunjukkan bahwa semua mazhab baik Syiah maupun Sunni, memuliakan dan mengagungkan malam Nisfu Sya'ban. Menurut beberapa riwayat dari Rasul Saw dan Ahlul Baitnya, malam itu menyamai pahala malam Lailatul Qadar dan mereka menghidupkan malam Nisfu Sya'ban hingga subuh dengan bermunajat dan memberi makan kepada orang lain.
Seorang ulama besar, Sayid Ibn Thawus dalam bukunya, Iqbal al-'Amal, berbicara tentang masalah shalat seratus raka'at, tata cara, dan pahalanya di malam Nisfu Sya'ban. Beliau menulis, "Dalam sebuah riwayat tentang keutamaan shalat seratus raka'at – membaca surat al-Fatihah satu kali dalam setiap raka'at dan surat al-Ikhlas sepuluh kali – disebutkan bahwa Rasulullah bersabda, 'Barang siapa yang menunaikan shalat itu pada malam tersebut, Allah akan memandangnya dengan rahmat sebanyak 70 kali dan dalam setiap pandangan, 70 hajatnya akan dikabulkan, di mana yang paling kecil dari itu adalah pengampunan atas dosa-dosanya."'
...........
Dalam Iqbal al-'Amal, Ibn Thawus mengisahkan, "Kumail an-Nakhai berkata, 'suatu kali aku duduk bersama Imam Ali di masjid Bashrah bersama sekelompok sahabat beliau. Lalu, seorang di antara mereka bertanya, ‘apa maksud ayat, ‘Pada malam itu diuraikan segala urusan yang penuh hikmah?’ (Ad-Dukhan: 4). Imam Ali menjawab, 'Malam itu malam Nisfu Sya’ban. Demi Dzat yang nyawa Ali berada di genggaman-Nya, baik-buruk segenap hamba dibagikan pada malam Nisfu Sya’ban hingga akhir tahun. Dan barang siapa yang menghidupkannya dan berdoa di waktu itu dengan doa Nabi Khidir, maka Allah akan mengabulkan doanya.’”
Malam Jumat terakhir di bulan Sya'ban juga termasuk di antara momen-momen yang penuh berkah. Demikian juga dengan puasa tiga hari menjelang berakhirnya bulan Sya'ban. Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Barang siapa yang berpuasa di tiga hari terakhir Sya'ban dan menyambungnya dengan bulan Ramadhan, maka Tuhan akan menulis pahala puasa dua bulan berturut-turutuntuknya." Dalam sejumlah riwayat disebutkan bahwa Tuhan pada malam terakhir Sya'ban – demi kemuliaan bulan Ramadhan – akan mengampuni banyak dosa hambanya.
Doa Penghujung Bulan Sya’ban
اَللّهُمَّ إِنْ لَمْ تَكُنْ غَفَرْتَ لَنَا فِيْمَا مَضى مِنْ شَعْبَانَ, فَاغْفِرْ لَنَا فِيْمَا بَقِيَ مِنْهُ
Ya Allah, jika Engkau tidak mengampuni kami di hari-hari Sya’ban yang telah berlalu, ampunilah kami di penghujung bulan ini. (Mafatih al-Jinan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar