نقل كلام ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺑَﻌْﻀِﻬِﻢْ ﺇِﻟَﻰ ﺑَﻌْﺾٍ ﻋَﻠَﻰ ﺟِﻬَﺔِ ﺍﻟْﺈِﻓْﺴَﺎﺩِ ﺑَﻴْﻨﻬﻢْ .
“Menyampaikan ucapan seseorang kepada orang lain untuk tujuan merusak hubungan antara mereka”
Jadi hampir sama dengan menggunjing. Akan tetapi ia tidak sekadar menggunjing melainkan ucapan itu disampaikan dalam rangka menciptakan permusuhan dan kebencian orang atau publik terhadap seseorang yang diceritakan tersebut. Bahasa lain “Namimah” sebagai rekayasa untuk melakukan kebohongan publik (hoax) dalam rangka menghancurkan seseorang atau suatu komunitas.
Imam Al-Ghazali, mengatakan bahwa hakikat namimah ialah menyampaikan keburukan pribadi atau golongan yang seharusnya tidak dilakukan, karena akan menimbulkan sakit hati dan kemarahan pribadi atau golongan tersebut. Bila keburukan yang diceritakan itu tidak ada pada orang yang diberitakan, namimah itu sudah meningkat menjadi akumulasi dari namimah, ghibah dan fitnah.
Namimah adalah suatu yang diharamkan dan merupakan dosa besar berdasarkan al Qur’an, hadits Nabi dan kesepakatan seluruh umat Islam.
Al-Qur’an mengatakan :
وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِينٍ . هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ .
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah yang hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi sangat dosa” (QS. Al-Qalam :10-12).
Nabi saw juga bersabda :
أفلا أخبركم بشراركم؟”. قالوا: بلى. قال:” المشَّاؤُون بالنميمة، المفسدون بين الأحبة، البَاغُون البُرَآءَ العنت “. أخرجه البخاري في الأدب المفرد
“Maukah kalian aku beritahu tentang orang-orang yang jahat?. Mereka menjawab : baik Nabi. Beliau mengatakan : “Ialah orang-orang yang kesana kemari menyebarkan fitnah, orang-orang yang merusak hubungan persahabatan dan orang-orang yang mencari-cari keburukan orang lain yang tak bersalah” .
قال الحافظ المنذري أجمعت الأمة على تحريم النميمة، وأنها من أعظم الذنوب عند الله
Al-Hafizh (Ahli hadits besar), Ibn Mundzir mengatakan : Ulama sepakat (ijma’/konsensus) bahwa menghasut atau mengadu domba antar manusia adalah haram dan ia termasuk dosa besar dalam pandangan Allah”.
Allah berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersebar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui”.(Q.s. al-Nur, 19).
Tukang adu domba itu dijamin tidak akan masuk sorga. Nabi Muhammad saw bersabda :
عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَجُلاً يَنِمُّ الْحَدِيثَ فَقَالَ حُذَيْفَةُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ ».
“Dari Hudzaifah, beliau menerima laporan ada tukang adudomba. Ia mengatakan : aku mendengar Rasulullah bersabda, “Pelaku adu domba tidak akan masuk surga” (HR Muslim no. 303).
Pengertian Gibah
Ghibah sebagaimana telah jelas pengertiannya yang terdapat dalam sebuah hadits riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : أَتَدْرُوْنَ مَا الْغِيْبَةُ ؟ قَالُوْا : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، فَقِيْلَ : أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخْيْ مَا أَقُوْلُ ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “’Tahukah kalian apa itu ghibah?’ Lalu sahabat berkata: ‘Allah dan rasulNya yang lebih tahu’. Rasulullah bersabda: ‘Engkau menyebut saudaramu tentang apa yang dia benci’. Beliau ditanya: ‘Bagaimana pendapatmu jika apa yang aku katakan benar tentang saudaraku?’ Rasulullah bersabda: ‘jika engkau menyebutkan tentang kebenaran saudaramu maka sungguh engkau telah ghibah tentang saudaramu dan jika yang engkau katakan yang sebaliknya maka engkau telah menyebutkan kedustaan tentang saudaramu.’” (HR. Muslim no. 2589)
Hukum Ghibah
Ghibah adalah perkara yang diharamkan sebagaimana dalam firman-Nya, Allah telah melarangnya sebagaimana dalam kaidah ushul fikih bahwa lafadz larangan asalnya menghasilkan hukum haram. Di antara dalil larangan ghibah adalah firman Allah ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اجْتَنِبُوْا كَثيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمُ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُم أَنْ يَأكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ ۚ وَاتَّقُوْا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوّابٌ رَحيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah kamu mencari kesalahan orang lain dan jangan di antara kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah di antara kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? tentu kalian akan merasa jijik. Bertakwalah kalian pada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat dan Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat : 12)
Ibnu Katsir menjelaskan dalam Tafsirnya bahwa pada ayat ini terdapat pelarangan dari perbuatan ghibah. Penjelasan hal tersebut sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah yang telah disebutkan sebelumnya.
Ghibah tetap haram, baik itu sedikit atau banyak sebagaimana dijelaskan dalam Sunan Abu Dawud (4875), diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:
حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّةَ كَذَا وَ كَذَا. قَالَ غَيْرُ مُسَدَّدٍ تَعْنِيْ قَصِيْرَةً. فَقَالَ : لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ.
“Wahai Rasulullah, cukuplah menjadi bukti bagimu kalau ternyata Shafiyah itu memiliki sifat demikian dan demikian.” Salah seorang periwayat hadits menjelaskan maksud ucapan ‘Aisyah, yaitu bahwa Shafiyah itu orangnya pendek. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh engkau telah mengucapkan sebuah kalimat yang seandainya dicelupkan ke dalam lautan maka niscaya akan merubahnya”. Hadits ini dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Dawud.
Sebagaimana juga dalam kitab Shahihain, hadits dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu bahawasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَ أَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِيْ شَهْرِكُمْ هَذَا فِيْ بَلَدِكُمْ هَذَا.
“Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian (juga kehormatan kalian) adalah haram di antara kalian seperti haramnya hari ini, bulan ini, dan negeri ini.”
Dalam Sunan At-Tirmidzi (2032) dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah dulu berdiri di atas mimbar lalu menyeru dengan suara yang keras: ’Wahai sekumpulan manusia yang merasa aman dengan lisan dan yang tidak menjadikan iman dalam hatinya. Janganlah kalian mengganggu muslimin, janganlah kalian mencela mereka, dan janganlah kalian mencari aib mereka. Barangsiapa yang mencari aib saudaranya muslim maka Allah akan membuka aibnya. Dan barang siapa yang Allah buka aibnya maka allah membongkar keburukannya walaupun dia bersembunyi.’” Hadits ini dihasankan Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi.
Dalam Shahih Musnad (131) dan di Sunan Abu Dawud (4878) dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tatkala aku dimi’raj, aku berpapasan dengan kaum yang kukunya dari tembaga lalu mereka mencakar wajah mereka dan dada mereka maka aku berkata: ‘Siapa mereka wahai Jibri?’ Jibril berkata: ‘Mereka adalah orang yang memakan daging manusia karena mereka menjatuhkan harga diri manusia.’”
Ghibah diharamkan oleh ijma’. Tidaklah ghibah diharamkan, kecuali jika di sana mendatangkan maslahat sebagaimana Allah ta’ala telah menyerupakan gibah seperti seseorang memakan daging manusia yang mati dalam firman-Nya yang artinya: “Apakah di antara kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? tentu kalian akan merasa jijik”. Maknanya adalah sebagaimana kalian membenci watak atau perbuatan ini maka tentulah kalian membenci terjurumus ke dalamnya.
Oleh karena itu, ghibah sangatlah berbahaya maka hendaknya seseorang agar senantiasa waspada terhadap diri sendiri agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang diharamkan. Adapun jika sudah terlanjur terjatuh ke dalamnya maka hendaknya kita bersegera untuk bertaubat.
Cara Menghindari Ghibah
- Mengingat bahwa semua amalan akan dicatat termasuk ucapan
Kita harus sadar bahwa segala sesuatu apa yang telah kita ucapkan semuanya akan dicatat dan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah subhanahu wa ta’ala sebagaimana Allah berfirman yang artinya :
ما يَلفِظُ مِن قَولٍ إِلّا لَدَيهِ رَقيبٌ عَتيدٌ
“Tiada suatu ucapan apapun yang diucapkan melaikan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf : 18)
- Mengingat ‘aib sendiri yang lebih seharusnya diperhatikan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
يبصر أحدكم القذاة في أعين أخيه، وينسى الجذل- أو الجذع – في عين نفسه
“Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya, tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya.” [semut di seberang lautan nampak, gajah di pelupuk mata tak nampak, pen] (Az-Zuhd war Raqaiq Ibnul Mubarak, 211)
- Anggap diri kita lebih rendah dari orang lain
‘Abdullah Al Muzani mengatakan,
إن عرض لك إبليس بأن لك فضلاً على أحد من أهل الإسلام فانظر، فإن كان أكبر منك فقل قد سبقني هذا بالإيمان والعمل الصالح فهو ير مني، وإن كان أصغر منك فقل قد سبقت هذا بالمعاصي والذنوب واستوجبت العقوبة فهو خير مني، فإنك لا ترى أحداً من أهل الإسلام إلا أكبر منك أو أصغر منك.
