Minggu, 27 Maret 2022

"HATI - HATI DENGAN PENYAKIT HATI"


PENGADU DOMBA ITU BERNAMA HOAKS
Pengadu domba itu Bernama Hoaks
Khutbah Jumat adalah saat penting mengingatkan umat Islam tentang perlunya menjaga lisan, tangan, dan anggota badan lainnya dari maksiat kepada Allah, termasuk dengan menyebarkan hoaks yang mengarah ke dosa adu domba.


Naskah khutbah Jumat kali ini mengusung judul “Pengadu domba itu Bernama Hoaks”. Penyimak khutbah diharapkan memahami bahwa berita bohong atau hoaks bisa membuat pelakunya jatuh pada besar, bahkan kekufuran.


Untuk mencetak teks khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah naskah ini pada tampilan desktop. Berikut contoh teks khutbah Jumat tentang bahaya hoaks dan adu domba itu. Semoga naskah khutbah Jumat ini bermanfaat! (Redaksi)

Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي خَلَقَ الإِنْسَانَ فَسَوَّاهُ فَعَدَلَهُ، فِي أَيِّ صُوْرَةٍ مَا شَاءَ رَكَّبَهُ، وَأَنْعَمَ عَلَيْهِ بِنِعَمٍ سَابِغَاتٍ وَلَوْ شَاءَ مَنَعَهُ، وَشَقَّ لَهُ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ وَجَعَلَ لَهُ لِسَانًا فَأَنْطَقَهُ، وَخَلَقَ لَهُ عَقْلًا وَكَلَّفَهُ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ.

أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ. قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ: مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (ق: ١٨)


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan cara melaksanakan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan.


Kaum Muslimin rahimakumullah,

Sungguh, nikmat-nikmat Allah kepada kita sangatlah banyak. Kita tidak dapat menghitungnya satu persatu. Allah ta’ala adalah pemilik kita dan pemilik semua nikmat yang Ia anugerahkan kepada kita. Allah ta’ala memerintahkan kepada kita agar mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Bagaimana cara mensyukurinya? Yaitu dengan cara tidak menggunakan nikmat-nikmat itu dalam hal yang tidak diizinkan oleh Allah. Atau dengan kata lain, tidak menggunakan nikmat Allah dalam berbuat dosa dan maksiat kepada-Nya.


Harta adalah nikmat dari Allah ta’ala. Janganlah kita gunakan untuk melakukan perbuatan yang tidak diizinkan oleh-Nya. Badan adalah nikmat dari Allah. Maka janganlah digunakan untuk bermaksiat kepada-Nya. Tangan adalah nikmat dari Allah. Maka jangan digunakan dalam perkara yang tidak diridhai oleh Allah. Kaki adalah nikmat dari Allah. Maka janganlah kita menggunakan kaki untuk melakukan perkara yang dibenci oleh Allah. Mata adalah nikmat dari Allah. Maka janganlah digunakan untuk melihat sesuatu yang dilarang oleh Allah. Telinga adalah nikmat dari Allah. Maka janganlah digunakan untuk mendengar sesuatu yang diharamkan oleh Allah. Lidah adalah nikmat dari Allah. Maka janganlah digunakan untuk mengucapkan perkataan yang Allah haramkan.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Lidah adalah salah satu nikmat yang sangat agung. Dengan memberikan nikmat lidah, Allah telah memuliakan manusia dan memberikan anugerah yang besar kepadanya. Dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan nikmat lidah saat menyebutkan beberapa nikmat kepada para hamba-Nya. Allah ta’ala berfirman:

أَلَمْ نَجْعَلْ لَهُ عَيْنَيْنِ (٨) وَلِسَانًا وَشَفَتَيْنِ (٩) (البلد: ٨-٩)


Maknanya: “Bukankah Kami telah memberikan kepada manusia dua buah mata, lidah dan dua bibir?” (QS al-Balad: 8-9).


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Salah satu bentuk syukur atas nikmat lidah adalah menjauhkan lidah kita dari menyampaikan dan menyebarkan berita bohong atau lebih sering disebut dengan istilah hoaks.


Di era medsos seperti saat ini, kita tidak hanya dituntut untuk menjaga lidah. Namun kita juga dituntut agar menjaga jempol dan jari-jari kita. Karena apa yang kita tulis dengan tangan sejatinya sama dengan apa yang kita ucapkan dengan lisan. Imam al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumiddin berujar:

إِنَّ الْقَلَمَ أَحَدُ اللِّسَانَيْنِ


“Sesungguhnya pena (tulisan) adalah salah satu dari dua lisan”


Tak jarang, demi ingin disebut sebagai pihak pertama yang menyampaikan berita, seseorang dengan mudahnya membagikan kabar tanpa melakukan cek dan ricek terlebih dahulu tentang kebenarannya. Berita itu dengan cepat menyebar dari satu grup WA ke grup WA lainnya, bahkan seringkali menyebar hingga ke berbagai media sosial.


Puluhan bahkan mungkin ribuan orang dengan cepat memperoleh berita tersebut. Jika yang disebar adalah berita yang benar, tentu tak jadi soal. Akan menjadi masalah ketika berita tersebut tidak benar dan bahkan cenderung ke arah fitnah dan mengadu domba. Akibatnya bisa sangat fatal.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Informasi yang kita sampaikan, jika ia adalah hoaks maka tidak hanya menjatuhkan pelakunya pada dosa bohong. Akan tetapi juga dapat menjerumuskannya pada dosa-dosa yang lain. Di antaranya adalah dosa namimah (mengadu domba).


Para ulama mendefinisikan berbohong dengan makna “Menyampaikan perkataan yang berbeda dengan kenyataan padahal ia tahu bahwa perkataannya itu memang berbeda dengan kenyataan”. Berbohong hukumnya bisa dosa kecil, dosa besar bahkan bisa menjerumuskan kepada kekufuran. Jika sebuah kebohongan tidak mengandung bahaya yang mengenai seorang Muslim, maka ia termasuk dosa kecil. Namun demikian, dosa kecil tidak boleh diremehkan karena gedung pencakar langit pada hakikatnya adalah tumpukan dari batu-batu bata yang kecil. Imam Ahmad dan ath-Thabarani meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوْبِ فَإِنَّمَا مَثَلُ مُحَقَّرَاتِ الذّنُوْبِ كَمَثَلِ قَوْمٍ نَزَلُوْا بَطْنَ وَادٍ فَجَاءَ ذَا بِعُوْدٍ وَجَاءَ ذَا بِعُوْدٍ حَتَّى حَمَلُوْا مَا أَنْضَجُوْا بِهِ خُبْزَهُمْ وَإِنَّ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوْبِ مَتَى يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكْهُ (رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالطَّبَرَانِيُّ)


Maknanya: “Jauhilah dosa-dosa yang remeh (dosa kecil), sungguh perumpamaan dosa-dosa yang remeh adalah seperti sekelompok orang yang turun dan singgah di sebuah lembah, lalu satu orang mengumpulkan kayu bakar, satu orang lagi datang dengan kayu bakar pula dan seterusnya hingga mereka mengumpulkan kayu bakar yang cukup untuk memasak roti mereka. Sungguh dosa-dosa remeh itu jika pelakunya dikenai siksa karenanya, maka dosa-dosa itu akan membinasakannya” (HR Ahmad dan ath-Thabarani) 


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Hadits yang mulia ini menjelaskan kepada kita bahwa dosa-dosa kecil jika terus-menerus dilakukan akan mengantarkan seseorang melakukan dosa-dosa besar. Betapa banyak dosa kecil yang diremehkan oleh pelakunya lalu ia pun terus melakukannya hingga menggiringnya kepada dosa besar, dan kadang menyeretnya pada kekufuran. Oleh karenanya, seorang ulama salaf mengatakan:

اَلْمَعَاصِيْ بَرِيْدُ الْكُفْرِ كَمَا أَنَّ الحُمَّى بَرِيْدُ الْمَوْتِ


“Perbuatan-perbuatan maksiat mengantarkan kepada kekufuran sebagaimana demam mengantarkan kepada kematian” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman).


Sedangkan jika sebuah kebohongan mengandung bahaya yang mengenai seorang Muslim, maka hal ini termasuk dosa besar. Dan jika dalam kebohongan tersebut terdapat unsur menghalalkan perkara yang telah disepakati keharamannya oleh para ulama, dan kalangan awam serta terpelajar mengetahui keharamannya dan hal itu tidak samar baginya seperti keharaman zina, anal seks dan mencuri, atau mengharamkan perkara halal yang nyata-nyata halal, yakni kalangan awam dan terpelajar mengetahui kehalalannya, seperti jual beli dan nikah, maka kebohongan tersebut adalah kekufuran. Na’udzu billahi min dzalik. 


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Berbohong hukumnya adalah haram, baik dilakukan dengan tujuan bercanda ataupun sungguh-sungguh, baik dilakukan dengan niat membuat orang tertawa ataupun tidak. Baginda Nabi menegaskan:

 
وَيْلٌ لِلَّذِيْ يُحَدِّثُ الْقَوْمَ ثُمَّ يَكْذِبُ لِيُضْحِكَهُمْ وَيْلٌ لَهُ وَوَيْلٌ لَهُ (رَوَاهُ أَحْمَدُ فِي مُسْنَدِهِ) 


Maknanya: “Sungguh celaka orang yang berbicara kepada suatu kaum kemudian ia berbohong untuk membuat mereka tertawa, sungguh celaka ia, sungguh celaka ia” (HR Ahmad dalam Musnad-nya).


Kaum Muslimin rahimakumullah,

Sedangkan namimah (mengadu domba) adalah menyampaikan perkataan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan antara keduanya. Namimah adalah salah satu dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا يَدْخُلُ الجَنَّةَ قَتَّاتٌ (رَوَاهُ البُخَارِيُّ)


Maknanya: “Pelaku namimah tidak akan masuk surga (bersama orang-orang yang paling awal masuk surga)” (HR al-Bukhari).
Allah Ta’ala mengkhabarkan ciri orang-orang yang mendapatkan hidayah dan keberuntungan di dunia dan di akhirat, diantaranya adalah orang yang beriman tentang perkara ghaib. Allah Ta’ala berfirman :

الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ
أُولَٰئِكَ عَلَىٰ هُدًى مِّن رَّبِّهِمْ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Orang-orang yang beriman kepada yang ghaib, menunaikan shalat dan menginfaqkan sebagian yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka pula beriman kepada apa yang diturunkan kepada mereka (Al Qur’an) dan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya, serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat. Mereka itulah yang mendapat petunjuk dari Rabb mereka dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al Baqarah: 3-5)

Dalil – Dalil Tentang Fitnah Kubur

Dalil-dalil yang menunjukan adanya fitnah kubur, diantaranya;
Dalam Al Qur’an firman Allah :

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ

“Allah meneguhkan dengan al qauluts tsabit kepada orang-orang yang beriman dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (Ibrahim: 27)

Di dalam ayat di atas menetapkan akan adanya fitnah kubur. Karena Allah Ta’ala memberikan kemulian kepada orang-orang yang benar-benar beriman dengan diteguhkannya al qaulul tsabit. Yaitu keteguhan iman si mayit di alam kubur ketika ditanya oleh dua malaikat. Sebagaimana hadits dari shahabat Al Barra’ bin ‘Azib ? bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

“Jika seorang mu’min telah didudukkan di dalam kuburnya kemudian didatangi (dua malaikat dan bertanya kepadanya) maka dia akan (menjawab) dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.

Itulah al qauluts tsabit sebagaimana yang tertera dalam firman Allah Ta’ala di atas.” (H.R. Al Bukhari no. 1379 dan Muslim no. 2871)
Ayat di atas juga sebagai dalil bahwa peristiwa fitnah kubur ini merupakan bagian dari hari akhir. Karena Allah Ta’ala menyebutkan peristiwa fitnah kubur ini dengan lafadz “wafil akhirah” yaitu di hari akhir.

Demikian pula dari As Sunnah, dari shahabat Al Barra’ bin ‘Azib yang diriwayatkan oleh Abu Dawud 2/281, Ahmad 4/287 dan selain keduanya, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam mengisahkan peristiwa fitnah kubur yang akan dialami oleh orang mu’min dan orang kafir. Keadaan orang mu’min ketika ditanya oleh dua malaikat, maka dia akan dikokohkan jawabannya oleh Allah ?. Siapakah Rabb-mu? Dia akan bisa menjawab: Rabb-ku adalah Allah. Apa agamamu? Dia akan bisa menjawab: Agamaku adalah Islam. Siapakah laki-laki ini yang diutus kepadamu? Dia pun bisa menjawab: Dia adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam (Demikianlah Allah Ta’ala pasti memenuhi janji-Nya sebagaimana dalam Q.S. Ibrahim: 27 di atas). Sebaliknya keadaan orang kafir ketika ditanya oleh dua malaikat, maka dia tidak akan bisa menjawab. Siapakah Rabb-mu? Dia akan menjawab: Hah, hah, saya tidak tahu. Apa agamamu? Dia akan menjawab: Hah, hah, saya tidak tahu. Lalu siapakah laki-laki ini yang diutus kepadamu? Dia pun akan menjawab: Hah, hah, saya tidak tahu.

Demikian pula hadits dari Ummul Mu’minin Aisyah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

“Telah diwahyukan kepadaku sungguh akan ditimpakan fitnah kepada kalian di dalam kubur-kubur kalian seperti atau hampir mirip dengan fitnah Al Masih Ad Dajjal.” (H.R. Al Bukhari no. 87 dan Muslim no. 905)
Padahal fitnah Al Masih Ad Dajjal merupakan fitnah terbesar dari fitnah-fitnah yang terjadi sejak diciptakan Adam sampai hari kiamat nanti. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

“Tidak ada fitnah yang paling besar sejak diciptakan Adam sampai hari kiamat dibanding dengan fitnah Dajjal.” (Muslim no. 2946)
Sehingga fitnah kubur itu pun amat ngeri seperti atau hampir mirip dengan fitnah Dajjal, kecuali bagi orang-orang yang jujur keimanannya. Oleh karena itu bila si mayit telah dikuburkan maka dianjurkan bagi kita untuk mendo’akannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

“Mohonkan ampunan untuk saudaramu, dan mohonkan untuknya keteguhan (iman), karena sesungguhnya dia sekarang sedang ditanya.” (Shahihul Jami’ no. 476)
Adapun nama dua malaikat tersebut adalah malaikat Munkar dan Nakir, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi no. 1071, Ibnu Hibban no. 780 dan selain keduanya dari shahabat Abu Hurairah ?. Hadits ini dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1391.

Dalil – Dalil Adzab Kubur Dan Nikmat Kubur

Setelah mengalami proses fitnah kubur, maka akan mengalami proses berikutnya, yaitu proses nikmat kubur dan adzab kubur. Bila dia selamat dalam fitnah kubur maka dia akan mendapatkan nikmat kubur dan sebaliknya bila ia tidak selamat dalam fitnah tersebut maka dia akan mendapatkan adzab kubur.
Para pembaca, proses ini pun merupakan perkara ghaib yang harus diyakini kebenarannya. Karena Allah Ta’ala dan Rasul-Nya telah mengkhabarkan peristiwa ini di dalam Al Qur’anul Karim dan As Sunnah An Nabawiyyah.

Di antara dalil dalam Al Qur’an yaitu firman Allah Ta’ala :

لَّهُ ۗ وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنفُسَكُمُ ۖ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ

“…, Alangkahnya dahsyatnya sekiranya kamu melihat diwaktu orang zhalim (kafir) berada dalam tekanan-tekanan sakaratul maut sedang para malaikat memukul dengan tangan mereka, sambil berkata: ‘Keluarkanlah nyawamu.’ Pada hari ini (sekarang ini, sejak sakaratul maut) kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan. Karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah dengan perkataan yang tidak benar dan selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (Al An’am: 93)
Berkata Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di dalam kitab tafsirnya Taisirul Karimir Rahman: “Ayat ini sebagai dalil tentang adanya adzab di alam barzakh dan kenikmatan di dalamnya. Dan adzab yang diarahkan kepada mereka dalam konteks ayat ini terjadi sejak sakaratul maut, menjelang mati dan sesudah mati.”

Dalam Q.S. Ghafir ayat ke 46 Allah Ta’ala berfirman :

النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا ۖ وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ

“ (Salah satu bentuk azdab di alam barzakh nanti) Neraka akan ditampakkan di waktu pagi dan petang kepada Fir’aun dan para pengikutnya. Kemudian pada hari kiamat (dikatakan kepada malaikat): Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras.”
Berkata Al Imam Ibnu Katsir Asy Syafi’i: “Ayat di atas merupakan landasan utama yang dijadikan dalil bagi aqidah Ahlus Sunnah tentang adanya adzab di alam kubur.” (Lihat Al Mishbahul Munir)
Adapun dalil dari As Sunnah, diantaranya; hadits dari Al Barra’ bin ‘Azib ?, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

“Mohonlah perlindungan kepada Allah dari adzab kubur (diulangi sampai 2 atau 3 kali).” Kemudian Rasululah ? berdo’a:

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari adzab kubur (sampai 3 kali).”
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam menggambarkan keadaan orang mu’min dengan dibentangkan tikar dari al jannah, dikenakan pakaian dari al jannah dan dibukakan pintu baginya ke arah al jannah yang mendatangkan aroma harum, serta diperluas tempatnya di alam kubur seluas mata memandang. Sebaliknya keadaan orang kafir, maka dibentangkan baginya tikar dari neraka, dibukakan pintu yang mengarah ke neraka yang mendatangkan panas dan aroma busuk, serta disempitkan tempatnya di alam kubur sampai tulang belulangnya saling merangsek. (H.R. Abu Dawud 2/281 dan lainnya)

Dalam riwayat Al Imam Ahmad 6/81 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:
“Mohonlah perlindungan kepada Allah dari adzab kubur, karena sesungguhnya adzab kubur itu adalah benar adanya.”
Dalam hadits Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam pernah melewati dua kuburan. Kemudian beliau bersabda:

“Kedua penghuni ini sungguh sedang mendapat adzab. Dan tidaklah keduanya diadzab karena melakukan dosa besar. Adapun salah satunya karena berbuat namimah (adu domba) dan yang kedua karena tidak membersihkan air kecingnya.” (H.R. Muslim no. 292)
Demikian pula do’a yang ditekankan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam sebelum salam ketika shalat:
“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari adzab jahannam, dari adzab kubur, dan dari fitnah selama hidup dan sesudah mati, serta dari fitnah Al Masih Ad Dajjal.” (H.R. Muslim dan selainnya, lihat Al Irwa’ no. 350)
Apakah adzab kubur dan nikmat kubur itu terus menerus? 

Adapun adzab kubur bagi orang kafir adalah terus menerus sampai datangnya hari kiamat. Sedangkan bagi orang mu’min yang bermaksiat, bila Allah Ta’ala telah memutuskannya untuk mengadzabnya maka tergantung dengan dosa-dosanya. Mungkin dia diadzab terus menerus dan juga mungkin tidak terus menerus, mungkin lama dan mungkin juga tidak lama, tergantung dengan rahmat dan ampunan dari Allah . Mungkin pula orang mu’min yang bermaksiat tadi diputuskan tidak mendapat adzab sama sekali dengan rahmat dan maghfirah Allah. Semoga kita diselamatkan oleh Allah Ta’ala dalam fitnah kubur dan dari adzab kubur.

Para pembaca, semua peristiwa yang terjadi di alam kubur itu merupakan perkara ghaib yang tidak bisa dinilai kebenarannya dengan logika, analisa dan eksperimen. Bahkan semua peristiwa di alam kubur itu amatlah mudah bagi Allah. Karena Allah Ta’ala memilki nama Al Qadir Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sehingga peristiwa di alam kubur harus dinilai dan ditimbang dengan nilai dan timbangan iman. Karena ini adalah perkara yang ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh kemampuan akal dan logika manusia. Karena ini adalah perkara yang ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh kemampuan akal dan logika manusia. Sehingga bila ada manusia yang mati tenggelam dilaut yang badannya hancur dimakan ikan laut, atau manusia yang mati terbakar sampai menjadi abu sangatlah mudah bagi Allah Ta’ala untuk mengembalikannya.

Marilah kita perhatikan firman Allah Ta’ala :

وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنكُمْ وَلَٰكِن لَّا تُبْصِرُونَ

“Dan kami (malaikat) lebih dekat kepadanya (nyawa) dari pada kalian. Tetapi kalian tidak bisa melihat kami.” (Al Waqi’ah: 85)

Ketika malaikat hendak mencabut nyawa seseorang, sesungguhnya malaikat tersebut ada disebelahnya tetapi ia tidak bisa dilihat oleh mata kepalanya. Demikianlah kekuasaan dan kagungan Allah Ta’ala yang tidak tidak bisa diukur dengan logika manusia.
Menyelisik Kehidupan di Alam Kubur

Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Kehidupan yang dialami oleh seorang manusia di dunia ini bukanlah sebuah kehidupan yang terus-menerus tiada berujung dan tiada penghabisan. Ia adalah sebuah kehidupan yang terbatas, berujung dan akan ada pertanggungjawabannya. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman :

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ

“Setiap jiwa yang bernyawa pasti akan merasakan kematian.” (Ali ‘Imran: 185)

Maha Benar Allah Subhanallahu wa Ta’ala dengan segala firman-Nya! Kita dengar dan saksikan kilas kehidupan yang silih berganti dari masa ke masa. Perjalanan hidup umat manusia merupakan bukti bahwa seorang manusia, setinggi apapun kedudukannya dan sebanyak apapun hartanya, akan mengalami kematian dan akan meninggalkan kehidupan yang fana ini menuju kehidupan setelah kematian. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman tentang Rasul-Nya Shalallahu ‘alahi wa Sallam dan manusia yang lainnya dari generasi pertama sampai yang terakhir:

إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ

“Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) akan mati dan mereka juga akan mati.” (Az Zumar: 30)

Bukanlah berarti dengan kedudukan sebagai Rasulullah (utusan Allah) kemudian mendapatkan keistimewaan dengan hidup selamanya, akan tetapi sudah merupakan ketetapan dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala atas seluruh makhluk-Nya yang bernyawa mereka akan menemui ajalnya.

Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Pernahkah sejenak saja kita merenungkan bagaimana ketika maut sudah di hadapan kita? Ketika malaikat yang Allah Subhanallahu wa Ta’ala utus untuk mencabut nyawa sudah berada dihadapan kita. Tidak ada tempat bagi kita untuk menghindar walaupun ke dalam benteng berlapis baja, walaupun banyak penjaga yang siap melindungi kita. Sungguh tidak bisa dibayangkan kengerian dan dahsyatnya peristiwa yang bisa datang dengan tiba-tiba itu. Saat terakhir bertemu dengan orang-orang yang kita cintai, saat terakhir untuk beramal kebaikan, dan saat terakhir untuk melakukan berbagai kegiatan di dunia ini. Saat itu dan detik itu juga telah tegak kiamat kecil bagi seorang manusia yaitu dengan dicabut ruhnya dan meninggalkan dunia yang fana ini. Allahul Musta’an (hanya Allah Subhanallahu wa Ta’ala tempat meminta pertolongan).

Manusia yang beriman kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya akan mendapatkan tanda-tanda kebahagiaan kelak di akhirat dengan akan diberi berbagai kemudahan ketika meninggal. Adapun orang-orang kafir yang ingkar, mendustakan Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan tanda-tanda kejelekan ketika meninggal dunia dan bahkan akan ditimpakan adzab di alam kubur.

Alam Kubur

Setelah seorang hamba meregang nyawa dan terbujur kaku, maka ia akan diantarkan oleh sanak saudara dan teman-temannya menuju “tempat peristirahatan sementara” dan akan ditinggal sendirian di sebuah lubang yang gelap sendirian. Sebuah tempat penantian menuju hari dibangkitkan dan dikumpulkannya manusia di hari kiamat kelak, pembatas antara alam dunia dan akhirat, Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman :

وَمِن وَرَائِهِم بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Dan dihadapan mereka ada dinding (alam kubur/barzakh) sampai mereka dibangkitkan.” (Al-Mukminun: 100)

Di antara peristiwa yang akan dialami oleh setiap manusia di alam kubur adalah:
1. Fitnah kubur

Pertanyaan dua malaikat kepada mayit tentang siapa Rabbmu (Tuhanmu)?, apa agamamu?, dan siapa Nabimu? Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam bersabda:

“Apabila mayit telah dikuburkan -atau beliau bersabda: (apabila) salah seorang dari kalian (dikuburkan)- dua malaikat yang berwarna hitam kebiru-biruan akan mendatanginya salah satunya disebut Al-Munkar dan yang lainnya An-Nakir.” (At-Tirmidzi no. 1092)
Adapun seorang hamba yang mukmin, maka ia akan menjawab pertanyaan tersebut sebagaimana dalam potongan hadits Al-Barra’ bin ‘Azib radliyallahu ‘anhu yang panjang: “Maka dua malaikat mendatanginya (hamba yang mukmin) kemudian mendudukkannya dan bertanya: “Siapa Rabbmu (Tuhanmu)? Ia menjawab: “Allah Rabbku; kemudian kedua malaikat itu bertanya lagi: “Apa agamamu? Ia menjawab: “Islam agamaku; kemudian keduanya bertanya lagi: “Siapa laki-laki yang diutus kepada kalian ini? Ia menjawab: “Dia Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam; Maka itu adalah firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala :

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ

“Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang kokoh..” (Ibrahim: 27)

Perkataan yang kokoh dalam ayat di atas adalah kalimat tauhid (Laa ilaaha illallaah) yang menghunjam dalam dada seorang mukmin. Allah Subhanallahu wa Ta’ala meneguhkan seorang mukmin dengan kalimat tersebut di dunia dengan segala konsekuensinya, walaupun diuji dengan berbagai halangan dan rintangan. Adapun di akhirat, Allah Subhanallahu wa Ta’ala akan meneguhkannya dengan kemudahan menjawab pertanyaan dua malaikat di alam kubur.

Sedangkan seorang kafir dan munafik, ketika ditanya oleh dua malaikat: “Siapa Rabbmu (Tuhanmu)? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu; kemudian ia ditanya: “Apa agamamu? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu, kemudian ia ditanya: “Siapa laki-laki yang telah diutus kepada kalian ini? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu. Kemudian terdengar suara dari langit: “Dia telah berdusta! Bentangkan baginya alas dari neraka! Bukakan baginya pintu yang menuju neraka!; Kemudian panasnya neraka mendatanginya, dipersempit kuburnya hingga terjalin tulang-tulang rusuknya karena terhimpit kubur.”

Itulah akibat mendustakan Allah dan Rasul-Nya. Walaupun di dunia ia adalah orang yang paling fasih dan pintar bicara, namun jika ia tidak beriman, maka ia tidak akan dapat menjawab pertanyaan dua malaikat tersebut. Kemudian ia akan dipukul dengan pemukul besi sehingga ia menjerit dengan jeritan yang keras yang didengar oleh semua makhluk, kecuali jin dan manusia.

Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Kejadian di atas mempunyai hikmah besar tentang keimanan kepada yang gaib, yang tidak kasat mata dan tidak dapat ditangkap oleh pancaindra kita. Apabila jin dan manusia bisa mendengar dan melihatnya, niscaya mereka akan beriman dengan sebenar-benar keimanan. Oleh karena itu, Allah Subhanallahu wa Ta’ala menjelaskan ciri-ciri orang yang bertakwa diantaranya adalah beriman dengan yang gaib. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman :

الم
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ

“Alif Lam Mim, Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib…” (Al-Baqarah: 1-3)

2. Adzab dan nikmat kubur

Setelah mayit mengalami ujian dengan menjawab pertanyaan dua malaikat di alam kubur, jika berhasil, ia akan mendapatkan kenikmatan di alam kubur; dan jika tidak bisa, ia akan mendapatkan siksa kubur.

Bagi yang bisa menjawab pertanyaan kedua malaikat tersebut, ia akan mendapatkan kenikmatan di kuburnya. Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam melanjutkan sabdanya: “Kemudian terdengar suara dari langit:
“Telah benar hamba-Ku! Maka bentangkan baginya kasur dari surga! Pakaikan padanya pakaian dari surga! Bukakan baginya pintu yang menuju surga!; Kemudian aroma wangi surga mendatanginya, diperluas kuburnya sampai sejauh mata memandang, dan seorang laki-laki yang bagus wajah dan bajunya serta wangi aroma tubuhnya mendatanginya dan berkata: “Bergembiralah dengan apa yang menyenangkanmu! Ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu. Maka ia berkata: “Siapa engkau? Wajahmu mendatangkan kebaikan. Laki-laki itu menjawab: “Saya adalah amalan sholihmu. Kemudian dibukakan pintu surga dan pintu neraka, dan dikatakan: “Ini adalah tempatmu jika engkau bermaksiat kepada Allah, Allah akan mengganti dengannya. Ketika melihat segala sesuatu yang ada di surga, ia berkata: “Wahai Rabb-ku, segerakan hari kiamat! Agar aku bisa kembali kepada keluarga dan hartaku.”

Adapun orang yang tidak bisa menjawab pertanyaan dua malaikat, maka ia akan mendapatkan siksa kubur, sebagaimana kelanjutan dari hadits di atas: “Kemudian terdengar suara dari langit: “Dia telah berdusta! Bentangkanlah baginya alas dari neraka! Bukakanlah baginya pintu menuju neraka!; Kemudian panasnya neraka mendatanginya, dipersempit kuburnya hingga terjalin tulang-tulang rusuknya karena terhimpit kuburnya. Kemudian seorang laki-laki yang buruk wajah dan bajunya, serta busuk aroma tubuhnya mendatanginya dan mengatakan: “Bersedihlah dengan segala sesuatu yang menyusahkanmu! Ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu. Maka ia berkata: “Siapa engkau? Wajahmu mendatangkan keburukan. Laki-laki itu menjawab: “Saya adalah amalan jelekmu, Allah membalasmu dengan kejelekan, kemudian Allah mendatangkan baginya seorang yang buta, tuli, bisu, dengan memegang sebuah pemukul, yang jika dipukulkan ke gunung niscaya akan hancur menjadi debu. Kemudian ia dipukul dengan sekali pukulan sampai menjadi debu. Kemudian Allah mengembalikan tubuhnya utuh seperti semula, dan dipukul lagi dan ia menjerit hingga didengar seluruh makhluk kecuali jin dan manusia. Kemudian dibukakan pintu neraka baginya, sehingga ia berkata: “Wahai Rabb-ku, jangan tegakkan hari kiamat!” (HR. Abu Dawud, Al-Hakim, Ath-Thayalisi, dan Ahmad)

Hadits Al-Barra’ bin ‘Azib radliyallahu ‘anhu di atas dengan gamblang menjelaskan tentang segala sesuatu yang akan dialami oleh manusia di alam kuburnya. Wajib bagi kita untuk beriman dengan berita tersebut dengan tidak menanyakan tata cara, bentuk, dan yang lainnya, karena hal tersebut tidak terjangkau oleh akal-akal manusia dan merupakan hal gaib yang hanya diketahui oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Sangat sedikit dari hal gaib tersebut yang diperlihatkan kepada para Nabi ‘alaihimussalam. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman :

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَىٰ غَيْبِهِ أَحَدًا
إِلَّا مَنِ ارْتَضَىٰ مِن رَّسُولٍ..