“Jika iblis memberikan was-was kepadamu bahwa engkau lebih mulia dari muslim lainnya, maka perhatikanlah. Jika ada orang lain yang lebih tua darimu maka seharusnya engkau katakan: “Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal shalih dariku maka ia lebih baik dariku.” Jika ada orang lainnya yang lebih muda darimu maka seharusnya engkau katakan, “Aku telah lebih dulu bermaksiat dan berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka ia sebenarnya lebih baik dariku.” Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika engkau melihat yang lebih tua atau yang lebih muda darimu”. (Hilyatul Auliya, 2/226)
Cara bertaubat dari ghibah
Dalam masalah ini, ada dua pendapat ulama. Keduanya dari riwayat Imam Ahmad rahimahullah, yaitu: Apakah bertaubat dari ghibah cukup dengan memintakan ampunan untuk orang yang dighibahi? Atau apakah harus diumumkan untuk orang yang dighibahi? Atau apakah harus diumumkan dan meminta penghalangnya?
Pendapat yang benar adalah tidak perlu diumumkan. Sebaliknya, dia cukup memintakan ampunan untuknya dan menyebutkan kebaikan-kebaikannya di tempat-tempat ia menggibahinya. Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan yang lainnya. Sedangkan yang berpendapat bahwa pelaku gibah harus mengumumkan taubatnya, mereka menganggap gibah seperti hak harta.
Perbedaan keduanya sangat jelas. Sesungguhnya hak-hak harta, orang terzalimi masih dapat mengambil manfaat dengan dikembalikannya harta yang sebanding. Bila mau, dia dapat mengambilnya atau dapat pula menyedekahkannya..
Adapun ghibah, yang demikian tersebut tidak mungkin. Orang yang di-ghibah-i tidak memperoleh sesuatu dengan diumumkannya taubat itu, kecuali sesuatu yang berlawanan dengan tujuan syariat. Sesungguhnya pengumuman taubat itu justru akan membangkitkan kemarahannnya, dan menyakitkannya jika dia mendengar seusatu yang dituduhkan kepadanya. Bahkan mungkin akan membangkitkan permusuhannya dan tidak akan menjernihkan permasalahannya selama-lamanya.
Ini bukanlah jalan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya penetapan syariat yang bijaksana tidak membolehkannya terlebih lagi mewajibkannya dan memerintahkannya. Poros perputaran syariat adalah menghilangkan dan mempersedikit kerusakan, bukan mendatangkan dan menyempurnakannya.
PENYAKIT HATI DAN PENAWARNYA
Setiap anggota tubuh manusia diciptakan untuk fungsinya masing-masing. Bila ada yang rusak, maka kerja dan fungsinya akan terganggu, atau tidak berfungsi sama sekali. Bila mata rusak, penglihatan pun terganggu, atau menjadi buta. Begitu pula dengan anggota lainnya, misalnya mulut, hitung, telinga dan lain sebagainya. Termasuk pula bila seseorang terserang penyakit hati. Bila hati terjangkit penyakit maksiat, penyakit yang menjauhkannya dari Allâh Azza wa Jalla, maka hati tidak bisa menjalankan fungsi kerjanya. Ia tidak bisa menghadirkan amalan-amalan untuk ibadah kepada-Nya. Ia akan jauh dari mengenal Allâh Azza wa Jalla . Penyakit hati adalah penyakit yang sangat berbahaya, dan terkadang si penderita tidak bisa merasakannya. Kalaupun ia merasakannya, namun susah baginya untuk bersabar dalam mengobatinya. Karena obat sakit hati adalah dengan melawan hawa nafsunya. Dan ini hal yang memerlukan pengorbanan besar. Memang hati adalah poros kebahagiaan sekaligus sumber kebinasaannya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ Ingatlah, sesungguhnya di dalam tubuh kalian terdapat segumpal daging; bila ia baik, maka akan baik seluruh badannya. Namun bila ia rusak, akan rusak pula semua tubuhnya. Ingatlah, itu adalah hati. [Muttafaq ‘alaih] Hadits tersebut menunjukkan bahwa baiknya amalan seorang hamba tergantung pada baiknya hati. Sebaliknya, rusaknya amalan seorang hamba adalah sesuai dengan rusaknya hati. Hati yang baik, itu adalah hati yang sehat selamat. Hanya hati seperti ini yang akan bermanfaat di sisi Allâh Azza wa Jalla kelak. يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ ﴿٨٨﴾ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. [Asy-Syu’arâ’/ 26: 88-89] Mengenai hati manusia, bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori: Hati yang bersih; yaitu yang selamat dari berbagai penyakit dan kerusakan. Dalam hati ini tidak terdapat di dalamnya selain kecintaan kepada Allâh dan takut kepada-Nya. Hatinya selalu takut akan hal-hal yang bisa menjauhkannya dari Allâh Azza wa Jalla . Ia adalah hati yang khusyuk, yang hidup, dan senantiasa sadar akan tujuan dirinya ada di bumi. Hati yang mati; tak ada kehidupan di dalamnya. Ia tidak mengenal Rabbnya, tidak pula beribadah menyembah-Nya. Ia hidup mengikuti hawa nafsu dan kesenangan belaka, meskipun itu mengundang murka Allâh. Ia tidak menghiraukan nasihat yang diberikan. Ia justru mengikuti seruan syetan dan bujuk rayunya. Hati yang sakit, Hati ini sebenarnya menyimpan energi, menyimpan kehidupan, akan tetapi telah bersarang penyakit dalam hati ini. Terkadang ia bisa lebih dekat kepada keselamatan, bisa pula ia lebih dekat pada kebinasaan. Banyak faktor dan sebab terkait mati dan hidupnya hati seseorang. Diantara sebab hidupnya hati adalah dengan bergegas menghadap Allâh Azza wa Jalla , membaca Kitab-Nya dengan merenunginya, dan menyibukkan diri dengan dzikrullah (mengingat Allâh Azza wa Jalla ). Allâh berfirman: الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allâh-lah hati menjadi tenteram. [Ar-Ra’d/ 13: 28] Allâh Azza wa Jalla juga berfirman. إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat–Nya iman mereka bertambah (karenanya), dan hanya kepada Rabblah mereka bertawakkal.” [Al-Anfâl/8:2] Diantara sebabnya yang lain, yaitu bergaul dengan orang-orang shalih dan mengikuti amalan mereka. Juga dengan sering mendengar nasihat dan taushiyah agama, serta dengan menjaga shalat berjama’ah bagi kaum laki-laki. Tidak ketinggalan pula dengan bertadabbur dan merenungkan ciptaan Allâh dan hikmah di balik itu semua. Karena banyak pertanda dan hikmah bagi orang-orang yang berfikir. Juga dengan mengambil pelajaran dari kesudahan orang-orang zhalim dan yang mendapat siksa adzab-Nya. Ini seperti firman Allâh: فَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا وَبِئْرٍ مُعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَشِيدٍ Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi. [Al-Hajj/ 22: 45] Adapun hal-hal yang membuat hati menjadi mati di antaranya adalah karena tidak mau menerima kebenaran, padahal ia tahu kebenaran tersebut. Allâh Azza wa Jalla berfrman : فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allâh memalingkan hati mereka; dan Allâh tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. [Ash-Shaff/61:5] Orang yang telah mati hatinya, ia lebih hina dan rendah daripada binatang ternak; dan Jahannam, itulah tempat kembalinya. Mereka tidak mau menggunakan akal dan indera mereka untuk mencari kebenaran. Maka orang yang demikian, hatinya telah terbalik dan tersegel sehingga ia tidak bisa mengambil manfaat dari hatinya. Sebab ia telah berpaling dari kebenaran. Ia telah rela dengan kebatilan. Sehingga kebatilan menjadi menu dan nutrisinya sehari-hari. Kesesatan, jalan yang ia tempuh, dan neraka Jahim; itulah tempat kembalinya. Adapun hati yang sakit, di antara sebabnya yaitu memakan yang haram. Sebab makanan yang tak halal akan memberi suplai yang buruk dan keji kepada badan. Seperti halnya sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai orang yang bepergian jauh, dengan kondisi tubuh berdebu, rambut yang acak-acakan. Ia menengadahkan dua tangannya ke langit seraya berseru: Ya Rabb; Ya Rabb; namun makanannya haram, pakaiannya haram; ia diberi suplai