“(Dialah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu. Kecuali pada Rasul yang diridhai-Nya.” (Al-Jin: 26-27)

Maka dari itu, apa yang diyakini oleh kaum Mu’tazilah dan yang bersamanya, bahwa adzab kubur dan nikmat kubur tidak ada, merupakan kesalahan dalam hal aqidah, karena hadits tentang masalah ini sampai pada tingkatan mutawatir (bukan ahad). Bahkan dalam Al-Qur`an telah disebutkan ayat-ayat tentangnya, seperti firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala :

النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا ۖ وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ

“Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat (dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azdab yang sangat keras.” (Al-Mu’min: 46),

Kemudian firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala :

وَلَنُذِيقَنَّهُم مِّنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَىٰ دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَ

“Dan sesungguhya Kami merasakan kepada mereka sebagian adzab yang dekat sebelum adzab yang lebih besar.” (As-Sajdah: 21).

Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan adzab yang dekat dalam ayat tersebut adalah adzab kubur.

Penutup

Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Penjelasan di atas hanyalah sekelumit dari apa yang akan dialami manusia di alam kubur nanti. Pastilah seorang hamba yang beriman dan cerdas akan bersiap-siap dengan berbagai amalan sholih sebagai bekal di akhirat kelak, termasuk ketika di alam kubur. Dan memperbanyak do’a memohon perlindungan dari adzab kubur dengan do’a:

“Ya Allah sesungguhnya aku meminta perlindungan dari adzab kubur, dari adzab neraka, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.” (HR. Al-Bukhari no.1377)

Semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala senantiasa melindungi kita dari berbagai ujian, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, hingga kita menghadap-Nya, dan memberikan kepada kita kecintaan untuk bertemu dengan-Nya ketika kita akan meninggalkan kehidupan yang fana ini menuju kehidupan kekal abadi. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
MUTIARA HADITS SHAHIH

Pernah Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam ketika melewati dua buah kuburan bersabda:

“Ingatlah! Sesungguhnya kedua orang ini sedang diadzab; dan tidaklah mereka diadzab disebabkan dosa besar (menurut persangkaan mereka). Adapun salah satunya, semasa hidupnya ia melakukan namimah (mengadu domba); sedangkan yang satunya, semasa hidupnya ia tidak menjaga auratnya ketika buang air kecil.” (HR. Muslim no.703 dari shahabat Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma)

Dalam riwayat lain: “tidak bersih saat bersuci dari buang air kecil.”
Kaum Muslimin yang berbahagia,

Demikianlah khutbah yang singkat ini. Semoga kita selalu diberi kekuatan dan kemampuan oleh Allah untuk menjaga lisan. Jangan sampai lisan kita menjadi sumber hoaks, penyebar fitnah serta adu domba, penyulut pertikaian dan pemecah belah persatuan dan kesatuan. Di era yang penuh fitnah ini, memperbanyak diam adalah sikap bijak yang dapat kita lakukan. Kita tahan lisan dan jari jemari kita agar tidak banyak omong dan banyak berkomentar agar kita selamat. Marilah kita amalkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ صَمَتَ نَجَا (رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ)


Maknanya: “Barangsiapa diam, maka ia selamat” (HR at-Tirmidzi)

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

     أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.ـ

wallahu a'lam....

Kami menjalankan yang sesuai 
dengan firman Allah di dalam Surat Ali Imran ayat 31:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ 

.وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
HIBAHKAN DAN Donasikan rizqi anda untuk dakwah ISLAM ROHMATAN LIL ' ALAMIINA. BANK BSI Syariah kode bank 451 Rekening 6201033640 --- Kami ucapkan Terima Kasih ---





Kamis, 24 Maret 2022

"SEMOGA AKU BISA MENJADI BAGIAN DARI BELIAU"


Sejarah Singkat Syeikh Maulana Sayyid Abdurrahman As-Syaibani Al-Baghdadi Wali Pertama Yang Berdakwah Di Daerah Lumajang

Sejarah Singkat Syeikh Maulana Sayyid Abdurrahman As-Syaibani Al-Baghdadi
Wali Pertama Yang Berdakwah Di Daerah Lumajang






Beliau Dilahirkan Berkisar Tahun 1110 M Abad Ke 11 Masehi Di Kota Baghdad Irak . Beliau Diberikan Keistimewaan Oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala ( Karomah Berupa Umur Panjang Selama 190 Tahun ) Satu Abad Setengah Lebih, Beliau Satu Zaman ( Masa ) Dengan Pahlawan Nasional Yang Terkenal Yaitu Pattimura Tahun 1110 M Dan Beberapa Wali Songo Periode Pertama Yaitu Syeikh Maulana Ali Akbar, Syeikh Maulana Malik Israfil, Syeikh Maulana Ahmad Jamaluddin Syah Jalal Al-Akbar, Syeikh Maulana Malik Izra'il, Syeikh Maulana Abdullah Nurul Alam Syah, Syeikh Maulana Aliyuddin Al-Baghdadi, Syeikh Maulana Hasanuddin Al-Maghrabi , Syeikh Maulana Abdul Kamaluddin Al-Malaki, Syeikh Maulana Ahmad Baqir Al-Farisi Ar-Rumi.

Beliau Adalah Seorang Ulama' (Muballigh ) Dan Saudagar Yang Diutus Oleh Sultan Amir Al-Ghazi Al-Baghdadi (Pemerintahan Bani Abbasiyah) Untuk Berdakwah Dikawasan Tanah Nusantara Indonesia Khususnya Daerah Jawa Timur Kabuputen Lumajang , Dakwah Beliau Meliputi Daerah Nangroe Aceh Darussalam, Sumatra, Ternate Dan Sampai Di Pulau Jawa Khususnya Di Kabupaten Lumajang. Syeikh Abdurrahman As-Syaiban Waktu Berdakwah Di Daerah Aceh Menikah Dengan Keturunan Sultan Aceh Yaitu Dewi Cut Nazilah, Di Daerah Sumatra Beliau Menikah Dengan Syeikhoh Siti Aisyah Binti Muhammad Abdul Al-Marobawi As-Sumatrani, Di Ternate Beliau Menikah Dengan Seorang Putri Dari Pimpinan Orang Portugis Yang Bernama Signorita Miquela, Dan Di Lumajang Beliau Menikah Dengan Seorang Keluarga Bangsawan Yaitu Dewi Roro Wulandari Bibi Dari Penguasa / Raja Yaitu Minak Koncar Lumajang.

Syeikh Abdurrahman As-Syaiban Menuntut Ilmu Dan Belajar Berbagai Ilmu Termasuk Ilmu Hadits Lengkap Dengan Sanad Perawinya,  Di Kota Suci Makkah Al-Mukarramah Kepada Syeikh Al-Imam Abu Abdillah Al-Jauzy Al-Makki, Ilmu Fiqih Belajar Kepada SyeikhAl-Imam Ibnu Ya'qub Al-Andalusi, Ilmu Alat ( Balaghah ) Nahwu & Sharraf Belajar Kepada Syeikh Al-Imam Ibnu Nashir As-Shibli Al-Maghrabi Dan Menurut Catatan Beliau Juga Pernah Belajar Tentang Ilmu Tauhid Kepada Sulthonu Auliya' Sayyidina Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani Al-Baghdadi Radhiyallahu Anhu Ta'ala Sebelum Belajar Masuk Thariqah Malamatiyyah (Mulamiyyah).

Beliau Bermarga Syaiban, Dan Marga Syaiban Sendiri Ialah Nama Dari Salah Satu Datuk ( Kakek Buyut ) Beliau Yang Bernama Al-Imam Al-Hafidz Al-Muhaddits Al-Quthub Sayyidi Syeikh Maulana Syaiban Bin Abdullah Al-Baghdadi Al-Iraqi Al-Abbasi Radliyallahu Anhum. Beliau Termasuk Sepupu Dari Ibnu Hanbal As-Syaiban, Waktu Berusia 20 an Beliau Sudah Hafal Al-Qur'an Dan Hadits. Dan Juga Sudah Melaksanakan Ibadah Haji Sekitar 28 Kali. Pada Usia Ke 30 Tahun Beliau Hijrah Ke Kota Yaman, Kemudian Hijrah Ke Daerah Timur Yaitu Brunai Darussalam, Kamboja, Vietnam, Dan Nusantara Indonesia.

Beliau Berdakwah Di Indonesi Meliputi ; Kawasan Nangroe Aceh Darus Salam, Sumatra, Kalimantan, Lombok, NTT, NTB, Ternate Hingga Ke Pulau Jawa Dan Menetap Di Lumajang. Cara Berdakwah Beliau Yaitu Dengan Cara " TUTWURI HANDAYANI " Sehingga Banyak Dari Kalangan Para Elite Seperti Penguasa / Raja , Sultan, Senopati, Adipati Hingga Tumenggung ( Pejabat ) Waktu Itu Yang Masuk Islam. Syeikh Abdurrahman As-Syaiban Selalu Berdzikir Lafadz " Allah Allah Allah " Dan Disertai Dengan Membaca Shalawat Atas Nabi SAW. Shalawat Yang Dikhususkan Beliau Adalah " Bismikallahumma Wabihamdika Shalli 'Ala Sayyidina Muhammad Wa Alihi Wasahbihi Wabarik Wasallim Wakarrim ", Juga Melakukan Puasa Wishal Yaitu Berpuasa Selama 40 Hari 40 Malam Tanpa Tidur.

Ajaran Dakwah Syeikh Abdurrahman As-Syaiban Diantaranya Ialah ;

1. Selalu Mengenalkan Tauhid Allah Azza Wajalla, Karena Allah Itu Maha Esa ( Tunggal ) Dan Maha Segala-Nya.
2. Mengajarkan Untuk Bertaqwa Kepada Allah Azza Wajalla Dengan Cara Melalukan Ibadah Shalat 5 Waktu Sehari Semalam.
3. Islam Itu Damai Seluruh Dunia Yaitu Islam Rahmatan Lil 'Alamin.
4. Ilmu Yang Dicari Supaya Bertambah Dan Bermanfaat Harus Juga Di Amalkan.
5.  Makan Itu Untuk Hidup, Kalau Tidak Terpaksa Tidak Makan.
6. Hukum Dan  Pemerintah Itu Semua Dari Rakyat, Dan Rakyat Harus Mentaati Hukum Dan Pemerintahan Yang Ada ( Berlaku ).

Murid - Murid Syeikh Abdurrahman As-Syaiban Yang Termashur Diantaranya Ialah ; 

1. Sayyidi Syeikh Abdullah Dari Lumajang, Makamnya Dulu Ada Di SDN 01 / Kantor BRI Lumajang Dan Sekarang Dipindah Ke TPU ( Pemakaman Umum ) Jogoyudan Lumajang.
2. Sayyidi Syeikh Muhammad Anas Dari Demak, Makamnya Terletak Di Sekitar Belakang Masjid Jami' Anas Mahfudz Lumajang.

Ajaran Thariqah Beliau Menganut 3 Thariqah Besar Diantaranya Ialah ;

1. Thariqah Qadiriyah An-Naqsyabandiyah Yang Berguru Langsung Kepada Sulthanu Auliya' Sayyidina Syeikh Abu Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qadir Al-Jailani Al-Baghadadi Al-Hasani RA.
2. Thariqah Malmatiyah ( Mulmamiyah ) Yang Berguru Kepada Murid Dari Al-Imam Sayyidi Syeikh Hamdun Al-Qasshar Al-Bashri RA.
3. Thariqah As-Syadziliyyah Yang Berguru Langsung Kepada Al-Imam Al-Quthub Sayyidi Syeikh Abul Hasan As-Syadzili RA.

Istri - Istri Beliau Yang Tercacat Hanya Ada 4 Diantaranya Ialah ;

1. Dewi Cut Nazilah Keturunan Dari Kesultanan Aceh.
2. Syaikhoh Siti Aisyah Bintu Muhammad Al-Marobawi As-Sumatrani Putri Dari Seorang Ulama' Asal Sumatra.
3. Signorita Miquela Al-Fabert Putri Dari Petinggi Pimpinan Portugis Di Ternate.
4. Dewi Roro Wulandari Putri Bangsawan Dan Bibi Dari Raja ( Penguasa ) Minak Koncar Lumajang.

Ciri - Ciri Perawakan Beliau Menurut Berbagai Sumber Yang Tercantum Diantaranya Ialah ;

1. Postur Tubuh Beliau Tinggi Besar Dan Gagah.
2. Hidung Mancung , Alis Tebal.
3. Warna Kulit Coklat Kekunigan.
4. Selalu Memakai Jubah Dan Sorban ( Imamah ).
5. Memakai Tongkat Ukuran Panjang Yang Di Ujungnya Berlambang Ka'Bah Dan Bintang Segi Lima.

Menurut Catatan Berikut Karamah ( Kemulyaan ) Yang Diberikan Allah SWT Kepada Beliau Diantaranya Ialah ;

1. Bisa Memahami Semua Bahasa Termasuk Bahasa Malaikat, Jin Dan Hewan ( Binatang ).
2. Jika Menginginkan Sesuatu Pasti Terkabul Atas Idzin Dan Ridho Dari Allah SWT.
3. Jika Berdakwah Kemanapun Beliau Hanya Berdo'a Langsung Sampai Tujuan Dakwah Tersebut.
4. Beliau Diberikan Kemulyaan Umur Panjang Oleh Allah SWT Selama 190 Tahun.

Berikut Adalah Geneologi Beliau ( Silsilah Sayyid Syeikh Abdurrahman As-Syaiban Al-Baghdadi Al-Iraqi ) ;

Syeikh Abdurrahman
Bin
Muhammad
Bin
Ahmad Syaiban
Bin
Ali
Bin
Abbas
Bin
Syafi'
Bin
Tsaqib
Bin
Umar
Bin
Utsman
Bin
Abu Bakar
Bin
Utsman
Bin
Muhammad
Bin
Abdullah
Bin
Umar
Bin
Abi Bakr
Bin
Ali
Bin
Ghalib
Bin
Quraisy
Bin
Abdullah
Bin
Al-Imam Al-Qutub Syeikh Syaiban Al-Baghdadi Ra
Bin
Abdullah
Bin
Abbas
Bin
Abdullah
Bin
Sayyidina Abbas Ra
Bin
Sayyidina Abdul Muthallib Ra

Demikian Sirah Singkat Sayyid Syeikh Abdurrahman As-Syaiban Ra, Apabila Terdapat Kesalahan Dalam Sirah Tersebut, Al-Faqir Mohon Maaf Sebesar-besarnya Bukan Untuk Jadi Tontonan Tapi Untuk Dijadikan Tuntunan Dalam Syi'ar Islam Dan Bahan Renungan Untuk Mengingat Kisah Daripada Ulama' Nusantara Dan Para Auliya' Wasshalihin. Semoga Kita Semua Mendapatkan Rahmat Dan Keberkahan Dari Allah SWT Amin .
Wallahu A'lam Bisshawab .
Sumber Catatan Dari :

Menurut Catatan Naskah Kuno Nusantara 
Sayyid Muhammad Ali Ba'alawi
Al-Ustadz Muhammad Ali Sa'id

"MARILAH BELAJAR SUFI Wali"

BIOGRAFI SYAIKH ‘ABDUL-QADIR AL-AL-JAILANI R.A


Beliau adalah Asy-Syaikh al-Imam az-Zahid al-Arif al-Qudwah Syaikh al-Islam Sulthan al-Auliya‘ Imam al-Ash fiya, sang penghidup agama dan sunnnh serta pembasmi bid‘ah, Abu Muhammad ‘Abdul-Qadir bin Aha Shalih ‘Abdullah bin jankiy Daust“ bin yahya bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin ‘Abdullah bin al-Hasan bin al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib, al-J'ili asy-Syafi‘i al-Hanbali, Syaikh Baghdad.

Beliau adalah cucu Abu ‘Abdullah ash-Shuma‘i, yang dikaitkan kepada jilan." Ash-Shuma‘i adalah salah seorang pembesar ulama di jilan, yang terkenal dengan karamah dan ahwal-nya. Ibunya adalah seorang wanita pelopor kebaikan, Fathimah binti Abu ‘Abdillah ash-Shuma‘i. Ia juga memiliki karamah dan ahwal.“ Syaikh ‘Abdul-Qadir r.a. lahir pada pertengahan 'Raamadhan 471 Hijriah dijilan.” Beliau menghabiskan masa mudanya di kampung ini, sampai menginjak usia delapan belas. Baru pada 488 Hijriah beliau pergi ke Baghdad dan menetap di sana hingga akhir hayatnya.
Beliau berperawakan sedang, tegap, dada lebar, berjenggot lebat, tinggi, berkulit sawo matang, beralis tebal. bersuara berat, tampan,” fasih berbicara, “ berkemampuan tinggi, dan berilmu cukup.” Sorot matanya memancarkan cahaya yang menunjukkan bahwa beliau berasal dari lingkungan yang semarak dengan ilmu dan didukung karamah. Ayahandanya adalah seorang ulama besar dijilan. Ibundanya adalah orang yang terkenal memiliki karamah, putri Abu ‘Abdillah ash-Shuma‘i, seorang arif yang ahli ibadah dan zuhud. Pada lingkungan keluarga yang seperti ini beliau tumbuh, dan secara otomatis menyerap berbagai macam ilmu, baik itu ilmu ma‘rifah, haqiqah maupun fiqh.

Sejak usia dini, beliau telah mengetahui bahwa mencari ilmu adalah wajib bagi setiap muslim dan muslimah. Kesadaran ini menjadi spirit bagi beliau untuk beigegas mencari ilmu. Beliau menimbanya dari banyak ulama terkemuka pada waktu itu, sehingga untuk mencapai cita-citanya tidak memerlukan waktu yang terlalu lama. Beliau memulainya dengan belajar membaca Alquran kepada Abu al-Wafa ‘Ali bin ‘Uqail al-Hanbali dan Abu al-Khatthab Mahfuzh al-Kalwadzan‘i al-Hanbali, juga kepada beberapa ulama lainnya hingga beliau yakin betul dengan bacaannya.
Beliau belajar hadis dari banyak ulama terkenal pada masanya yang hafal hadis, seperti Abu Ghalib Muhammad bin al-Hasan al-Balaqilani, dan banyak iagi yang lainnya. Demikian juga beliau belajar fiqh dari para ulama dan fuqaha terkemuka pada masanya. Seperti Abu Sa‘ad al-Mukharrimi. Dari Abu Sa‘ad beliau mendapatkan potongan kain bekas Rasulullah saw. Kemudian belajar bahasa dan sastra kepada Abu Zakariyya Yahya bin ‘Ali atTabrizi. Dan ia bersahabat dengan Hammad ad-Dabbas, darinya beliau belajar tarekat.
Pengembaraan intelektualnya telah membuat Al-jailani mencapai puncak ketinggian ilmu; ilmu syariat, tarekat, bahasa dan satra. Beliau menjadi imam bagi para pengikut Mazhab Hanbali, dan pada masanya beliau menjadi syaikh bagi mereka. Allah Ta'ala telah memancarkan hikmah dari hati beliau melalui lisannya di setiap majelis ilmu.

Pada bulan Syawwal tahun 521 Hijriah, beliau memberikan pengajian di madrasah Abu Sa‘ad al-Mukharrami, Baghdad. Reputasinya dalam kezuhudan telah tersiar ke seluruh pelosok kota, sehingga majelisnya disesaki banyak orang yang ingin menerima ilmu darinya. Karena madrasah itu tidak dapat menampung banyak orang, akhirnya pengajian itu dipindahkan ke luar kota Baghdad dan dihadiri oleh ribuan orang, bahkan mencapai tujuh puluh ribu orang. Banyak ulama, fuqaha, ahli hadis dan pemuka agama yang belajar darinya. Beliau juga telah mengarang banyak kitab, baik berkenaan dengan masalah-masalah ushul maupun furu, dan buku-buku mengenai Ahl al-Ahwa‘al al-Haqa’ iq, di antaranya:

1.   Ighatsah al-Arifin wa Ghayat Muna al-Washilin.
2.   Aurad al-Al-Jailani wa Ad'iyatuh.
3.   Adab as-suluk wa at-Tawasshul ila Manazil al-Muluk.
4.   Tuhfat al-Muttaqin wa sabil al-Arifin.
5.   Jala'ul Khathir fi al-Bathin wa azh-Zhahir.
6.   Ar-Risalah al-Gautsiyyah.
7.   Risalah fi al-asma al-Azhimah li ath-Thariq ila Allah.
8.   Al-Ghunyah li Thalib Thariq al-haqq.
9.   Al-Fath ar-Rabbani wa al-Faidh ar-Rahmani.
10.   Mi'raj Lathif al-Ma'ani.
11.   Yawaqit al-Hikam.

Inilah barangkali karya-karya al-Jailani yang paling populer diantara sekian banyak karya-karyanya. Beliau menguasai tiga belas disiplin ilmu. di sekolahnya,setiap pagi dan sore,beliau mengajar tafsir, ilmu hadits,Khilafiyah,Ushul dan Nahwu. setelah Zhuhur, beliau biasa membaca Al-quran dengan beragam pembacanya.
suatu ketika, di hadapan para ulama irak, imam al-Jailani memberi fatwa berdasarkan mazhab Imam Syafi'i, kemudian memberi fatwa berdasarkan mazhab Imam Hanbal. Para ulama yang hadir pun merasa kagum,mereka berkata, Mahasuci Dia yang telah memberikan nikmat kepadanya.

Sumber: Adab as-Suluk wa at-Tawasshul ila Manazil al-Muluk

"YA ALLAH JADIKAN AKU BAGIAN DARINYA"


Nasab/Silsilah "AZMAT KHAN AL-HUSAINI"

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Sejarah mencatat meratanya serbuan dan perampasan bangsa Mongol di belahan Asia. Diantara nama yang terkenal dari penguasa-penguasa Mongol adalah Khubilai Khan. Setelah Mongol menaklukkan banyak bangsa, maka muncullah Raja-raja yang diangkat atau diakui oleh Mongol dengan menggunakan nama belakang “Khan”, termasuk Raja Naserabad, India.

Setelah Sayyid Abdul Malik menjadi menantu bangsawan Naserabad, mereka bermaksud memberi beliau gelar “Khan” agar dianggap sebagai bangsawan setempat sebagaimana keluarga yang lain. Hal ini persis dengan cerita Sayyid Ahmad Rahmatullah ketika diberi gelar “Raden Rahmat” setelah menjadi menantu bangsawan Majapahit.
Namun karena Sayyid Abdul Malik dari bangsa “syarif” (mulia) keturunan Nabi, maka mereka menambah kalimat “Azmat” yang berarti mulia (dalam bahasa Urdu India) sehingga menjadi “Azmatkhan”. Dengan huruf arab, mereka menulis عظمت خان bukan عظمة خان, dengan huruf latin mereka menulis “Azmatkhan”, bukan “Adhomatu Khon” atau “Adhimat Khon” seperti yang ditulis sebagian orang.

Adapun nasab Sayyid Abdul Malik adalah sebagai berikut:
Abdul Malik bin Alawi (Ammil Faqih) bin Muhammd Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasa bin Alawi bin Muhammad bin Alawi (Asal usul marga Ba’alawi atau Al-Alawi) bin Abdullah / Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir Ilallah bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-‘Uraidhi bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib dan Fathimah binti Rasulillah SAW.

Sayyid Abdul Malik juga dikenal dengan gelar “Al-Muhajir Ilallah”, karena beliau hijrah dari Hadhramaut ke India untuk berda’wah, sebagaimana kakek beliau, Sayyid Ahmad bin Isa, digelari seperti itu karena beliau hijrah dari Iraq ke Hadhramaut untuk berdakwah. Berkatalah H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini dalam bukunya “Pembahasan Tuntas Perihal Khilafiyah”.
“Sayyid Abdul Malik Bin Alwi lahir di Kota Qasam, sebuah kota di Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Beliau meninggalkan Hadhramaut pergi ke India bersama jama’ah para Sayyid dari kaum Alawiyyin. Di India, beliau bermukim di Kota Nashr Abad. Beliau mempunyai beberapa orang anak laki-laki dan perempuan, di antaranya ialah Sayyid Amir Khan abdullah bin Sayyid Abdul Malik, yang lahir di Kota Nashr Abad, ada juga yang mengatakan bahwa beliau lahir di sebuah desa di dekat Kota Nashr Abad. Beliau adalah putra kedua dari Sayyid Abdul Malik”.
Nama putra Sayyid abdul Malik adalah “Abdullah”, penulisan “Amir Khan” sebelum “Abdullah” adalah penyebutan gelar yang kurang tepat, adapun yang benar adalah Al-Amir Abdullah Azmat Khan. Al-Amir adalah gelar utuk pejabat wilayah. Sedangkan, Azmat Khan adalah marga beliau mengikuti gelar Ayahanda.
Sebagian orang ada yang menulis “Abdullah Khan”, mungkin ia hanya ingat “Khan” nya saja, karena marga “khan” (tanpa Azmat) memang populer sebagai marga bangsawan di kalangan orang India dan Pakistan. Maka penulisan “Abdullah Khan” itu kurang tepat, karena “Khan” adalah marga bangsawan Pakistan asli, bukan marga beliau yang merupakan pecahan dari marga Ba’alawi, atau Al-Alawi Al-Husaini.
Ada yang berkata bahwa di India, mereka juga menulis Al-Khan, namun yang tertulis dalam buku nasab Alawiyyin adalah Azmat Khan, bukan Al-Khan, sehingga penulisan Al-Khan akan menyulitkan pelacakan di buku nasab.

Sayyid Abdullah Azmat Khan pernah menjabat sebagai Pejabat Diplomasi Kerajaan India, beliau pun memanfaatkan jabatan itu untuk menyebarkan Islam ke berbagai negeri. Sejarah mencatat bagaimana beliau bersaing dengan Marcopolo di daratan Cina, persaingan itu tidak lain adalah persaingan di dalam memperkenalkan sebuah budaya.
Sayyid Abdullah memperkenalkan budaya Islam dan Marcopolo memperkenalkan budaya barat. Sampai saat ini, sejarah tertua yang kami dapat tentang penyebaran Islam di Cina adalah cerita Sayyid Abdullah ini. maka, bisa jadi beliau adalah penyebar Islam pertama di Cina, sebagaimana beberapa anggota Wali Songo yang masih cucu-cucu beliau adalah orang pertama yang berda’wah di tanah Jawa.
H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini melanjutkan:
“Ia (Sayyid Abdullah) mempunyai anak lelaki bernama Amir Al-Mu’azhzham Syah Maulana Ahmad”.

Nama beliau adalah Ahmad, adapun “Al-Amir Al-Mu’azhzham” adalah gelar berbahasa Arab untuk pejabat yang di agungkan, sedangkan “Syah” adalah gelar berbahasa Urdu untuk seorang raja, bangsawan dan pemimpin, sementara “Maulana” adalah gelar yang dipakai oleh muslimin India untuk seorang Ulama Besar. Sayyid Ahmad juga dikenal dengan gelar “Syah Jalaluddin”.

H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini melanjutkan:
“Maulana Ahmad Syah Mu’azhzham adalah seorang besar, Ia di utus oleh Maharaja India ke Asadabad dan kepada Raja Sind untuk pertukaran informasi, kemudian selama kurun waktu tertentu ia di angkat sebagai Wazir (Menteri). Ia mempunyai banyak anak lelaki. Sebagian dari mereka pergi meninggalkan India, berangkat mengembara. Ada yang ke negeri Cina, kamboja, Siam (Thailand) dan ada pula yang pergi ke negeri Anam dari Mongolia Dalam (Negeri Mongolia yang termasuk di dalam wilayah kekuasaan Cina). Mereka lari (?) meninggalkan India untuk menghindari kesewenang-wenangan dan kezhaliman Maharaja India pada waktu terjadi fitnah pada akhir abad ke-7 Hijriah.