makan yang haram;lalu bagaimana mungkin akan dikabulkan doanya?! Dan sungguh miris, bila memperhatikan keadaan sekitar saat ini, memakan sesuatu yang haram sudah begitu menjamur pada masa sekarang ini! Sehingga hati pun dihinggapi penyakit; perilaku menjadi bejat, dan dekadensi moral pun begitu parah. Di antara sebab lain hati yang sakit adalah berbuat maksiat. Sebab maksiat akan membekas di hati dan membuatnya sakit. Seperti dalam hadits, bahwa bila seorang hamba berbuat dosa, akan digoreskan titik hitam di hatinya. Bila bertaubat, titik tersebut pun akan kembali mengkilap. Kalau tidak bertaubat, titik tersebut akan bertambah dan semakin parah. Sebab lainnya adalah mendengarkan hal-hal yang terlarang, termasuk juga mendengarkan nyanyian. Hal ini sudah begitu merebak pada masa sekarang ini. begitu parah pengaruh negatifnya; dan propagandanya pun begitu gencar, sampai merangsek pula ke tengah rumah kaum Muslimin. Sehingga muncullah dampak buruknya, dan merusak perilaku banyak orang, baik dari anak kecil sampai pun orang dewasa dan tua. Di antara sebab lainnya juga karena memandang pada yang diharamkan untuk dilihat. Allâh Azza wa Jalla berfirman: قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allâh Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” [An-Nûr/ 24: 30] Pandangan yang diharamkan akan menimbulkan syahwat di dalam hati dan membuatnya sakit. Bacaan yang merusak juga membuat hati sakit; termasuk pula bacaan yang menebarkan pemikiran menyimpang, dan juga bacaan yang memicu nafsu. Semoga kita semua terhindar dari itu semua. Tak ada obat penawar untuk hati yang sakit selain obat yang telah Allâh turunkan dalam Kitab dan sunnah Nabi-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman. يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. [Yûnus/10:57] Maka sambutlah Kitab Allâh Azza wa Jalla dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan penuh antusias, agar kita bisa menyembuhkan hati kita; agar kita mendapat kesembuhan dan juga rahmat-Nya. Dalam Al-Quran dan Sunnah terdapat cahaya dan petunjuk; terdapat ruh dan kehidupan; yang membentengi dari syetan dan godaannya. Marilah, masing-masing kita mempersiapkan diri, dengan menjauhkan diri dari berbagai keburukan dan segala hal yang mengantarkan kepadanya. Demikian pula jauhkanlah anak-anak dan juga rumah kita dari berbagai media penebar keburukan dan kerusakan. Bila memang kita menginginkan kesembuhan bagi hati kita dan kebaikan bagi masyarakat. Dan hendaknya kita perbanyak doa yang diucapkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ القُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبنَا عَلَى طَاعَتِكَ Wahai Dzat Yang membolak-balikkan hati! Arahkanlah hati kami di atas ketaatan.
beberapa penyakit hati yang harus dijauhi, yaitu: ghadhab (marah), riya ( pamer ), ujub (menggali diri) dan hasad (iri hati). Pada tulisan ini penulis ingin mengetengahkan tiga penyakit hati yang tidak kalah berbahayanya, yaitu: ananiyah (egois), ghibah (ngrasani) dan namimah (adu domba). Hati merupakan yang paling penting bagi manusia, tidak hanya yang material, lebih-lebih yang immateri. Dalam hal ini Nabi mendukung bagi kita:
الا وان فى الجسد مضغة اذا صلحت صلح الجسد كله واذا فسدت فسد الجسد كله الا وهي القلب (رواه البخارى)
“Ketahuilah, di dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, baiklah seluruh tubuh, dan sempurna daging itu rusak, rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah olehmu, itu segumpal daging itu adalah qalbu (hati) ”(HR Bukhari).
Ananya (egois)
Ananya Adalah SIKAP Seseorang Yang Selalu mementingkan Diri Sendiri Tanpa memperdulikan Orang Lain di Sekitarnya. Sifat ini sangat tercela, dan berbahaya di dalam masyarakat. Ananiah termasuk penyakit hati, dan akan berkembang menjadi penyakit sombong, takabur, iri dan dengki. Penyakit ini akan menghinggapi siapa saja yang tidak memandang orang awam, terdidik, atau berpangkat. Penyakit ananiah akan mendatangkan kerugian bagi dirinya sendiri, antara lain: tidak dipedulikan orang lain, bahkan dibenci. Cara menghindari penyakit tesrsebut adalah dengan menyadari bahwa manusia memiliki hak dan martabat yang sama, dan menyadari bahwa tindakan ananiah termasuk perbuatan dosa.
Ghibah (Menggunjing)
Ghibah adalah membicarakan aib orang lain, diperbolehkan Sabda Nabi Muhammad Saw yang artinya:
“Tahukah kamu, apakah menggunjing itu? “Sahabat berkata: Allah dan Rasul-Nya lebih mengerti. Lalu Nabi bersabda: “Yaitu kamu bercerita tentang saudaramu tentang hal-hal yang dibencinya. Kemudian sahabat bertanya lagi: “Bagaimana, jika yang saya katakan itu sebetulnya ada pada saudara tersebut? Nabi menjawab: “Jika kamu mengatakan itu ada yang membantah, berarti kamu telah menggunjingnya, dan jika tidak suka apa yang kamu katakan itu, sungguh kamu telah melakukan dusta tentang yang dimiliki (kamu telah memfitnah). (HR Muslim, Abu Daud, Tirmizi dan Nasa'i).
Dalam Al Qur'an QS Al Hujurat [49]: 12 menyatakan:
“Hai orang-orang yang beriman, jauh lebih besar dari prasangka (kecurigaan), karena sebagian besar dari prasangka itu dosa, dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah yang mau kamu yang suka daging yang sudah mati? Maka tentulah kamu harus meminta dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang ”. (QS Al Hujurat [49]: 12)
Di hearts ayat tersebut diibaratkan, bahwa orangutan Yang gibah ITU seperti Makan daging bangkai saudaranya Sendiri. Lebih banyak yang direkomendasikan oleh Hadis Nabi:
عن جابر وابى سعيد قالا: قال رسول الله صل الله عليه وسلم: اياكم والغيبة فان الغيبة اشد من الزنا قيل له كيف قال ان الرجل يزنى ويتوب الله عليه وان صاحب الغيبة لايغفر له حتى يغفر له صاحبه (اخرجه البيهقى والطبرنى وابوالشيخ وابن ابى الدنيا)
“Dari Jabir dan Abu Sa'id mereka berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda: Jauhilah olehmu sifat ghibah karena ghibah itu lebih besar dosanya dari pada zina. Ditanyakan kepada Rasul "bagaimana bisa?" Rasulullah menjawab: seorang laki-laki berzina kemudian bertaubat Allah akan mengampuni dan orang yang memiliki sifat ghibah Allah tidak akan mengampuninya sehingga dapat diajak mengampuninya.
Jadi dosa ghibah tidak akan diampuni oleh Allah sebelum orang lain (yang digunjing) mau mengampuninya. Dosa Bagi Allah mudah untuk meminta ampun, sedangkan dosa terhadap orang lain Allah belum mau mengampuni jika belum meminta maaf kepada orang yang diminta. Bahaya sifat ghibah antara lain, menimbulkan rasa permusuhan dengan orang lain, memutuskan persaudaraan di antara manusia dan menimbulkan tindakan fitnah.
Namimah (adu domba)
Namimah artinya adu domba yaitu usaha untuk membuat orang lain saling bermusuhan. Sikap namimah sangat dibenci Islam, karena dapat membuat persaudaraan menjadi pecah sehingga dapat melumpuhkan (melengkap) kekuatan persaudaraan ( ukhuwwah ). Orang yang memiliki sifat namimah tidak akan masuk surga seperti dadijelaskan dalam hadis Nabi Saw:
عَنْ حُذَ يْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَيَدْخُلُ الْجَنَّة َ ش َ َ َ َ
Diriwayatkan dari Hudzaifah dia berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda: "tidak akan masuk surga orang yang suka adu domba" . (HR Bukhari dan Muslim)
Rasulullah bersabda, yang berarti:
“Yang amat dicintai Allah Swt. adalah yang terbaik akhlaknya, yang dermawan lagi gemar menjamu orang, yang dapat menyesuaikan diri lagi dapat dilihat kembali, sedang yang sangat dibenci di sisi allah orang-orang yang suka bekerja dengan adu domba, yang memecah belah antara saudara-saudara, lagi pula mencari-cari alasan untuk melepaskan diri dari kesalahan-kesalahan ”. (HR Ahmad).