Di antara mereka itu yang pertama tiba di Kamboja ialah Sayyid Jamaluddin Al-Husain Amir Syahansyah bin Sayyid Ahmad. Ia pergi meninggalkan India tiga tahun setelah ayahnya wafat. Kepergiannya di sertai oleh tiga orang saudaranya, yaitu Syarif Qamaruddin. Konon, dialah yang bergelar “Tajul-Muluk”. Yang kedua ialah Sayyid Majiduddin dan yang ketiga ialah Sayyid Tsana’uddin.”
Sayyid Jamaluddin Al-Husain oleh sebagian orang Jawa di sebut Syekh Jumadil Kubro. Yang pasti nama beliau adalah Husain, sedangkan Jamaluddin adalah gelar atau nama tambahan, sehingga nama beliau juga di tulis “Husain Jamaluddin”. Adapun “Syahan Syah”, artinya adalah Raja Diraja. Namun kami yakin bahwa gelar Syahan Syah itu hanyalah pemberian orang yang beliau sendiri tidak tahu, karena Rasulullah SAW melarang pemberian Syahan Syah pada selain Allah.
Sayyid Husain juga memiliki saudara bernama Sulaiman, beliau mendirikan sebuah Kesultanan di Thailand. Beliau di kenal dengan sebutan Sultan Sulaiman Al-Baghdadi, barangkali beliau pernah tinggal di lama di Baghdad. Nah, Sayyid Husain dan Sayyid Sulaiman inilah nenek motyang daripada keluarga Azmat Khan Indonesia, setidaknya yang kami temukan sampai saat ini.
Sayyid Husain memiliki tujuh orang putra, sebagai berikut :
1.   Sayyid Ibrahim, diketahui memiliki tiga orang putra, antara lain :
a)   Maulana Ishaq (Ayah Sunan Giri). Keturunannya mulai terdata.
b)   Sayyid Fadhal Ali Al-Murtadha (Raden Santri). Keturunannya mulai terdata.
c)   Sayyid Ahmad Rahmatullah (Sunan Ampel). Keturunannya mulai terdata.
2.   Sayyid Barakat, diketahui memiliki empat orang putra, antara lain :
a)   Sayyid Abdurrahman Ar-Rumi. Belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.
b)   Sayyid Ahmad Syah. Belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.
c)   Maulana Malik Ibrahim. Belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.
d)   Sayyid Abdul Ghafur, diketahui memiliki satu putera, yakni :
1.   Sayyid Ibrahim. Diketahui memiliki dua putera, yakni :
a)   Fathullah (Falatehan). Keturunannya mulai terdata.
b)   Nyai Mas Gandasari (isteri Sunan Gunung Jati).
3.   Sayyid Ali Nurul Alam, memiliki dua orang putera, antara lain :
1.   Sayyid Abdullah, memiliki dua orang putra antara lain:
a)   Syarif Nurullah. Keturunannya mulai terdata.
b)   Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Keturunannya mulai terdata.
2.   Sayyid Utsman Haji (sunan Ngudung), menikah dengan cucu Sunan Ampel dan berputera Ja’far Ash-Shadiq (Sunan Kudus). Keturunannya mulai terdata.
3.   Sayyid Haji Utsman (sunan Manyuran). Keturunannya mulai terdata.
4.   Sayyid Fadhal (Sunan Lembayung). Kami belum mendapatkan riwayat beliau dan belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.
5.   Sayyid Abdul Malik. Kami belum mendapatkan riwayat beliau dan belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.
6.   Pangeran Pebahar. Kami belum mendapatkan nama Arab dan riwayat beliau. Beliau adalah kakek dari Tuan Faqih Jalaluddin, Ulama Palembang pada masa Sultan Mahmud Badaruddin. Diketahui memiliki keturunan.
7.   Abdillah. Yang ketujuh belum kami dapatkan nama dan riwayatnya dan belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.
Adapun Sayyid Sulaiman Al-Baghdadi memiliki tiga orang putera dan seorang puteri yang semuanya berdakwah dan meninggal di Cirebon Jawa Barat, antara lain :
a)   Syekh Datuk Kahfi. Diketahui memiliki keturunan.
b)   Sayyid Abdurrahman (Pangeran Panjunan). Keturunannya mulai terdata.
c)   Sayyid Aburrahim (Pangeran Kejaksan). Diketahui memiliki keturunan.
d)   Syarifah Ratu Baghdad, menikah dengan Sunan Gunung Jati.

Asal Usul Keluarga
Ketika Al-Qasim, putra Rasulullah SAW, wafat dalam usia masih kecil, terdengarlah berita duka itu oleh beberapa tokoh musyrikin, diantara mereka adalah Abu Lahab dan ‘Ash bin Wa’il. Mereka kegirangan dengan berita itu, mereka mengejek Rasulullah SAW dengan mengatakan bahwa beliau tidak lagi memiliki anak laki-laki yang dapat melanjutkan generasi keluarga beliau, sementara orang Arab pada masa itu merasa bangga bila memiliki anak laki-laki untuk melanjutkan garis keturunan mereka. Untuk menjawab ejekan Abu Lahab dan ‘Ash bin Wa’il itu, Allah menurunkan surat Al-Kautsar yang ayat pertamanya berbunyi:

Sesungguhnya Kami memberimu karunia yang agung.
Al-Kautsar artinya karunia yang agung, dan karunia yang dimaksud dalam ayat itu adalah bahwa Allah akan memberi banyak keturunan pada Rasulullah SAW melalui putri beliau, Fatimah Az-Zahra’. Sementara Abu lahab dan ‘Ash bin Wa’il dinyatakan oleh ayat terakhir surat Al-Kautsar, bahwa justru merekalah yang tidak akan memiliki keturunan, yaitu ayat..
“Sesungguhnya orang yang mengejekmu itulah yang tidak sempurna (putus keturunan).”

Benarlah apa yang difirmankan oleh Allah, sampai kini keturunan Rasulullah SAW, melalui Al-Hasan dan Al-Husain putra Fatimah Az-Zahra’, benar-benar memenuhi belahan bumi, baik mereka yang dikenal sebagai cucu Rasulullah oleh masyarakat, maupun yang tidak.
Sekedar gambaran, IKAZHI memiliki banyak data tentang silsilah Ulama-ulama Pesantren yang dikenal sebagai “Kiai” Indonesia, khususnya Jawa (termasuk Madura), dimana kebanyakan dari mereka memiliki garis nasab pada Rasulullah SAW, seperti Kiai-kiai keturunan keluarga Azmatkhan, Basyaiban dan sebagainya. Kemudian, di berbagai daerah, kaum santri sangat didominan oleh keluarga-keluarga yang bernasab sama dengan Kiai-kiai itu, bedanya hanya karena beberapa generasi sebelum mereka tidak berprestasi seperti leluhur “keluarga Kiai”, sehingga setelah selisih beberapa generasi, merekapun tidak dikenal sebagai “keluarga Kiai”, tapi hanya sebagai “keluarga santri”.
Di Madura ada semacam “pepatah” yang mengatakan bahwa kalau ada santri yang sampai bisa membaca “kitab kuning” maka pasti dia punya nasab pada “Bhujuk”. Bhujuk adalah julukan buat Ulama-ulama zaman dulu yang membabat alas dan berda’wah di Madura. Semua Bhujuk Madura memiliki nasab pada Rasulullah SAW. Kebanyakan mereka keturunan Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kudus. “Pepatah” itu memang hanya dibicarakan di kalangan “orang awam”, namun kenyataan memang sangat mendukung, karena hampir semua masyarakat santri di Madura adalah keturunan “Bhujuk”, sehingga tidak mustahil apabila di Madura orang yang memiliki “darah Rasulullah” lebih banyak daripada yang tidak. Kami banyak mendapati perkampungan yang mayoritas penduduknya masih satu rumpun dari keturunan seorang Bhujuk yang bernasab pada semisal Sunan Ampel dan sebagainya.

Mungkin hal itu akan menimbulkan pertanyaan “mengapa bisa demikian?”. Maka jawabannya adalah bahwa keluarga Bhujuk dan Kiai Madura dari zaman dulu memiliki anak lebih banyak daripada orang biasa, apalagi hampir semua mereka dari zaman dulu -bahkan banyak juga yang sampai sekarang- memiliki istri lebih dari satu, maka tentu saja setelah puluhan generasi maka keturunan Bhujuk-bhujuk itu lebih mendominan pulau Madura.

Kalau ada yang berkata bahwa tidak semua Kiai keturunan “Sunan” itu bergaris laki-laki, bahkan kebanyakan mereka (?) adalah keturunan “Sunan” dari perempuan, maka pertanyaan itu justru dijawab dengan pertanyaan “kenapa kalau bergaris perempuan?”. Islam dan “budaya berpendidikan” telah “sepakat” untuk membenarkan “status keturunan” dari garis perempuan. Paham “garis perempuan putus nasab” berakibat pada penolakan terhadap keturunan Rasulullah sebagai Ahlul-bayt. Ada orang awam yang berkata bahwa Rasulullah SAW tidak memiliki keturunan dari anak laki-laki, Hasan-Husain adalah putra Fathimah yang berarti putus nasab dari Rasulullah SAW. Paham ini sebenarnya adalah warisan bangsa Arab jahiliyah yang pernah diabadikan dalam syair mereka:

“Anak-anak kami adalah keturunan
dari anak-anak laki-laki kami.
Adapun anak-anak perempuan kami,
keturunan mereka adalah anak-anak orang lain.”

Cucu dari anak perempuan itu hanya keluar dari deretan daftar ahli waris, dalam istilah ilmu “Fara’idh” disebut “mahjub” (terhalang untuk mendapat warisan). Namun dalam deretan “dzurriyyah” (keturunan), cucu dari anak perempuan tidak beda dengan cucu dari anak laki-laki; mereka sama-sama cucu yang akan dipanggil “anakku” oleh kakek yang sama. Apabila kakek mereka adalah orang shaleh maka mereka sama-sama masuk dalam daftar keturunan yang akan mendapat berkah dan syafa’at leluhurnya, sebagaimana firman Allah:
“Dan orang-orang yang beriman dan anak-cucu mereka mengikuti mereka dengan beriman, maka Kami gabungkan anak cucu mereka itu dengan mereka .. “ (Q.S. Ath-Thur : 21)
Jadi, madzhab mayoritas para Kiai adalah bahwa cucu dari garis perempuan dan dari garis laki-laki itu sama-sama cucu, kalau kakek mereka ulama shaleh maka -insyaallah- mereka sama-sama akan mendapat berkah. Termasuk anak cucu Rasulullah SAW, baik yang garis silsilahnya laki-laki semua hingga ke Fathimah binti Rasulillah SAW, maupun yang melalui garis perempuan.
Madzhab ini telah lama dianut oleh Kiai-kiai keturunan Walisongo, terbukti dengan banyaknya kiai-kiai yang menulis nasab mereka yang bersambung pada Walisongo melalui garis perempuan. Terbukti pula dengan yang dikenal oleh Kiai-kiai bahwa Syekh Kholil adalah cucu Sunan Gunung Jati, padahal nasab Syekh Kholil pada Sunan Gunung Jati melalui garis perempuan, sedangkan dari garis laki-laki bernasab pada Sunan Kudus.
Kembali ke bab kita, bahwa di Madura banyak terdapat keluarga-keluarga yang memiliki nasab pada Rasulullah, maka seperti di Madura, begitu pula yang terjadi di berbagai wilayah masyarakat Pesantren lainnya di Jawa. Maka bayangkan saja, betapa keturunan Rasulullah SAW telah memenuhi pulau Jawa, belum lagi di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain. Ditambah dengan “jamaah habaib” yang memang sudah dikenal dengan “status menonjol” sebagai keturunan Rasulullah SAW.
Ini yang terjadi di Indonesia, dan demikian pula di negeri-negeri non Arab yang lain, seperti Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand, Filipina, India, Pakistan, Afrika dan sebagainya. Banyak dari mereka yang sudah membaur dengan penduduk setempat sehingga mereka tidak lagi dikenal sebagai “Habib”, “Sayyid” atau julukan-julukan lainnya. Dalam kitabnya, “’Allimu Auladakum Mahabbata Aalin Nabi”, Syekh Muhammad Abduh Yamani mengatakan bahwa di Afrika banyak terdapat orang-orang kulit hitam yang ternayata memegang sisilsilah pada Rasulullah. Hal itu dikarenakan leluhur mereka berbaur dengan orang kulit hitam, bergaul dan menikah dalam rangka menjalin hubungan sebagai jembatan da’wah. Kenyataan ini menyimpulkan bahwa masih banyak keturunan Rasulullah SAW yang tidak terdata dan tidak dikenal. Itu adalah gambaran jumlah keturunan Rasulullah SAW yang keluar dari tanah Arab dan tidak lagi dikenal sebagai orang Arab. Jumlah yang amat besar ditambah dengan jumlah keturunan Rasulullah SAW yang di Arab.

Maka kenyataan ini membenarkan apa yang dinyatakan oleh Allah SWT dalam surat Al-Kautsar, bahwa Rasulullah SAW akan diberi karunia agung dengan memiliki keturunan yang amat banyak. Sehingga kalau saja beliau dan orang-orang sezaman beliau masih hidup saat ini, maka beliau akan memiliki keluarga terbesar yang tak tertandingi oleh yang lain. Bisa jadi, bila kita mengumpulkan semua keturunan Rasulullah SAW sejak zaman beliau hingga kini, kemudian kita mengumpulkan seratus orang dari sahabat-sahabat beliau beserta keturunan mereka hingga kini, maka jumlah keturunan beliau akan mengalahkan keturunan seratus orang sahabat beliau.
Antara Robithoh Azmatkhan Dan Robithoh Alawiyah

Robithoh Alawiyah adalah ikatan keluarga Ahlul-bayt keturunan Al-Hasan dan Al-Husain putra Ali bin Abi Thalib dan Fathimah binti Rasulillah SAW. Robithoh Alawiyah sudah ada sejak masa khilafah Abbasiah, saat itu dikenal dengan istilah “Niqobah” dan penanggung-jawabnya disebut “Naqib”. Sayyid Isa (ayah Sayyid Ahmad Al-Muhajir) dan ayah beliau (Sayyid Muhammad bin Ali Al-‘Uradhi) termasuk yang bertanggung jawab atas Niqobah, makanya masing-masing mereka dijuluki An-Naqib.
Awalnyanya Robithoh Alawiyah merupakan lembaga resmi dibawah manajemen pemerintah karena berkaitan dengan masalah kuhumusul-khumus. Kini Robithoh Alawiyah telah menjadi ikatan keluarga yang mandiri dan lebih banyak bergerak dalam bidang koordinasi antar keluarga Alawiyyin. Di tiap negara dimana disitu terdapat Alawiyyin, disitu dibentuk perkumpulan Alawiyyin untuk menjalin silaturrahim, termasuk di Indonesia yang berpusat di Jakarta.

Sebagian orang menganggap bahwa sebagian perkumpulan Alawiyin ada yang saling tidak mengakui keabsahan nasab kelompok lain, baik antar kelompok dalam satu negara maupun lain negara. Maka perlu dipahami bahwa yang terjadi sebenarnya bukan tidak mengakui, melainkan tidak mengenal sehingga tidak bisa mengomentari. Hal ini sangatlah wajar, karena Alawiyyin berpencar ke penjuru dunia sejak belasan abad yang lalu.

Kalaupun memang benar ada kelompok yang menolak kelompok lain, seperti yang terjadi pada sebagian kelompok Alawiyyin Yordania yang tidak mengakui keabsahan nasab keluarga Ba’lawi (Hadhramaut), maka hal ini hanyalah suatu ketidakdewasaan yang terjadi pada sebuah kelompok kecil dan bukan mewakili cara berfikir ahlul-bayt pada umumnya. Apalagi masalah pengakuan nasab itu sudah dibahas oleh ulama fiqih dengan gamblang, bahwa ada aturan didalam mengaku dan menolak sebuah nasab.

Berkaitan dengan Robithoh Alawiyah, Robithoh Azmatkhan tidak termasuk dalam manajemen Robitoh Alawiyah, melainkan hanya membantu Robithoh Alawiyah didalam pendataan, karena sebenarnya pendataan keluarga Azmatkhan juga tugas Robithoh Alawiyah.
Dan didalam pendataan dan pengesahan nasab, Robithoh Azmatkhan memiliki standar yang berbeda dengan Robithoh Alawiyah, standar Robithoh Azmatkhan memiliki tiga istilah tingkatan.
1.   Shahih : Silsilah garis laki-laki yang cukup untuk memenuhi standar Robithoh Alawiyah. Yaitu silsilah para Sultan yang diakui sejarah, silsilah keluarga yang dikenal keluarga kesultanan dan silsilah keluarga yang tertulis rapi secara turun temurun tanpa adanya riwayat berbeda. Robithoh Azmatkhan mengesahkan pemilik “Silsilah Shahih” untuk menggunakan nama belakang “Azmatkhan” dan dapat merekomendasikannya kepada Robithoh Alawiyah.
2.   Hasan : Silsilah garis laki-laki yang tertulis rapi secara turun temurun, tapi ada beberapa riwayat berbeda yang tidak keluar dari jalur Azmatkhan. Robithoh Azmatkhan mengesahkan pemilik “Silsilah Hasan” untuk menggunakan nama belakang “Azmatkhan”, namun tidak dapat merekomendasikannya kepada “Robithoh Alawiyah” sampai mendapatakan argumen yang mengukuhkan salah satu riwayat.
3.   Khu’ulah : Silsilah garis perempuan. Dalam standar keabsahan silsilah, khu’ulah sama dengan “Shahih” dan “Hasan”, tergantung jenis riwayatnya. Bedanya, pemililik “Silsilah Khu’ulah” diharuskan mencantumkan kalimat “khu’ulah” apabila mau menggunakan nama belakang “Azmatkhan” dan dalam penulisan cukup ditulis “Kh.” sehingga menjadi “Azmatkhan Kh.”, hal itu untuk tidak mengacau istilah pernasaban yang berlaku dalam budaya Arab. Robithoh Azmatkhan tidak dapat merekomendasikan “Silsilah Hasan” kepada “Robithoh Alawiyah”.

Yang dimaksud merekomendasikan pada Robithoh Alawiyah adalah mengusahakan untuk mendapatkan pengesahan resmi sebagai ahlul-bayt yang mendapatkaan hak semisal wakaf Alawiyyin dan khumusul-khumus.
Dalam hal pengakuan sebagai keluarga, Robithoh Azmatkhan sama sekali tidak membedakan antara pemilik Slilsilah Shahih, Silsilah Hasan dan Silsilah Khu’ulah, semua berhak mendapat kartu anggota dengan ketentuan yang ditetapkan dan silsilahnya akan ditulis dalam kartu.
Selebihnya, untuk sementara Robithoh Azmatkhan menyarankan agar anggotanya tidak meminta apalagi menuntut pengesahan dari Robithoh Alawiyah. Apabila nasabnya benar maka kelak di akhirat Rasulullah SAW akan mengakuinya sebagai cucu, tidak kurang dari ahlil-bayt yang telah disahkan oleh Robithoh Alawiyah.

Budaya Toleransi : Tokoh-Tokoh yang menjunjung Tinggi Toleransi
Sejarah mencatat betapa leluahur keluarga Azmatkhan yang tergabung dalam Walisongo sangat toleransi dan amat pandai beradaptasi. Seorang berbangsa Arab dapat duduk bersanding dengan orang-orang jawa, baik bangsawan maupun rakyat jelata Jawa, sementara orang-orang Jawa sendiri justru terkotak-kotak oleh ras yang selama itu mereka pahami. Kalau bukan karena karomah “pandai beradaptasi” serta “pandai menempatkan diri”, tentu mereka tidak akan diterima oleh kaum bangsawan ketika mereka diketahui dekat dengan kaum jelata, dan tentu kaum jelata akan menuhankan mereka karena mereka dapat menaklukkan para penguasa.

Toleransi dan adaptasi terhadap budaya dan lingkungan merupakan salah satu ajaran penting yang ditanamkan oleh leluhur keluarga Azmatkhan, karena mereka tahu bahwa masyarakat Jawa dan sekitarnya memiliki banyak ragam budaya dan kepercayaan, dan tujuan daripada mengedepankan adaptasi adalah untuk mendapatkan simpati. Tidak semua yang benar itu yang terbaik, suatu permasalahan bisa saja memiliki point-point sikap yang dapat dibenarkan, namun dari point-point itu terkadang ada satu saja yang sebaiknya atau bahkan seharusnya dipilih, dengan pertimbangan lebih memungkinkan orang lain bersimpati.

Toleransi dan adaptasi, itulah peninggalan penting ajaran leluhur keluarga Azmatkhan. Kini hal itu telah pudar dari segolongan muslimin yang mengaku penerus perjuangan jihad Walisongo, sehingga ke-kurang toleransi-an itu banyak menimbulkan keributan yang ujungnya justru menempatkan Islam pada target hujatan orang-orang non muslim. Hal itu bisa kita lihat dengan maraknya kasus teror yang kemudian ditemukan seorang muslim ‘fanatik’ sebagai pelakunya, maraknya keributan antar tokoh muslim yang dapat memberi kesan ke-tidak dewasa-an. Maka hendaknya kita telaah kembali sejarah keberhasilan Ulama Salaf Indonesia (tokoh-tokoh Walisongo), dimana kita akan menemukan mereka sebagai tokoh anti fanatisme, tokoh yang toleran dan menjunjung tinggi sikap beradaptasi.

Anti Fanatisme Golongan
Sayyid Abdul Malik mendapatkan gelar Azmatkhan setelah beliau hijrah ke India dalam rangka berda’wah, dan sejak itu keturunan beliau menggunakan “Azmatkhan” sebagai marga, namun mereka tidak suka dengan sikap fanatik masyarakat yang hanya mengedepankan garis keturunan, sehingga merekapun menanggalkan marga ke-sayyid-an agar mereka tidak dihormati lebih karena nasab mereka, mereka sengaja tidak memakai marga “Azmatkhan” atau “Ba’alawi” didalam memenyebut nama mereka, yang di India berbaur dengan orang-orang India bisa, demikian pula yang kemudian keluar dari India.

Maka satu hal yang ditekankan IKAZHI dengan menyuguhkan masalah ini, yaitu agar keluarga Azmatkhan, khususnya yang keluarga Kiai, lebih mengedepankan prestasi daripada trah.
Berangkat dari fanatik terhadap sebuah keluarga, fanatik terhadap sebuah golongan atau madzhab juga akan mendapatkan tempat di hati orang yang kurang wawasan. Fanatik terhadap pecahan golongan atau faham adalah merupakan suatu aib bagi golongan atau faham pada umumnya. Tidak jarang kita menangkap seorang pelaku teror dan si teroris dengan tenangnya menyatakan merasa tidak bersalah. Kefanatikan terhadap sebuah faham membuatnya enggan kompromi dengan faham lain.

Tidak jarang kita menemukan dua tokoh bertikai dan para pendukung mereka berkelahi, kemudian masing-masing menyatakan sama sekali tidak bersalah dengan ulah kekanak-kanakan, itu, karena kefanatikan terhadap seorang tokoh membuat mereka enggan menyimak penjelasan tokoh lain. Nah, ketika mereka yang fanatik dan “berulah” itu membawa nama golongan yang lebih besar, maka tentu saja banyak anggota “golongan yang lebih besar” itu menjadi dirugikan, karena orang diluar golongan mereka akan punya alasan untuk menilai golongan itu sebagai golongan yang tidak simpatik.

Leluhur keluarga Azmatkhan sangat menjunjung tinggi sikap toleransi. Kita semua tahu bahwa pendirian Kesultanan Islam Demak adalah atas prakarsa kelompok Wali Songo yang terdiri dari keluarga Azmatkhan dan waktu itu dipimpin oleh Sunan Ampel. Ketika pendirian Kesultanan Demak dimulai maka Sunan Ampel menunjuk murid beliau, Abdul Fattah (Raden Patah), untuk menduduki kursi kesultanan.

Semula Raden Patah menolak karena merasa ada yang lebih layak untuk menjadi Sultan, beliau memohon agar Sunan Ampel saja yang menjabat sebagai Sultan, namun Sunan Ampel tidak mau dan Raden Patah pun mau setelah Sunan Ampel menyatakan bahwa penunjukan itu adalah sebagai perintah seorang guru pada muridnya.

Dari kejadian itu kita dapat menangkap cara berfikir Sunan Ampel, bahwa beliau sangat toleransi dengan budaya Jawa, beliau tahu kalau semua bangsa memiliki kelompok yang di-bangsawan-kan. Maka Sunan Ampel sama sekali tidak melupakan hal itu walaupun beliau sendiri dan Wali-wali lain yang masih putra-putra dan keponakan beliau- adalah bangsawan-bangsawan Quraisy keturunan Rasulullah SAW, bahkan beliau sendiri adalah menantu keluarga Kerajaan Majapahit.

Sunan Ampel memilih Raden Patah karena beliau adalah orang ‘alim yang memiliki “darah biru” tertinggi menurut bangsa Majapahit, karena beliau adalah putra Prabu Brawijaya V. Sunan Ampel sama sekali tidak merubah tatanan budaya masyarakat Jawa dalam pengangkatan seorang Sultan pemimpim kaum muslimin. Penyerbuan Demak terhadap Majapahit Sebagian orang mengira bahwa dalam pertempuran antara Demak dan Majapahit adalah pertempuran antara anak (Raden Patah) dan orang tua (Brawijaya V). Adapun yang benar adalah cerita sebagai berikut. Pada awal-awal berdirinya Kesultanan Demak, Raden Patah mengajukan pendapat pada Sunan Ampel untuk menaklukkan Majapahit, namun Sunan Ampel menolak dan menjelaskan bahwa bukan demikian cara menyebarkan Islam, tidak ada paksaan dalam Islam. Selama kaum muslimin tidak diserang maka Islam tidak membenarkan penyerangan terhadap non muslim.

Memang benar kata Sunan Ampel, menyerang adalah cara yang pernah dilakukan oleh Dinasti Umawi (Khalifa Mu’awiyah dan penerusnyanya). Mu’awiyah dan anaknya, Yazid, banyak merubah cara-cara Islam, mulai dari sistem Khilafah yang mereka rubah menjadi sistem Kerajaan, hingga cara menyebarkan Islam dengan halus yang mereka rubah menjadi dengan peperangan. Mereka memang berhasil menaklukkan banyak bangsa, namun cara itu sebenarnya tidak berhasil dengan baik, karena bangsa-bangsa yang takluk karena diserang tidak akan memeluk Islam dengan baik, terbukti banyak negeri taklukan Dinasti Umawi yang kemudian murtad atau kembali menjadi bangsa kafir.

Berkatalah seorang sejarahwan Jerman: “Seandainya Mu’awiyah tidak merubah cara Muhammad didalam berda’wah, seandainya ia tidak menyebarkan Islam melalui peperangan, niscaya hari ini penduduk Jerman telah menjadi bangsa muslim.

Kembali pada Kesultanan Demak. Setelah Sunan Ampel menolak untuk menaklukkan Majapahit maka Raden Patah tidak lagi berpikir untuk menyerang Majapahit. Namun setelah Sunan Ampel Meninggal, terjadilah penyerangan dari Kerajaan Kediri terhadap Kerajaan Majapahit, Majapahit pun jatuh ke tangan Kediri, Brawijaya V lari entah kemana. Maka seorang Panglima Kediri menduduki kursi singgasana Majapahit dan iapun menggunakan gelar “Brawijaya VI”. Kemudian Brawijara VI mengadakan perjanjian bersekutu dengan pasukan Portugis yang waktu itu telah menguasai Samudera Pasai, dengan maksud untuk menyusun kekuatan untuk menghadapi Demak.
Mengetahui bahwa “Majapahit Baru” telah bersekutu dengan bangsa asing, maka Sunan Giri, penasehat Raden Patah setelah Sunan Ampel, mengisyaratkan perang menyerang “Majapahit Baru”. Raden patah pun bersama pasukan menyerang dan menaklukkan “Majapahit Baru”, beliaupun merampas mahkota dan pusaka-pusaka yang lain milik Keraton Majapajit.

Maka dalam penyerangan Demak itu kita dapat menyimpulkan bahwa Sunan Giri mengisyaratkan perang melawan “Majapahit Baru” bukan dalam rangka merampas kekuasaan, melainkan untuk menyelamatkan bangsa Jawa pada umumnya, karena perjanjian “Majapahit Baru” dengan Portugis berarti menjual bangsa sendiri terhadap bangsa asing. Kemudian mengenai mahkota dan pusaka-pusaka Majapahit yang diambil Raden Patah adalah milik ayah beliau sendiri, justru dengan mengambil semua itu berarti beliau telah menyelamatkan harga diri ayah beliau, Brawijaya V”, karena berarti Mahkota dan pusaka-pusaka tidak jatuh ke tangan musuh, meliankan jatuh ke tangan anak sendiri, apalagi sebagian riwayat mengatakan bahwa Raden Patah sempat diangkat sebagai Putra Mahkota oleh Brawijaya V, maka berarti mahkota itu benar-benar jatuh pada orang yang berhak. Dari itu, sungguh tidak benar apa yang dikatakan sebagian orang bahwa Raden patah menyerah ayahnya sendiri, itu hanya salah paham saja.

PERINSIP DAN DASAR PENDIRIAN ROBITHOH AZMATKHAN
Mengingat keturunan Sayyid Abdul Malik Azmatkhan banyak tersebar di Indonesia melalui sebagian besar anggota Walisongo, sedangkan kebanyakan mereka tidak saling mengenal keluarga dari jalur lain, maka didirikanlah Robithoh Azmatkhan pada tahun 2005 di Pesantren Tattangoh Pamekasan dan dikukuhkan pada hari ahad tanggal 16 syawal 1428 / 28 Oktober 2007 di Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo Jawa Timur.

Robithoh Azmatkhan didirikan untuk tujuan-tujuan penting sebagai berikut:
1.   mengamalkan sabda Rasulullah SAW:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلكِنَّ الْوَاصِلَ إِذَا انْقَطَعَ رَحِمُهُ وَصَلَهُ
2.   “Bukanlah orang menyambung keluarga itu yang saling membalas, melainkah orang yang apabila ada keluarga yang terputus maka iapun menyambung keluarga itu.”
3.   Memanfaatkan hubungan keluarga untuk mempererat hubungan para Kiai dan tokoh Indonesia yang kebanyakan masih keturunan Walisongo. Harapannya, kebersatuan mereka akan membawa kebaikan untuk ummat.
4.   Mendata seluruh keluarga keturunan Azmatkhan untuk diketahui kondisi agama dan ekonominya, untuk kemudian diadakan pembinaan pada keluarga yang kurang pengetahuan agamanya dan lemah ekonominya, karena tidak sedikit keluarga yang menyimpan silsilah dengan rapi tapi agama dan ekonominya memperihatinkan.
5.   Mensosialisasikan ajaran dan manhaj leluhur, khususnya kepada generasi muda keluarga keturunan Azmatkhan, agar meneladani leluhur, khususnya ajaran dan manhaj Walisongo.


Sejarah Sayyid Abdul Malik

Sayyid Abdul Malik dikenal dengan gelar "Al-Muhajir Ilallah", karena beliau hijrah dari Hadhramaut ke India untuk berda'wah, sebagaimana kakek beliau, Sayyid Ahmad bin Isa, digelari seperti itu karena beliau hijrah dari Iraq ke Hadhramaut untuk berdakwah.

Berkatalah H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini dalam bukunya "Pembahasan Tuntas Perihal Khilafiyah".