Dalam kehidupan bermasyarakat, sifat namimah akan menimbulkan konflik. Oleh karena itu, sifat namimah harus selalu dijauhi oleh semua orang, prioritas utama untuk orang-orang terdidik, transisi ketenteraman dalam kehidupan bermasyarakat dan berorganisasi dapat dilakukan. Dari Hani’ Maula Utsman berkata bahwa ketika Utsman bin Affan berdiri di depan kuburan, beliau Menangis hingga air matanya membasahi jenggotnya. Lalu dikatakan kepadanya, “Diceritakan kepadamu tentang Surga dan Neraka kamu tidak menangis, tetapi kamu menangis dari ini.” Maka beliau berkata bahwa Rsulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ الْقَبْرَ أَوَّلُ مَنْزِلٍ مِنْ مَنَازِلِ الْآخِرَةِ فَإِنْ نَجَا مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَرُ مِنْهُ وَإِنْ لَمْ يَنْجُ مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ مِنْهُ قَالَ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا رَأَيْتُ مَنْظَرًا قَطُّ إِلَّا الْقَبْرُ أَفْظَعُ مِنْهُ
“Kuburan adalah awal rintangan dari beberapa rintangan alam akhirat. Jika sukses di alam itu maka setelahnya lebih mudah, dan jika tidak sukses maka setelahnya lebih susah.” Kemudian beliau berkata bahwa Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda, “Tiada pemandangan yang pernah saya lihat melainkan kuburan yang paling menyeramkan.” (Hasan, HR. Tirmidzi dan Ibnu Majjah, lihat Shahihul Jami’ No.5623)
Ketika seseorang hamba diantar ke kuburan dia disertai tiga hal, yaitu keluarganya, hartanya dan amalnya. Dan yang kembali pulang dua hal yaitu harta dan keluarganya, sedangkan yang mengikutinya ham amalnya, seperti yang telah ditegaskan Rasulullah صلي الله عليه وسلم dalam sabdanya:
يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلَاثَةٌ فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ وَاحِدٌ يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ
“Suatu yang mengikuti mayat ada tiga, kembali pulang dua dan ikut bersamanya satu; dihantarkan keluarganya, hartanya dan amalnya, maka kembali pulang keluarganya dan hartanya dan yang tersisa (bersamanya) amalnya.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i, lihat Shahihul Jami’ No.8017)
Dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya berkata: “Ketika dinding rumah Nabi صلي الله عليه وسلم roboh sementara Umar bin Abdul Aziz pada saat itu sedang berada di Madinah, tiba-tiba telapak kaki salah seorang penghuni kuburan yang dikubur di rumah itu terlihat dan telapak kaki itu terkena sesuatu sehingga berdarah. Maka Umar bin Abdul Aziz kaget sekali, lalu Urwah masuk ke rumah tersebut. Ternyata telapak kaki itu adalah telapak kaki Umar bin Khaththab. Maka Urwah berkata kepada beliau, ‘Engkau jangan kaget, kaki tersebut adalah kaki Umar bin Khaththab رضي الله عنه.’ Lalu beliau menyuruh membangun kembali dinding tersebut dan dikembalikan seperti keadaan semula.” (Lihat Kitab Majmu Rasail Ibnu Rajab, Risalah Ahwalul Qubur, hal. 175)
Abu Umamah al-Bahili berkata, “Sesungguhnya kalian pada pagi dan petang berada dalam hunian yang meraup kebaikan dan keburukan. Dan hampir-hampir kalian akan pergi meninggalkannya menuju hunian lain yaitu kuburan, suatu hunian yang sangat menyeramkan dan rumah yang sangat gelap, tempat tinggal yang sangat sempit kecuali yang diluaskan Allah, kemudian kalian akan dibangkitkan pada Hari Kiamat.” (idem, hal. 258)
Umar bin Abdul Aziz رحمه الله berkata kepada salah seorang pendampingnya, “Wahai Fulan, Aku tadi malam tidak bisa tidur karena merenungkan sesuatu.” Dia berkata, “Apa yang sedang Engkau renungkan, wahai Amirul Mukmmin?” Beliau menjawab, “Aku sedang merenungkan kuburan dan penghuninya. Jika kamu menyaksikan mayat pada hari ketiganya di dalam kubur, niscaya kamu akan mendapatkan suatu bentuk sangat mengerikan walaupun sebelum mati dia sangat menawan hati. Kamu menyaksikan suatu hunian penuh dengan binatang binatang yang menyeramkan, badan yang mulai mengembung dan bernanah yang dibuat santapan cacing tanah, sedang tubuh mulai membusuk, kain kafan mulai hancur, sementara dahulu di dunia penampilannya sangat menawan, aroma tubuhnya sangat semerbak wangi dengan parfum dan pakaiannya sangat bersih dan indah.” Setelah itu beliau tersungkur pingsan.” (idem, hal. 290)
Dari Yahya bin Abu Katsir bahwa Abu Bakar رضي الله عنه pernah berkhutbah, “Di manakah mereka yang berwajah rupawan, yang bangga dengan usia remajanya, yang silau dengan keperkasaannya, namun hal itu tidak pernah dipersembahkan untuk peperangan? Di manakah mereka yang telah membangun kota-kota besar yang dilindungi dengan benteng-benteng yang kokoh? Semuanya telah ditelan oleh masa dan semuanya akan menuju kepada gelapnya kuburan.” (idem, hal. 295)
Umar bin Dzar berkata, “Andaikata orang yang sehat wal’afiyat mengetahui tubuh penghuni alam kubur hancur lebur (dimakan cacing tanah), maka mereka akan sungguh-sungguh dan serius selama berada di dunia karena takut pada suatu hari, di mana hati dan mata tercengang karena ketakutan.” (idem, hal. 296)
Abu Abdurahman al-Umari al-Abid berkata, “Wahai para pemilik istana-istana yang megah! Ingatlah gelapnya hiburan yang menyeramkan, wahai orang-orang yang bergelimang kenikmatan dan kelezatan, ingatlah cacing tanah, darah campur nanah dan hancurnya jasad bersama tanah.” (idem, hal. 260)
DERITA DAN NIKMAT ALAM BARZAKH
Seorang muslim wajib beriman bahwa azab kubur merupakan perkara yang haq, dan pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir kepada penghuni kubur tentang Tuhannya, agamanya dan Nabinya suatu perkara yang pasti.(Lihat Tahdzib Syarah Thahawiyah, hal. 237).
Maka Abu Abdullah berkata, “azab kubur suatu yang hak dan tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang sesat dan menyesatkan.” (Lihat Kitab ar-Ruh, Ibnu Qayyim, hal. 76)
Dan demikian itu berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma sahabat, maka kuburan merupakan liang dari taman surga atau liang dari jurang neraka, sehingga ketika seorang hamba mati dan dimasukkan ke liang kubur berarti ia telah mengawali alam akhiratnya.
Ketahuilah, para pembela kebenaran sepakat bahwa Allah menciptakan untuk sang mayat suatu kehidupan yang bisa berupa kesengsaraan dan kelezatan di alam kubur.(Lihat Syarah Fikih Akbar, Mullah al-Qari, hal. 209).
Dan seorang tidak tahu secara persis berapa lama ia harus tinggal di kampung hunian kuburan tersebut, kuburan adalah alam yang paling menakutkan setiap salafush shalih.
Dalam hadits Barra bin Azib رضي الله عنه yang panjang, bahwa tatkala Rasulullah duduk di kuburan beliau bersabda “Berlindunglah kalian kepada Allah dari azab kubur.” Ucapan itu diulang hingga dua atau tiga kali, kemudian beliau menuturkan tentang kondisi mayat mukmin dengan bersabda, “Maka ruhnya dikembalikan ke jasadnya kemudian datanglah dua malaikat dan keduanya mendudukkannya lalu keduanya bertanya, ‘Siapakah Tuhanmu?’ Maka ia menjawab, ‘Tuhanku adalah Allah. Keduanya bertanya lagi, ‘Apa agamamu?’ Maka ia men jawab, ‘Agamaku adalah Islam.’ Keduanya bertanya lagi “Siapa orang yang diutus kepadamu?’ Maka ia menjawab ‘Dia adalah Muhammad sebagai utusan Allah’. Lalu keduanya bertanya kepadanya, ‘Bagaimana kamu bisa tahu tentang hal itu?’ Ia menjawab, ‘Saya membaca Kitabullah lalu saya beriman dan membenarkannya.'”
“Maka terdengarlah dari langit suara panggilan yang memanggil. ‘Jawaban hamba-Ku sudah benar. Maka hamparkanlah (permadani) dari surga dan bukakan pintu menuju arah surga serta berikanlah pakaian dari surga.’
Beliau bersabda, “Maka masuklah ke alam kubur aroma semerbak dan wanginya surga lalu alam kuburnya diluaskan sejauh pandangan matanya.”
Beliau melanjutkan, “Maka datanglah seorang lelaki yang berwajah tampan, berpakaian bagus dan menamakan wewangian lalu ia berkata, ‘Bergembiralah dengan sesuatu yang pernah dijanjikan kepadamu. Maka si mayat bertanya kepadanya, ‘Siapa kamu? Wajahmu datang membawa kebaikan.’ Maka ia menjawab, ‘Maka saya adalah amal shalihmu.’ Maka ia berkata, ‘Ya Allah, bangkitkan segera Hari Kiamat hingga aku bisa kembali kepada keluargaku dan hartaku.’
Kemudian beliau menceritakan kematian orang kafir beliau bersabda, “Maka ruhnya dikembalikan ke jasadnya lalu datanglah dua malaikat dan mendudukkannya lalu keduanya bertanya kepadanya, ‘Siapa Tuhanmu?’ la menjawab, ‘Ha… ha… saya tidak tahu’. Lalu keduanya berlanya lagi, ‘Apa agamamu?’ Ia menjawab, ‘Ha… ha… saya tidak tahu’. Keduanya bertanya lagi, “Siapa yang diutus kepadamu menjadi nabi?’ Ia menjawab, ‘Ha… ha saya tidak tahu’.
Maka terdengarlah suara panggilan memanggil dari alas langit, “Ia berdusta. Hamparkanlah permadani dari neraka, berikanlah pakaian dari neraka dan bukakanlah pintu menuju neraka.”
Beliau bersabda, “Maka masuklah panasnya dan racunnya neraka, sehingga tulang rusuknya berantakan dan datanglah seorang lelaki yang berwajah buruk, berpakaian kumal dan berbau busuk. Lalu ia berkata, ‘bergembiralah dengan nasib buruk ini yang telah dijanjikan kepadamu sebelumnya.’ Si mayat bertanya, ‘Siapakah dirimu? Datang berwajah buruk?. Ia menjawab ‘Saya adalah amal burukmu’. Maka ia berkata, ‘Ya Tuhan-ku, janganlah Engkau bangkitkan Hari Kiamat.'”
Ada tambahan dari hadits Jarir bahwa beliau bersabda, “Kemudian dihadirkan orang buta dan bisu yang ditangannya terdapat cemeti terbuat dari besi. Andaikata digunakan untuk memukul gunung, maka gunung itu akan menjadi debu bertebaran.” (Shahih, HR. Abu Daud, Ahmad dan Hakim dalam Mustadraknya dan beliau berkata bahwa hadits ini shahih menurut syarat Bukhari dan Muslim dan dishahihkan Ibnu Qayyim dalam Tadzhibus Sunan 4/ 348-349)
Begitulah wahai saudaraku, kenikmatan surga bisa sampai kepada hamba pada saat masih berada di alan kubur, dan demikian pula siksaan neraka sampai kepada hamba pada saat masih berada di alam kubur, hingga malaikat Israfil meniup sangkakala sebagai pertanda Hari Kiamat tiba.
Pasca kematian bukan tempat peristirahatan namun alam pertanggungjawaban dan tempat untuk menghisab seluruh amal perbuatan, maka sang penyair berkata:
“Jikalau kita telah mati dibiarkan maka kematian menjadi tujuan setiap yang hidup.
Tetapi tatkala kita mati pasti dibangkitkan dan ditanya tentang segala sesuatu.”
Wahai Dzat pengambil nyawa dari jiwa manusia pada saat kematian, wahai Dzat Pengampun dosa, jauhkanlah kami dari siksa kubur.
SIKSA KUBUR MENIMPA JASAD DAN RUH
Menurut pendapat yang shahih siksa kubur menimpa jasad dan ruh seperti yang telah ditegaskan dalam hadits-hadits berikut ini:
Dari Anas bin Malik رضي الله عنه bahwa seorang lelaki atau wanita berkulit hitam, tukang sapu masjid meninggal dunia lalu dikubur pada malam hari, kemudian diberitahukan kepada Rasulullah صلي الله عليه وسلم, dan beliau bersabda:
إِنَّ هَذِهِ اَلْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا, وَإِنَّ اَللَّهَ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلَاتِي عَلَيْهِمْ
“Sesungguhnya kuburan ini dipenuhi dengan kegelapan bagi penghuninya. Dan Allah Azza wa Jalla memberi cahaya pada kuburan itu dengan shalatku atas mereka.” Maka beliau mendatangi kuburannya dan shalat atasnya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah dan Imam al-Haitsami dalam MajmaZawaidnya (4191) 3/ 145-146 dari Anas bin Malik)
Dan dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما berkata: “Pada suatu hari ketika Saad bin Muadz dikubur maka Nabi صلي الله عليه وسلم duduk di hadapan kuburannya lalu bersabda: ‘Seandainya seseorang bisa selamat dari siksa kubur atau pertanyaan di alam kubur maka Sa’ad bin Muadz pasti selamat darinya, namun dia diimpit dengan sekali impitan kemudian dilonggarkan darinya.'” (Shahih diriwayatkan Imam at-Thabrani dalam al-Kabir (10827), Imam al-Haitsami dalam Majma Zawaidnya (4257) dan Silsilah Ahadits Shahihah (1695).
Menurut pendapat yang benar bahwa siksa kubur menimpa ruh dan jasad seperti yang telah ditegaskan Imam Ibnu Rajab, “Di antara dalil-dalil yang menunjukkan bahwa siksa kubur menimpa jasad dan ruh adalah hadits-hadits yang menjelaskan tentang mayat yang diimpit di alam kuburnya hingga tulang rusuknya hancur berantakan. Kalau siksa kubur hanya menimpa ruh saja maka tidak hanya khusus terjadi di alam kubur saja dan tidak perlu dinisbatkan kepadanya.” (Lihat Kitab Majmu Rasail Ibnu Rajab, risalah Ahwalul Qubur, hal. 192)
Imam As-Subki berkata, “Kembalinya ruh ke jasad di alam kubur merupakan ketetapan (final) berdasarkan hadits shahih yang berlaku bagi semua mayat terutama bagi orang-orang yang mati syahid.” (Lihat Syarhus Sudur, Imam as-Suyuthi, hal. 204)
Ibnu Qayyim berkata, “Jika kamu telah mengetahui beberapa pendapat yang batil, maka ketahuilah madzhab salaful ummah dan para imam sunnah (bersepakat) bahwa seorang hamba setelah mati berada dalam nikmat atau azab di alam kubur. Dan demikian itu menimpa ruh dan jasadnya. Dan setelah ruh berpisah dari badan maka ia terus berada dalam nikmat atau azab. Dan terkadang menimpa badan sehingga ia mendapat nikmat atau azab. Kemudian pada saat kiamat besar maka ruh-ruh tersebut dikembalikan ke badan lalu semuanya bangkit dari alam kubur mereka untuk menghadap Rabbul Alamin. Sedang kembalinya ruh ke jasad telah terjadi kata sepakat antara kaum muslimin, Yahudi dan Nasrani.” (Lihat Kitab ar-Ruh, Ibnu Qayyim, hal. 69)
Inilah yang dimaksud sabda Nabi, “Sesungguhnya nyawa orang beriman berbentuk burung yang bertengger di pohon surga hingga dikembalikan Allah ke jasadnya pada hari Allah membangkitkannya.” (Imam as-Suyuthi berkata bahwa hadits ini diriwayatkan Imam Malik, Ahmad dan Nasa’i dengan Sanad yang shahih. Imam Ibnu Katsir berkata: Hadits ini sandanya shahih (lihat Syarhus Sudur, hal. 306 dan Tafsir Ibnu Katsir tafsir surat ali Imran ayat: 169)
BENTUK-BENTUK SIKSA KUBUR
Bentuk dan macam siksa kubur banyak sekali, di antara bentuk dan macam siksa kubur yang menimpa para penghuninya adalah:
1. Alam Kubur Sangat Gelap dan Seram
Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ هَذِهِ اَلْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا, وَإِنَّ اَللَّهَ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلَاتِي عَلَيْهِمْ
“Sesungguhnya kuburan ini dipenuhi dengan kegelapan bagi penghuninya. Dan Allah Azza wa Jalla memberi cahaya pada kuburan itu dengan shalatku atas mereka.” (Telah Berlalu takhrijnya)
2. Azab Kubur Dipukul dengan Cemeti Besi
Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