"Sayyid Abdul Malik Bin Alwi lahir di Kota Qasam, sebuah kota di Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Beliau meninggalkan Hadhramaut pergi ke India bersama jama'ah para Sayyid dari kaum Alawiyyin. Di India, beliau bermukim di Kota Nashr Abad. Beliau mempunyai beberapa orang anak laki-laki dan perempuan, di antaranya ialah Sayyid Amir Khan abdullah bin Sayyid Abdul Malik, yang lahir di Kota Nashr Abad, ada juga yang mengatakan bahwa beliau lahir di sebuah desa di dekat Kota Nashr Abad. Beliau adalah putra kedua dari Sayyid Abdul Malik".

Nama putra Sayyid abdul Malik adalah "Abdullah", penulisan "Amir Khan" sebelum "Abdullah" adalah penyebutan gelar yang kurang tepat, adapun yang benar adalah Al-Amir Abdullah Azmat Khan. Al-Amir adalah gelar utuk pejabat wilayah. Sedangkan, Azmat Khan adalah marga beliau mengikuti gelar Ayahanda.

Sebagian orang ada yang menulis "Abdullah Khan", mungkin ia hanya ingat "Khan" nya saja, karena marga "khan" (tanpa Azmat) memang populer sebagai marga bangsawan di kalangan orang India dan Pakistan. Maka penulisan "Abdullah Khan" itu kurang tepat, karena "Khan" adalah marga bangsawan Pakistan asli, bukan marga beliau yang merupakan pecahan dari marga Ba'alawi, atau Al-Alawi Al-Husaini.

Ada yang berkata bahwa di India, mereka juga menulis Al-Khan, namun yang tertulis dalam buku nasab Alawiyyin adalah Azmat Khan, bukan Al-Khan, sehingga penulisan Al-Khan akan menyulitkan pelacakan di buku nasab.

Sayyid Abdullah Azmat Khan pernah menjabat sebagai Pejabat Diplomasi Kerajaan India, beliau pun memanfaatkan jabatan itu untuk menyebarkan Islam ke berbagai negeri. Sejarah mencatat bagaimana beliau bersaing dengan Marcopolo di daratan Cina, persaingan itu tidak lain adalah persaingan di dalam memperkenalkan sebuah budaya.

Sayyid Abdullah memperkenalkan budaya Islam dan Marcopolo memperkenalkan budaya barat. Sampai saat ini, sejarah tertua yang kami dapat tentang penyebaran Islam di Cina adalah cerita Sayyid Abdullah ini. maka, bisa jadi beliau adalah penyebar Islam pertama di Cina, sebagaimana beberapa anggota Wali Songo yang masih cucu-cucu beliau adalah orang pertama yang berda'wah di tanah Jawa.

H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini melanjutkan :

"Ia (Sayyid Abdullah) mempunyai anak lelaki bernama Amir Al-Mu'azhzham Syah Maulana Ahmad".

Nama beliau adalah Ahmad, adapun "Al-Amir Al-Mu'azhzham" adalah gelar berbahasa Arab untuk pejabat yang di agungkan, sedangkan "Syah" adalah gelar berbahasa Urdu untuk seorang raja, bangsawan dan pemimpin, sementara "Maulana" adalah gelar yang dipakai oleh muslimin India untuk seorang Ulama Besar.

Sayyid Ahmad juga dikenal dengan gelar "Syah Jalaluddin".

H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini melanjutkan :

"Maulana Ahmad Syah Mu'azhzham adalah seorang besar, Ia di utus oleh Maharaja India ke Asadabad dan kepada Raja Sind untuk pertukaran informasi, kemudian selama kurun waktu tertentu ia di angkat sebagai Wazir (Menteri). Ia mempunyai banyak anak lelaki. Sebagian dari mereka pergi meninggalkan India, berangkat mengembara. Ada yang ke negeri Cina, kamboja, Siam (Thailand) dan ada pula yang pergi ke negeri Anam dari Mongolia Dalam (Negeri Mongolia yang termasuk di dalam wilayah kekuasaan Cina). Mereka lari (?) meninggalkan India untuk menghindari kesewenang-wenangan dan kezhaliman Maharaja India pada waktu terjadi fitnah pada akhir abad ke-7 Hijriah.

Di antara mereka itu yang pertama tiba di Kamboja ialah Sayyid Jamaluddin Al-Husain Amir Syahansyah bin Sayyid Ahmad. Ia pergi meninggalkan India tiga tahun setelah ayahnya wafat. Kepergiannya di sertai oleh tiga orang saudaranya, yaitu Syarif Qamaruddin. Konon, dialah yang bergelar "Tajul-Muluk". Yang kedua ialah Sayyid Majiduddin dan yang ketiga ialah Sayyid Tsana'uddin."

Sayyid Jamaluddin Al-Husain oleh sebagian orang Jawa di sebut Syekh Jumadil Kubro. Yang pasti nama beliau adalah Husain, sedangkan Jamaluddin adalah gelar atau nama tambahan, sehingga nama beliau juga di tulis "Husain Jamaluddin". Adapun "Syahan Syah", artinya adalah Raja Diraja. Namun kami yakin bahwa gelar Syahan Syah itu hanyalah pemberian orang yang beliau sendiri tidak tahu, karena Rasulullah SAW melarang pemberian Syahan Syah pada selain Allah.

Sayyid Husain juga memiliki saudara bernama Sulaiman, beliau mendirikan sebuah Kesultanan di Thailand. Beliau di kenal dengan sebutan Sultan Sulaiman Al-Baghdadi, barangkali beliau pernah tinggal di lama di Baghdad. Nah, Sayyid Husain dan Sayyid Sulaiman inilah nenek motyang daripada keluarga Azmat Khan Indonesia, setidaknya yang kami temukan sampai saat ini.

Sayyid Husain memiliki tujuh orang putra, sebagai berikut :

[1] Sayyid Ibrahim, diketahui memiliki tiga orang putra, antara lain :

1.1. Maulana Ishaq (Ayah Sunan Giri). Keturunannya mulai terdata.

1.2. Sayyid Fadhal Ali Al-Murtadha (Raden Santri). Keturunannya mulai terdata.

1.3. Sayyid Ahmad Rahmatullah (Sunan Ampel). Keturunannya mulai terdata.

[2] Sayyid Barakat, diketahui memiliki empat orang putra, antara lain :

2.1. Sayyid Abdurrahman Ar-Rumi. Belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.

2.2. Sayyid Ahmad Syah. Belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.

2.3. Maulana Malik Ibrahim. Belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.

2.4. Sayyid Abdul Ghafur, diketahui memiliki satu putera, yakni :

2.4.1. Sayyid Ibrahim. Diketahui memiliki dua putera, yakni :

2.4.1.1. Fathullah (Falatehan). Keturunannya mulai terdata.

2.4.1.2. Nyai Mas Gandasari (isteri Sunan Gunung Jati).

[3] Sayyid Ali Nurul Alam, memiliki dua orang putera, antara lain :

3.1. Sayyid Abdullah, memiliki dua orang putra antara lain:

3.1.1. Syarif Nurullah. Keturunannya mulai terdata.

3.1.2. Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Keturunannya mulai terdata.

3.2. Sayyid Utsman Haji (sunan Ngudung), menikah dengan cucu Sunan Ampel dan berputera Ja'far Ash-Shadiq (Sunan Kudus). Keturunannya mulai terdata.

3.3. Sayyid Haji Utsman (sunan Manyuran). Keturunannya mulai terdata.

[4] Sayyid Fadhal (Sunan Lembayung). Kami belum mendapatkan riwayat beliau dan belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.

[5] Sayyid Abdul Malik. Kami belum mendapatkan riwayat beliau dan belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.

[6] Pangeran Pebahar. Kami belum mendapatkan nama Arab dan riwayat beliau. Beliau adalah kakek dari Tuan Faqih Jalaluddin, Ulama Palembang pada masa Sultan Mahmud Badaruddin. Diketahui memiliki keturunan.

[7] Abdillah. Yang ketujuh belum kami dapatkan nama dan riwayatnya dan belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.


Adapun Sayyid Sulaiman Al-Baghdadi memiliki tiga orang putera dan seorang puteri yang semuanya berdakwah dan meninggal di Cirebon Jawa Barat, antara lain :

1. Syekh Datuk Kahfi. Diketahui memiliki keturunan.

2. Sayyid Abdurrahman (Pangeran Panjunan). Keturunannya mulai terdata.

3. Sayyid Aburrahim (Pangeran Kejaksan). Diketahui memiliki keturunan.

4. Syarifah Ratu Baghdad, menikah dengan Sunan Gunung Jati. (http://usrohabdulkarimbaabud.blogspot.com/2010/10/sejarah-sayyid-abdul-malik.html)

Azmatkhan atau Azmatkhan Al-Husaini adalah salah satu marga komunitas Hadramaut di Asia Tenggara. Nama Azmatkhan berasal dari penggabungan dua kata dalam bahasa Urdu Azmat yang berarti mulia, terhormat; dan Khan yang memiliki arti komandan, pemimpin, atau penguasa. Nama ini disandangkan kepada Sayyid Abdul Malik bin Alawi Ammul-Faqih setelah ia menjadi menantu bangsawan Nasirabad. Gelar “Khan” diberikan sebagaimana kepada keluarga bangsawan atau penguasa setempat lainnya.[1] Namun karena Sayyid Abdul Malik dari bangsa “syarif” (mulia) keturunan keturunan Al-Husain putra Fatimah binti Rasulillah SAW, maka mereka menambah kalimat “Azmat” sehingga menjadi “Azmatkhan”. Dengan huruf Arab, mereka menulis عظمت خان bukan عظمة خان, dengan huruf Latin mereka menulis “Azmatkhan”, bukan “Adhomatu Khon” atau “Adhimat Khon” seperti yang ditulis sebagian orang.

Riwayat

Sayyid Abdul Malik lahir di kota Qasam, sebuah kota di Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Ia juga dikenal dengan gelar “Al-Muhajir Ilallah”, karena beliau hijrah dari Hadhramaut ke Gujarat untuk berdakwah sebagaimana kakeknya, Sayyid Ahmad bin Isa, digelari seperti itu karena ia hijrah dari Iraq ke Hadhramaut untuk berda’wah. Menurut Sayyid Salim bin Abdullah Asy-Syathiri Al-Husaini (Ulama' asli Tarim, Hadramaut, Yaman), keluarga Azmatkhan yang merupakan leluhur Walisongo di nusantara adalah dari Qabilah Ba'Alawi atau Alawiyyin asal Hadramaut, Yaman, daro gelombang pertama yang masuk di nusantara dalam rangka penyebaran Islam.

Silsilah

Sayyid Abdul Malik bin Alawi (Ammul Faqih Muqaddam) bin Muhammd Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alawi bin Muhammad bin Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib dan Fatimah az-Zahra binti Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam

Keturunan

Di antara dari keturunan Sayyid Abdul Malik Azmatkhan yang tersebar di Nusantara ialah seperti yang dituliskan dibawah ini : Al-Muhajir Ilallah Al-Imam As-Sayyid As-Syarif Abdul Malik Azmatkhan, berputra : Al-Amir Al-Mu’azhzham As-Sayyid As-Syarif Abdullah, berputra : Al-Amir Al-Mu’azhzham As-Sayyid As-Syarif Ahmad Syah Jalaluddin, berputra : Ad-Da'i Ilallah As-Sayyid As-Syarif Maulana Jamaludiin Akbar, berputra : (diantaranya) Ibrahim Zainuddin Akbar, Ali Nuril Alam, Barakat Zainal Alam. dari sinilah yang kemudian menjadi cikal bakal ulama yang dikenal dengan Walisongo (http://id.wikipedia.org/wiki/Azmatkhan)

NASAB BELIAU Sayyid Abdul Malik bin Alawi (Ammil Faqih) bin Muhammd Shahib Marbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alawi Baitu Jubair bin Muhammad Maula Ash-Shouma’ah bin Alawi Al-Mubtakir bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-’Uraidhi bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib dan Fathimah az-Zahra’ binti Muhammad Rasuli-Llahi Shalla-Llahu Alaihhi wa-Sallam

TEMPAT DAN TAHUN KELAHIRANNYA Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan lahir di kota Qasam, sebuah kota di Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Beliau juga dikenal dengan gelar “Al-Muhajir Ilallah”, karena beliau hijrah dari Hadhramaut ke Gujarat untuk berda’wah sebagaimana kakek beliau, Al-Imam As-Sayyid Ahmad bin Isa, digelari seperti itu karena beliau hijrah dari Iraq ke Hadhramaut untuk berda’wah.

ORANGTUA AL-IMAM ABDUL MALIK AZMATKHAN Ayah dari Al-Imam Abdul Malik Azmatkhan adalah Al-Imam Alawi Ammul Faqih bin Muhammad lahir di Tarim. Beliau adalah seorang ulama besar, pemimpin kaum Arifin, hafal al-Qur’an, selalu menjaga lidahnya dari kata-kata yang tidak bermanfaat, dermawan, cinta kepada fakir miskin dan memuliakannya, banyak senyum. Imam Alwi bin Muhammad dididik oleh ayahnya dan belajar kepada beberapa ulama, di antaranya Syaikh Salim Bafadhal, Sayid Salim bin Basri, Syaikh Ali bin Ibrahim al-Khatib. Beliau wafat pada hari Senin bulan Zulqaidah tahun 613 hijriyah di Tarim dan dimakamkan di perkuburan Zanbal.

Al-Imam ‘Alawi Ammul Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath, memiliki empat orang anak, yaitu: 1. Abdullah (keturunannya terputus) 2. Ahmad (anaknya Fathimah ibu dari Ali dan Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam), 3. Abdul Malik Azmatkhan keturunannya menyebar di India dan di Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Asia tenggara yang dikenal dengan nama Azmatkhan (leluhur Wali Songo). 4. Abdurahman, keturunannya keluarga al-Bahasyim, al-Bin Semith, al-Bin Thahir, al-Ba’bud Maghfun, al-Bafaraj, al-Haddad, al-Basuroh, al-Bafaqih, al-Aidid, al-Baiti Auhaj.

ISTRI AL-IMAM ABDUL MALIK AZMATKHAN Istri dari Imam Abdul Malik Azmatkhan adalah Putri Raja Kesultanan Islam Nasarabad India Lama, yang bernama Ummu Abdillah.

ANAK-ANAK AL-IMAM ABDUL MALIK AZMATKHAN Imam Abdul Malik Azmatkhan memiliki 4 anak, 2 laki-laki, dan 2 Perempuan: 1. Sayyid Abdullah Azmatkhan (Leluhur Walisongo) 2. Sayyid Alwi Azmatkhan (Leluhur Azmatkhan India) 3. Syarifah Zainab Azmatkhan (nasabnya terputus) 4. Syarifah Fathimah Azmatkhan (nasabnya terputus)

GELAR – GELAR AL-IMAM AS-SAYYID ABDUL MALIK AZMATKHAN Menurut As-Sayyid Bahruddin Al-Husaini, menjelaskan bahwa gelar yang disandang oleh As-Sayyid Abdul Malik azmatkhan adalah: 1. Al-Malik Lil Muslimiin = Raja Bagi Kaum Muslimin 2. Al-Malik Min ‘Alawiyyiin = Raja dari Kalangan Keturunan Imam Ali bin Abi Thalib 3. Al-Khalifah Lil Mukminiin = Khalifah bagi Kaum mukmin 4. Al-Mursyid = Mursyid bagi beberapa tarekat 5. An-Naaqib = Pakar dalam Ilmu Nasab 6. Al-Muhaddits = Menghafal Ribuan Hadits 7. Al-Musnid = Memiliki sanad keilmuan dari berbagai ulama’ dan guru 8. Al-Qutub = Wali Qutub pada masanya 9. Al-Wali = Seorang Waliyullah 10. Abu Al-Muluuk = Ayah dan datuk bagi para Raja 11. Abu Al-Awliyaa’ = Ayah dan datuk bagi para Wali Songo 12. Abu Al-Mursyidiin = Ayah dan datuk bagi para Mursyid 13. Syaikhul Islam = Guru Besar Islam 14. Imamul Mujaahidiin = Imam Mujtahid 15. Al-Faqiihul Aqdam = Ahli Fiqih Yang paling utama 16. Al-Mujahid Fii Sabiilillah = Pejuang di Jalan Allah 17. Al-Hafiizhul Qur’an = Penghafal Qur’an 18. Shohibul Karomah = Raja dan Wali Allah yang memiliki Karomah 19. Amirul Mukminin= Pemimpin Pemerintahan Islam (Sumber Data: Kitab Ansabi Wali Songo, karya Sayyid Bahruddin)

NAMA FAM AZMATKHAN DALAM ILMU NASAB Nama Azmatkhan berasal dari penggabungan dua kata dalam bahasa Urdu. “Azmat” berarti; mulia, terhormat. Dan “Khan” memiliki arti setara seperti Komandan, Pemimpin, atau Penguasa. Nama ini disandangkan kepada Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik setelah beliau menjadi menantu bangsawan Nasarabad. Mereka bermaksud memberi beliau gelar “Khan” sebagai bangsawan sekaligus penguasa setempat sebagaimana keluarga yang lain. Hal ini persis dengan apa yang dialami Sayyid Ahmad Rahmatullah ketika diberi gelar “Raden Rahmat” setelah menjadi menantu bangsawan Majapahit. Namun karena Sayyid Abdul Malik dari bangsa “syarif” (mulia) keturunan keturunan Al-Husain putra Fathimah binti Rasulillah SAW, maka mereka menambah kalimat “Azmat” sehingga menjadi “Azmatkhan”. Dengan huruf arab, mereka menulis عظمت خان bukan عظمة خان, dengan huruf latin mereka menulis “Azmatkhan”, bukan “Adhomatu Khon” atau “Adhimat Khon” seperti yang ditulis sebagian orang.

KESAKSIAN PARA AHLI NASAB TENTANG FAM AZMATKHAN

KESAKSIAN PERTAMA

Menurut As-Sayyid Salim bin Abdullah Asy-Syathiri Al-Husaini (Ulama’ asli Tarim, Hadramaut, Yaman), berkata: “Keluarga Azmatkhan (Walisongo) adalah dari Qabilah Ba’Alawi asal hadhramaut Yaman gelombang pertama yang masuk di Nusantara dalam rangka penyebaran Islam (Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati keluarga Azmatkhan) Sesuai dengan namanya, yang berarti “Pemimpin dari keluarga Mulia” .

KESAKSIAN KEDUA

Menurut H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini dalam bukunya “Pembahasan Tuntas Perihal Khilafiyah”, dia berkata: “Sayyid Abdul Malik bin Alwi lahir di kota Qasam, sebuah kota di Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Ia meninggalkan Hadhramaut pergi ke India bersama jama’ah para Sayyid dari kaum Alawiyyin. Di India ia bermukim di Naserabad. Ia mempunyai beberapa orang anak lelaki dan perempuan, di antaranya ialah Sayyid Amir Khan Abdullah bin Sayyid Abdul Malik, lahir di kota Nashr Abad, ada juga yang mengatakan bahwa ia lahir di sebuah desa dekat Naserabad. Ia anak kedua dari Sayyid Abdul Malik Sejarah mencatat meratanya serbuan dan perampasan bangsa Mongol di belahan Asia. Diantara nama yang terkenal dari penguasa-penguasa Mongol adalah Khubilai Khan. Setelah Mongol menaklukkan banyak bangsa, maka muncullah Raja-raja yang diangkat atau diakui oleh Mongol dengan menggunakan nama belakang “Khan”, termasuk Raja Naserabad, India. Setelah Sayyid Abdul Malik menjadi menantu bangsawan Naserabad, mereka bermaksud memberi beliau gelar “Khan” agar dianggap sebagai bangsawan setempat sebagaimana keluarga yang lain. Hal ini persis dengan cerita Sayyid Ahmad Rahmatullah ketika diberi gelar “Raden Rahmat” setelah menjadi menantu bangsawan Majapahit. Namun karena Sayyid Abdul Malik dari bangsa “syarif” (mulia) keturunan Nabi, maka mereka menambah kalimat “Azmat” yang berarti mulia (dalam bahasa Urdu India) sehingga menjadi “Azmatkhan”. Dengan huruf arab, mereka menulis عظمت خان bukan عظمة خان, dengan huruf latin mereka menulis “Azmatkhan”, bukan “Adhomatu Khon” atau “Adhimat Khon” seperti yang ditulis sebagian orang. Sayyid Abdul Malik juga dikenal dengan gelar “Al-Muhajir Ilallah”, karena beliau hijrah dari Hadhramaut ke India untuk berda’wah, sebagaimana kakek beliau, Sayyid Ahmad bin Isa, digelari seperti itu karena beliau hijrah dari Iraq ke Hadhramaut untuk berda’wah Nama putra Sayyid Abdul Malik adalah “Abdullah”, penulisan “Amir Khan” sebelum “Abdullah” adalah penyebutan gelar yang kurang tepat, adapun yang benar adalah Al-Amir Abdullah Azmatkhan. Al-Amir adalah gelar untuk pejabat wilayah. Sedangkan Azmatkhan adalah marga beliau mengikuti gelar ayahanda. Sebagian orang ada yang menulis “Abdullah Khan”, mungkin ia hanya ingat Khan-nya saja, karena marga “Khan” (tanpa Azmat) memang sangat populer sebagai marga bangsawan di kalangan orang India dan Pakistan. Maka penulisan “Abdullah Khan” itu kurang tepat, karena “Khan” adalah marga bangsawan Pakistan asli, bukan marga beliau yang merupakan pecahan marga Ba’alawi atau Al-Alawi Al-Husaini. Ada yang berkata bahwa di India mereka juga menulis Al-Khan, namun yang tertulis dalam buku nasab Alawiyyin adalah Azmatkhan, bukan Al-Khan, sehingga penulisan Al-Khan akan menyulitkan pelacakan di buku nasab. Sayyid Abdullah Azmatkhan pernah menjabat sebagai Pejabat Diplomasi Kerajaan India, beliaupun memanfaatkan jabatan itu untuk menyebarkan Islam ke berbagai negeri. Sejarah mencatat bagaimana beliau bersaing dengan Marcopolo di daratan Cina, persaingan itu tidak lain adalah persaingan didalam memperkenalkan sebuah budaya. Sayyid Abdullah memperkenalkan budaya Islam dan Marcopolo memperkenalkan budaya Barat. Sampai saat ini, sejarah tertua yang kami dapat tentang penyebaran Islam di Cina adalah cerita Sayyid Abdullah ini. Maka bisa jadi beliau adalah penyebar Islam pertama di Cina, sebagaimana beberapa anggota Wali Songo yang masih cucu-cucu beliau adalah orang pertama yang berda’wah di tanah Jawa. Ia (Sayyid Abdullah) mempunyai anak lelaki bernama Amir Al-Mu’azhzham Syah Maulana Ahmad.” Nama beliau adalah Ahmad, adapun “Al-Amir Al-Mu’azhzham” adalah gelar berbahasa Arab untuk pejabat yang diagungkan, sedangkan “Syah” adalah gelar berbahasa Urdu untuk seorang Raja, bangsawan dan pemimpin, sementara “Maulana” adalah gelar yang dipakai oleh muslimin India untuk seorang Ulama besar.Sayyid Ahmad juga dikenal dengan gelar “Syah Jalaluddin”. Maulana Ahmad Syah Mu’azhzham adalah seorang besar, Ia diutus oleh Maharaja India ke Asadabad dan kepada Raja Sind untuk pertukaran informasi, kemudian selama kurun waktu tertentu ia diangkat sebagai wazir (menteri). Ia mempunyai banyak anak lelaki. Sebagian dari mereka pergi meninggalkan India, berangkat mengembara. Ada yang ke negeri Cina, Kamboja, Siam (Tailand) dan ada pula yang pergi ke negeri Anam dari Mongolia Dalam (Negeri Mongolia yang termasuk di dalam wilayah kekuasaan Cina). Mereka lari (?) meninggalkan India untuk menghindari kesewenang-wenangan dan kezhaliman Maharaja India pada waktu terjadi fitnah pada akhir abad ke-7 Hijriah. Di antara mereka itu yang pertama tiba di Kamboja ialah Sayyid Jamaluddin Al-Husain Amir Syahansyah bin Sayyid Ahmad. Ia pergi meninggalkan India tiga tahun setelah ayahnya wafat. Kepergiannya disertai oleh tiga orang saudaranya, yaitu Syarif Qamaruddin. Konon, dialah yang bergelar ‘Tajul-muluk’. Yang kedua ialah Sayyid Majiduddin dan yang ketiga ialah Sayyid Tsana’uddin.” Sayyid Jamaluddin Al-Husain oleh sebagian orang Jawa disebut Syekh Jumadil Kubro. Yang pasti nama beliau adalah Husain, sedangkan Jamaluddin adalah gelar atau nama tembahan, sehingga nama beliau juga ditulis “Husain Jamaluddin”. Adapun “Syahansyah” artinya adalah Raja Diraja. Namun kami yakin bahwa gelar Syahansah itu hanyalah pemberian orang yang beliau sendiri tidak tahu, karena Rasulullah SAW melarang pemberian gelar Syahan-syah pada selain Allah. Sayyid Husain juga memiliki saudara bernama Sulaiman, beliau medirikan sebuah kesultanan di Tailand. Beliau dikenal dengan sebutan Sultan Sulaiman Al-Baghdadi, barangkali beliau pernah tinggal lama di Baghdad. Nah, Sayyid Husain dan Sayyid Sulaiman inilah nenek moyang daripada keluarga Azmatkhan Indonesia, setidaknya yang kami temukan sampai saat ini.

KESAKSIAN KETIGA

Menurut Sayyid Ali bin Abu Bakar As-Sakran dalam Kitab Nasab yang bernama Al-Jawahir Al-Saniyyah, berkata: “Al-Azmatkhan adalah fam yang dinisbatkhan kepada Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin ‘Alawi ‘Ammil Faqih”.

KESAKSIAN KEEMPAT:

Menurut Ad-Dawudi dalam Kitab Umdatut Thalib berkta, “”Al-Azmatkhan adalah fam yang dinisbatkhan kepada Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin ‘Alawi ‘Ammil Faqih, dan keturunannya masih ada sampai sekarang ini melalui jalur Walisongo di Jawa”.

KESAKSIAN KELIMA:

Penelitian sayyid Zain bin abdullah alkaf yg dikutip dalam buku khidmatul ‘asyirah karangan Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf; MEMBENARKAN & MEM-VALID-KAN nasab jalur Azmatkhan.

KESAKSIAN KEENAM:

Penelitian Al-Alammah As-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Husain Al-Masyhur dalam Kitab Syamsud Zhahirah, yang memvalidkan nasab jalur Azmatkhan.

KESAKSIAN KETUJUH

Kesaksian dari Sayyid Ali bin Ja’far Assegaf Palembang.

Bermula silsilah wali songo ditemukan oleh sayid Ali bin Ja’far Assegaf pada seorang keturunan bangsawan Palembang. Dalam silsilah tersebut tercatat tuan Fakih Jalaluddin yang dimakamkan di Talang Sura pada tanggal 20 Jumadil Awal 1161 hijriyah, tinggal di istana kerajaan Sultan Muhammad Mansur mengajar ilmu ushuluddin dan alquran. Dalam silsilah tersebut tercatat nasab seorang Alawiyin bernama sayid Jamaluddin Husein bin Ahmad bin Abdullah bin Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad Shohib Mirbath, yang mempunyai tujuh anak laki. Di samping itu tercatat pula nasab keturunan raja-raja Palembang yang bergelar pangeran dan raden, nasab Muhammad Ainul Yaqin yang bergelar Sunan Giri.

KESAKSIAN KEDELAPAN:

Penelitian As-Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri dalam Kitab Al-Mu’jam Al-Lathif

Keluarga Azmatkhan sejauh ini tercatat memimpin banyak Kesultanan atau Kerajaan di Asia Tenggara. Diantaranya :

1. Kesultanan Nasirabad – India 2. Kesultanan Adipati Bagelen 3. Kesultanan Adipati Bangkalan – Madura (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 4. Kesultanan Adipati Gerbang Hilir 5. Kesultanan Adipati Jayakarta 6. Kesultanan Adipati Manonjaya (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 7. Kesultanan Adipati Pajang 8. Kesultanan Adipati Pakuan (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 9. Kesultanan Adipati Sukapura (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 10. Kesultanan Adipati Sumenep (Sebagian dari Raja-Raja Sumenep adalah Keturunan Azmatkhan dari Jalur Fadhal Ali Al-Murthadha) 11. Kesultanan Adipati Tasikmalaya (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 12. Kesultanan Ampel Denta – Surabaya 13. Kesultanan Banten 14. Kesultanan Campa (Kamboja) 15. Kesultanan Cirebon Larang / Carbon Larang 16. Kesultanan Demak Bintoro (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 17. Kesultanan Giri Kedaton 18. Kesultanan Kacirebonan – Cirebon 19. Kesultanan Kanoman – Cirebon 20. Kesultanan Kasepuhan – Cirebon 21. Kesultanan Kedah – Malaysia (Ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 22. Kesultanan Kelantan – Malaysia 23. Kesultanan Mangkunegaran (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 24. Kesultanan Mataram Islam (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 25. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 26. Kasunanan Surakarta Hadiningrat (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 27. Kesultanan Pakualaman 28. Kesultanan Palembang Darusalam 29. Kesultanan Patani – Thailand 30. Kesultanan Sumedang Larang / Sunda Larang 31. Kesultanan Surabaya (Kelanjutan Kesultanan Ampel Denta) 32. Kesultanan Ternate 33. Keratuan Darah Putih, Lampung 34. Kerajaan Islam Tawang Alun Macan Putih, Banyuwangi 35.

DAFTAR KEPUSTAKAAN (BUKU-BUKU YANG MENJELASKAN) TENTANG AZMATKHAN :

1. Sayyid Ahmad bin Anbah,Umdatuth Thaalib Fii Ansaabi Aali Abi Thaalib 2. Sayyid Aki As-Samhudiy, Jawaahir Al-Aqdaini Fii Ansaabi Abnaai As-Sibthaini 3. Sayyid Abu Thalib Taqiyyuddin An-Naqiibi, Ghaayatu Al-Ikhtishoori Fii Al-buyuutaati Al-’Alawiyyati Al-Mahfuzhati Min Al-Ghayyaari. 4. As-Sayyid Al-Muhaddits Husain bin Abdurrahman Al-Ahdali, Tuhfatuz Zaman Fii Taariikhi Saadaatil Yamani 5. As-Sayyid Abu Fadhal Muhammad Al-Kazhimi Al