الْعَبْدُ إِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَتُوُلِّيَ وَذَهَبَ أَصْحَابُهُ حَتَّى إِنَّهُ لَيَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ أَتَاهُ مَلَكَانِ فَأَقْعَدَاهُ فَيَقُولَانِ لَهُ مَا كُنْتَ تَقُولُ فِي هَذَا الرَّجُلِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولُ أَشْهَدُ أَنَّهُ عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ فَيُقَالُ انْظُرْ إِلَى مَقْعَدِكَ مِنْ النَّارِ أَبْدَلَكَ اللَّهُ بِهِ مَقْعَدًا مِنْ الْجَنَّةِ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَرَاهُمَا جَمِيعًا وَأَمَّا الْكَافِرُ أَوْ الْمُنَافِقُ فَيَقُولُ لَا أَدْرِي كُنْتُ أَقُولُ مَا يَقُولُ النَّاسُ فَيُقَالُ لَا دَرَيْتَ وَلَا تَلَيْتَ ثُمَّ يُضْرَبُ بِمِطْرَقَةٍ مِنْ حَدِيدٍ ضَرْبَةً بَيْنَ أُذُنَيْهِ فَيَصِيحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهَا مَنْ يَلِيهِ إِلَّا الثَّقَلَيْنِ
“Sesungguhnya seorang hamba ketika diletakkan di liang kubur dan para pengantar pulang maka ia mendengar suara terompah mereka. Datanglah dua malaikat lalu mendudukkannya kemudian bertanya, Apa komentarmu tentang Muhammad?’ Adapun orang mukmin menjawab, Aku bersaksi bahwa dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya.’ Maka dikatakan kepadanya, ‘Lihat tempat tinggalmu dari api neraka telah diganti oleh Allah dengan tempat tinggal dari surga.’ Maka ia bisa melihat keduanya. Dan adapun orang munafik dan orang kafir, maka ditanya, Apa komentarmu tentang orang ini (Muhammad)?’ Dia menjawab, ‘Aku tidak tahu. Aku mengatakan sebagaimana yang dikatakan orang-orang.’ Maka dikatakan kepadanya, ‘Kamu tidak mengerti dan tidak tahu.’ Dan dia dipukul dengan gadam yang terbuat dari besi sekali pukulan. Maka ia berteriak kencang hingga didengar makhluk yang ada disekitarnya kecuali manusia dan jin!” (HR. Bukhari)
3. Azab Kubur dengan Diimpit Bumi
Dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما berkata, “Pada suatu hari ketika Saad bin Muadz dikubur maka Nabi صلي الله عليه وسلم duduk di hadapan kuburannya lalu bersabda, ‘Seandainya seseorang bisa selamat dari siksa kubur atau pertanyaan di alam kubur maka Sa’ad bin Muadz pasti selamat darinya, namun dia diimpit dengan sekali impitan kemudian dilonggarkan darinya.” (Telah berlalu Takhrij-nya)
4. Azab Kubur dengan Dibelit Ular Berbisa
Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
يُرْسَلُ عَلَي الكَافِرِ حَيَّتَانِ وَاحِدَةٌ مِنْ قِبَلِ رَأْسِهِ وَأُخْرَي مِنْ قِبَلِ رِجْلَيْهِ تَقْرِضَانِهِ قَرْضًا كُلَّمَا فَرَغَتَا عَادَتَا إِلَي يَوْمِ القِيَامَةِ
“Dikirim kepada orang kafir dua ekor ular, seekor ular dari arah kepalanya dan yang lainnya dari arah kakinya yang membelitnya dengan kuat, ketika tuntas maka kembali membelitnya hingga Hari Kiamat.” [Hasan diriwayatkan Imam al-Haitsami dan beliau berkata: Diriwayatkan Ahmad dan sanad hadits ini hasan. No: 3/180 (4284)]
5. Azab Kubur Dibakar dengan Api
Sebagian penghuni kubur disiksa dengan api neraka pada pagi dan petang[1] seperti firman Allah:
ثُمَّ أَرْسَلْنَا مُوسَى وَأَخَاهُ هَارُونَ بِآيَاتِنَا وَسُلْطَانٍ مُّبِينٍ. إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ فَاسْتَكْبَرُوا وَكَانُوا قَوْماً عَالِينَ
“Kemudian Kami utus Musa dan saudaranya Harun dengan membawa tanda-tanda (kebesaran Kami), dan bukti yang nyata. Kepada Fir’aun dan pembesar-pembesar kaumnya, maka mereka ini takabur dan mereka adalah orang-orang yang sombong.” (QS Al-Mukminun [23]: 45-46).
[1] Maksud Penulis mungkin adalah firman Allah:
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوّاً وَعَشِيّاً وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ
Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”. (QS Al-Mu’min/ Ghofir [40]: 46) (Ibnu Majjah)
6. Azab Kubur untuk Orang Sombong
Di antara pemicu siksa kubur adalah sikap angkuh dan sombong, sebagaimana sabda Nabi صلي الله عليه وسلم:
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي فِي حُلَّةٍ تُعْجِبُهُ نَفْسُهُ مُرَجِّلٌ جُمَّتَهُ إِذْ خَسَفَ اللَّهُ بِهِ فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Ketika seseorang sedang berjalan, mengenakan pakaian yang merasa bangga diri dan rambut tersisir dengan baik, tiba-tiba Allah tenggelamkan ke bumi dan dia dalam keadaan sekarat hingga Hari Kiamat.” (HR. Bukhari)
7. Azab Kubur bagi Koruptor dan Pemakan Harta Haram
Rasulullah bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّ الشَّمْلَةَ الَّتِي أَخَذَهَا يَوْمَ خَيْبَرَ مِنْ الْمَغَانِمِ لَمْ تُصِبْهَا الْمَقَاسِمُ لَتَشْتَعِلُ عَلَيْهِ نَارًا
“Dan demi dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sunggnya sehelai kain kecil dari harta ghanimah yang dia curi pada perang Khaibar yang diluar pembagian ghanimah akan menjadi bara api (di alam kuburnya).” (HR. Bukhari dan Muslim)
8. Azab Kubur Bagi Orang yang Suka Ghibah atau Namimah dan Tidak Menjaga Kencing
Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
“Sesungguhnya keduanya disiksa dan keduanya tidak disiksa dalam perkara besar. Adapun yang pertama tidak menjaga dari percikan kencing dan yang kedua berjala’ di muka bumi dengan namimah.” Kemudian beliu mengambil pelepah kurma basah dan membelai menjadi dua lalu beliau menancapkan pada setia} kuburan satu pelepah kurma.” Mereka berkata “Wahai Rasulullah, kenapa engkau melakukan itu?” Beliau bersabda, “Mudah-mudahkan diringankan (siksa kubur) dari keduanya, selagi (pelepah kurma itu) belum kering.” (HR. Bukhari dan Muslim)
9. Azab Kubur Bagi Khatib Gadungan
Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
“Aku pernah mendatangi sekelompok laki-laki pada waktu Isra’ mi’rajku yang lisan mereka sedang dipotong-potong dengan alat pemotong dari neraka. Aku bertanya, ‘Siapakah mereka, wahai Jibril?’ Beliau menjawab, ‘Mereka adalah para khatib dari umatmu yang memerintahkan manusia dengan kebaikan sementara melupakan diri mereka sendiri padahal mereka membaca al-Kitab, apakah mereka tidak berfikir?'” (Shahih diriwayatkan Imam al-Haitsami dalam Majma Zawaid dan beliau berkata: Hadits ini diriwayatkan Abu Ya’la dan para perawinya adalah para perawi hadits shahih. (7/279) dan lihat Shahihul Jami’ no: 129)
10. Azab Kubur yang Menimpa Pendusta, Pezina, Pemakan Riba, Meninggalkan Shalat dan Orang yang Menelantarkan Al-Qur’an
Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda:
لَكِنِّي رَأَيْتُ اللَّيْلَةَ رَجُلَيْنِ أَتَيَانِي فَأَخَذَا بِيَدِي فَأَخْرَجَانِي إِلَى الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ فَإِذَا رَجُلٌ جَالِسٌ وَرَجُلٌ قَائِمٌ بِيَدِهِ كَلُّوبٌ مِنْ حَدِيدٍ قَالَ بَعْضُ أَصْحَابِنَا عَنْ مُوسَى إِنَّهُ يُدْخِلُ ذَلِكَ الْكَلُّوبَ فِي شِدْقِهِ حَتَّى يَبْلُغَ قَفَاهُ ثُمَّ يَفْعَلُ بِشِدْقِهِ الْآخَرِ مِثْلَ ذَلِكَ وَيَلْتَئِمُ شِدْقُهُ هَذَا فَيَعُودُ فَيَصْنَعُ مِثْلَهُ قُلْتُ مَا هَذَا قَالَا انْطَلِقْ فَانْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى رَجُلٍ مُضْطَجِعٍ عَلَى قَفَاهُ وَرَجُلٌ قَائِمٌ عَلَى رَأْسِهِ بِفِهْرٍ أَوْ صَخْرَةٍ فَيَشْدَخُ بِهِ رَأْسَهُ فَإِذَا ضَرَبَهُ تَدَهْدَهَ الْحَجَرُ فَانْطَلَقَ إِلَيْهِ لِيَأْخُذَهُ فَلَا يَرْجِعُ إِلَى هَذَا حَتَّى يَلْتَئِمَ رَأْسُهُ وَعَادَ رَأْسُهُ كَمَا هُوَ فَعَادَ إِلَيْهِ فَضَرَبَهُ قُلْتُ مَنْ هَذَا قَالَا انْطَلِقْ فَانْطَلَقْنَا إِلَى ثَقْبٍ مِثْلِ التَّنُّورِ أَعْلَاهُ ضَيِّقٌ وَأَسْفَلُهُ وَاسِعٌ يَتَوَقَّدُ تَحْتَهُ نَارًا فَإِذَا اقْتَرَبَ ارْتَفَعُوا حَتَّى كَادَ أَنْ يَخْرُجُوا فَإِذَا خَمَدَتْ رَجَعُوا فِيهَا وَفِيهَا رِجَالٌ وَنِسَاءٌ عُرَاةٌ فَقُلْتُ مَنْ هَذَا قَالَا انْطَلِقْ فَانْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى نَهَرٍ مِنْ دَمٍ فِيهِ رَجُلٌ قَائِمٌ عَلَى وَسَطِ النَّهَرِ
قَالَ يَزِيدُ وَوَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ عَنْ جَرِيرِ بْنِ حَازِمٍ وَعَلَى شَطِّ النَّهَرِ رَجُلٌ بَيْنَ يَدَيْهِ حِجَارَةٌ فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ الَّذِي فِي النَّهَرِ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ رَمَى الرَّجُلُ بِحَجَرٍ فِي فِيهِ فَرَدَّهُ حَيْثُ كَانَ فَجَعَلَ كُلَّمَا جَاءَ لِيَخْرُجَ رَمَى فِي فِيهِ بِحَجَرٍ فَيَرْجِعُ كَمَا كَانَ فَقُلْتُ مَا هَذَا قَالَا انْطَلِقْ فَانْطَلَقْنَا حَتَّى انْتَهَيْنَا إِلَى رَوْضَةٍ خَضْرَاءَ فِيهَا شَجَرَةٌ عَظِيمَةٌ وَفِي أَصْلِهَا شَيْخٌ وَصِبْيَانٌ وَإِذَا رَجُلٌ قَرِيبٌ مِنْ الشَّجَرَةِ بَيْنَ يَدَيْهِ نَارٌ يُوقِدُهَا فَصَعِدَا بِي فِي الشَّجَرَةِ وَأَدْخَلَانِي دَارًا لَمْ أَرَ قَطُّ أَحْسَنَ مِنْهَا فِيهَا رِجَالٌ شُيُوخٌ وَشَبَابٌ وَنِسَاءٌ وَصِبْيَانٌ ثُمَّ أَخْرَجَانِي مِنْهَا فَصَعِدَا بِي الشَّجَرَةَ فَأَدْخَلَانِي دَارًا هِيَ أَحْسَنُ وَأَفْضَلُ فِيهَا شُيُوخٌ وَشَبَابٌ قُلْتُ طَوَّفْتُمَانِي اللَّيْلَةَ فَأَخْبِرَانِي عَمَّا رَأَيْتُ قَالَا نَعَمْ أَمَّا الَّذِي رَأَيْتَهُ يُشَقُّ شِدْقُهُ فَكَذَّابٌ يُحَدِّثُ بِالْكَذْبَةِ فَتُحْمَلُ عَنْهُ حَتَّى تَبْلُغَ الْآفَاقَ فَيُصْنَعُ بِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَالَّذِي رَأَيْتَهُ يُشْدَخُ رَأْسُهُ فَرَجُلٌ عَلَّمَهُ اللَّهُ الْقُرْآنَ فَنَامَ عَنْهُ بِاللَّيْلِ وَلَمْ يَعْمَلْ فِيهِ بِالنَّهَارِ يُفْعَلُ بِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَالَّذِي رَأَيْتَهُ فِي الثَّقْبِ فَهُمْ الزُّنَاةُ وَالَّذِي رَأَيْتَهُ فِي النَّهَرِ آكِلُوا الرِّبَا وَالشَّيْخُ فِي أَصْلِ الشَّجَرَةِ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام وَالصِّبْيَانُ حَوْلَهُ فَأَوْلَادُ النَّاسِ وَالَّذِي يُوقِدُ النَّارَ مَالِكٌ خَازِنُ النَّارِ وَالدَّارُ الْأُولَى الَّتِي دَخَلْتَ دَارُ عَامَّةِ الْمُؤْمِنِينَ وَأَمَّا هَذِهِ الدَّارُ فَدَارُ الشُّهَدَاءِ وَأَنَا جِبْرِيلُ وَهَذَا مِيكَائِيلُ فَارْفَعْ رَأْسَكَ فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَإِذَا فَوْقِي مِثْلُ السَّحَابِ قَالَا ذَاكَ مَنْزِلُكَ قُلْتُ دَعَانِي أَدْخُلْ مَنْزِلِي قَالَا إِنَّهُ بَقِيَ لَكَ عُمُرٌ لَمْ تَسْتَكْمِلْهُ فَلَوْ اسْتَكْمَلْتَ أَتَيْتَ مَنْزِلَكَ
“Akan tetapi aku bermimpi didatangi oleh dua orang lelaki lalu keduanya memegang tanganku dan keduanya membawaku ke bumi yang disucikan, tiba-tiba aku dapati seorang yang sedang duduk dan seorang lagi sedang berdiri sementara di tangannya memegang tombak dari besi. Sebagian sahabat kami berkata, ‘Dari Musa.’ Tombak besi itu ditusukkan pada pojok mulut hingga tembus ke tengkuk. Kemudian ditusukkan pada pojok mulut sebelahnya seperti itu. Setelah pojok mulut pulih kembali maka disiksa lagi seperti itu.
“Aku bertanya, ‘Siapakah dia itu?’ Kedua orang itu berkata, ‘Pergilah.’ Maka kami pergi hingga bertemu dengan orang yang sedang tidur terlentang dan seorang lagi berdiri di atas kepalanya dengan memegang alat pemukul atau batu besar lalu dihantamkan ke arah kepalanya. Ketika dihantam dengan batu maka batu tersebut terpental. Maka orang itu pergi untuk mengambilnya dan tidaklah orang itu kembali melainkan kepala tersebut rekat dan kembali seperti semula. Orang itu kembali kepadanya dan memukulnya.
“Aku bertanya, ‘Siapakah dia itu?’ Keduanya berkata, ‘Pergilah!’ Maka kami pergi hingga sampai di suatu tempat yang berlubang besar seperti dapur roti bagian atas sempit sedangkan bagian bawah lebar. Dari arah bawah ada api yang menyala. Ketika api mendekat, maka mereka terangkat hingga mereka hampir keluar dan ketika api padam mereka kembali ke tempat semula. Dan di dalamnya terdapat kaum laki-laki dan kaum perempuan dalam kondisi telanjang.
Maka aku bertanya, ‘Siapakah mereka itu?’ Keduanya berkata, ‘Pergilah!” Maka kami pergi hingga kami mendatangi sebuah sungai darah, sementara ditengah sungai ada seorang lelaki yang berdiri. Dan di tepi sungai ada seorang lelaki yang di hadapanya ada batu-batu. Ketika orang yang di tengah sungai berenang ketepi dan hendak keluar darinya maka orang tersebut melemparkan batu tepat pada mulutnya. Orang tersebut kembali ke tempat semula. Dan setiap orang tersebut ingin ke tepi dan hendak keluar maka dilempar dengan batu hingga kembali ke tempat semula.
Aku bertanya, ‘Siapakah dia itu?’ Keduanya berkah ‘Pergilah.’Maka kami pergi hingga kami sampai di suah taman yang sangat hijau. Dan di dalamnya terdapat pohon yang sangat besar dan di bawah pohon ada orang tua dan anak-anak. Sementara ada orang laki-laki yang dekat dengan pohon di tangannya memegang api yang dia nyalakan lalu dia membawaku ke atas pohon dan memasukkanku ke dalam sebuah rumah yang belum pernah aku lihat suatu rumah sebagus itu. Di dalamnu terdapat kaum laki-laki tua, para pemuda, kaum wanita dan anak-anak. Kemudian keduanya membawaku keluar darinya dan menaikkanku ke pohon dan memasukkan ku ke sebuah rumah yang lebih bagus dan lebih indah. Di dalamnya terdapat kaum lelaki tua dan para pemuda.
Aku berkata, ‘Kalian berdua telah membawaku berkeliling semalam suntuk, maka kabarkan kepadaku tentang apa yang aku lihat?’Keduanya berkata, ‘Ya Adapun orang yang ditusuk pojok mulutnya adalah pendusta yang berbicara kedustaan. Lalu diambil suatu kabar darinya hingga tersebar ke seluruh penjuru dunia dan dia disiksa sebagaimana yang kamu lihat hingga Hari Kiamat. Adapun orang yang dihantam kepalanya dengan batu adalah orang yang diajarkan Allah tentang Al-Qur’an lalu tidur di malam hari dan tidak mengamalkan (Al-Qur’an) di siang hari maka dia disiksa hingga Kiamat. Mereka yang kamu lihat berada di lubang besar maka mereka adalah para pezina. Dan orang yang kamu lihat berada di tengah sungai adalah pemakan riba. Dan orang tua yang berada di bawah pohon adalah Nabi Ibrahim, sementara anak-anak yang berada di sekitarnya adalah anak-anak umat manusia. Dan orang yang menyalakan api adalah malaikat Malik penjaga neraka. Rumah yang kamu masuki pertama kali adalah rumah hunian kaum mukminin secara umum. Adapun rumah berikutnya adalah rumah orang-orang yang mati syahid. Dan Aku adalah Jibril sedang ini adalah Mikail. Maka angkatlah kepalamu.’
“Maka aku mengangkat kepalaku tiba-tiba ke arah atas aku melihat seperti mendung. Keduanya berkata, ‘Itu adalah rumahmu.’
“Aku berkata, ‘Biarkan aku masuk ke rumahku.’ Keduanya berkata, ‘Sesungguhnya kamu masih punya sisa umur yang belum kamu habiskan, jika kamu telah menyempurnakan umurmu, maka kamu akan memasuki rumahmu.” (HR. Bukhari)
PEMICU UTAMA SIKSA KUBUR
Sebab-sebab yang memicu siksa kubur yang menimpa penghuni alam barzakh terbagi menjadi dua macam:
Pertama, sebab umum yaitu mereka disiksa karena kejahilan mereka terhadap Allah, tidak menunaikan ketaatan dan melakukan kemaksiatan. Allah tidak menyiksa ruh yang mengenal-Nya, mencintai-Nya, mengikuti perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya dan tidak menyiksa badan untuk selamanya selagi kondisi ruhnya demikian. Dan siksa kubur dan azab akhirat menimpa seorang hamba akibat murka dan marah Allah kepadanya. Siapa yang perbuatan mengundang murka dan marah Nya di dunia dengan melakukan maksiat sampai mati belum sempat bertobat, maka ia mendapat siksa kubur sesuai kadar murka dan marah Allah kepadanya.
Kedua, sebab khusus sebagaimana yang dikabarkan Rasulullah tentang dua orang yang disiksa di alam kuburnya: orang yang pertama disiksa karena namimah di tengah manusia dan orang yang kedua disiksa karena tidak menjaga percikan kencing. Kemudian beliau juga menyebutkan orang disiksa karena shalat tanpa bersuci, orang disiksa karena melewati orang teraniaya tapi tidak menolongnya, orang disiksa karena diberi Al-Qur’an tapi tidak shalat malam dan tidak mengamalkannya, mereka disiksa karena berzina, mereka disiksa karena memakai harta riba, mereka disiksa karena malas shalat subuh, mereka disiksa karena tidak mau membayar zakat, mereka disiksa karena menyulut api fitnah di tengah umat manusia, mereka disiksa karena sombong dan congkak, mereka disiksa karena beramal riya, dan mereka disiksa karena suka mengumpat dan menghina orang lain. (Lihat al-lrsyad lla Shahihal-lqtiqad, Syaikh Shalih al-Fauzan, hl. 321-322)
Akan tetapi mayoritas siksa kubur diakibatkan karena tidak menjaga percikan kencing, ghibah atau namimah sebagaimana yang dijelaskan Nabi صلي الله عليه وسلم dalam sabdanya:
إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
“Sesungguhnya keduanya disiksa dan keduanya tidak disiksa dalam perkara besar. Adapun yang pertama tidak menjaga dari percikan kencing dan yang kedua berjalan di muka bumi dengan namimah”. Kemudian beliau mengambil pelepah kurma basah dan membelah menjadi dua lalu beliau menancapkan pada setiap kubviran satu pelepah kurma. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa engkau melakukan itu?” Beliau bersabda, “Mudah-mudahkan diringankan (siksa kubur) dari keduanya, selagi (pelepah kurma itu) belum kering.” (Telah berlalu takhrij-nya)
Bahkan kencing menjadi faktor utama dan dominai siksa kubur seperti yang telah ditegaskan sebuah hadits dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
أَكْثَرُ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْ اَلْبَوْلِ
“Kebanyakan azab kubur dari kencing.” [Shahih, HR. Ahmad dan Ibnu Majah serta dishahihkan Syaikh al-Albani dalam Irwaul Ghalil (280)]
Imam Qatadah berkata, “Sesungguhnya (mayoritas; siksa kubur berasal dari tiga perkara: ghibah, namimah dan kencing.” (Lihat Syarhus Sudur, Imam as-Suyuthi, hal.162)
Sebagian ulama menyingkap alasan, kenapa mayoritas siksa kubur disebabkan percikan kencing, namimah atau ghibah. Karena kuburan adalah rintangan pertama kali akhirat dan di dalamnya terdapat berbagai macam kejadian sebagai rentetan peristiwa yang akan terjadi setelah Hari Kiamat, baik berupa siksa atau pahala.
Sedangkan maksiat yang dilakukan seorang hamba ada dua macam, yakni maksiat yang terkait dengan hak Allah dan maksiat yang terkait dengan hak hamba.
Sementara hak Allah yang pertama kali dihisab adalah shalat dan hak hamba yang pertama dihisab adalah darah.
Adapun di alam Barzakh diputuskan pembuka dan pemicu utamanya, sementara pembuka shalat adalah bersuci dari hadats dan najis sedangkan pembuka pertumpahan darah adalah namimah dan ghibah. Dan keduanya merupakan dosa paling mudah terjadi, sehingga awal perhitungan dan siksaan di alam Barzakh dimulai dengan kencing dan namimah atau ghibah. (Lihat Kitab Majmu Rasail Ibnu Rajab, risalah Ahwalul Qubur, hal.142-143)
HIKMAH AZAB KUBUR TIDAK DIDENGAR MANUSIA
Para ulama sepakat bahwa azab kubur bisa didengar oleh semua makhluk yang berada di sekitar kuburan kecuali manusia dan bangsa jin sebagaimana sabda Nabi:
وَأَمَّا الْكَافِرُ أَوْ الْمُنَافِقُ فَيَقُولُ لَا أَدْرِي كُنْتُ أَقُولُ مَا يَقُولُ النَّاسُ فَيُقَالُ لَا دَرَيْتَ وَلَا تَلَيْتَ ثُمَّ يُضْرَبُ بِمِطْرَقَةٍ مِنْ حَدِيدٍ ضَرْبَةً بَيْنَ أُذُنَيْهِ فَيَصِيحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهَا مَنْ يَلِيهِ إِلَّا الثَّقَلَيْنِ
“Dan adapun orang munafik dan orang kafir, maka ditanya: ‘Apa komentarmu tentang orang ini (Muhammad)?’ Dia menjawab: ‘Aku tidak tahu. Aku mengatakan sebagaimana yang dikatakan orang-orang. Maka dikatakan kepadanya: ‘Kamu tidak mengerti dan tidak tahu!. ‘Dan dia dipukul dengan gadam yang terbau dari besi sekali pukulan. Maka ia berteriak kencang hingga didengar makhluk yang ada di sekitarnya kecual manusia dan jin.” (HR. Bukhari)
Adapun hikmahnya sebagaimana yang dijelaskai Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin (Lihat Majmu Fatawa Syaikh Utsaimin, 8/ 482-483) sebagai berikut:
1. Karena Rasulullah bersabda: “Kalau bukan karena kalian saling mengubur orang yang mati maka aku akan berdoa kepada Allah agar kalian dapat mendengar siksa kubur.” (HR. Muslim)
2. Dalam rangka untuk menutup aib si mayyit.
3. Tidak membuat gundah keluarga yang masih hidup, karena bila keluarga yang masih hidup mengetahui bahwa mayyit disiksa, pasti hidupnya akan gelisah dan tidak merasa tentram.
4. Tidak memalukan keluarga yang masih hidup karena pasti akan berbicara “inilah nasib anakmu’ “inilah nasib orang tuamu” dan “inilah nasib saudaramu” dan seterusnya.
5. Bisa saja orang mendengar akan binasa karena bukan hanya sekedar teriakan, bahkan jeritan kencang yang membuat jantung pecah, sehingga orang yang mendengar bisa pingsan atau mati.
6. Jika manusia bisa mendengar siksa kubur maka beriman terhadap siksa kubur merupakan perkara indrawi bukan lagi perkara ghaib, sehingga nilai ujian akan hilang. Karena manusia akan dengan mudah beriman dengan siksa kubur karena dia bisa menyaksikan dengan alat indranya. Tetapi bila siksa kubur perkara ghaib yang tidak bisa diketahui kecuali dengan berita wahyu maka hikmah beriman dengan perkara ghaib menjadi suatu yang nampak nyata.
Semoga Allah ta’ala memberikan taufik kepada kita semua agar kita terjauhkan dari dosa ini yaitu ghibah. Betapa banyak manusia yang terjerumus ke neraka disebabkan mereka tidak mampu menahan lisan mereka dari ghibah lebih-lebih di zaman yang penuh fitnah saat ini. Hanya kepada Allah ta’ala kita meminta pertolongan. Wallahu a’lam
***
Referensi:
- Terjemahan Nasihat lin Nisa’
- kitab al bukhori dan lain-lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar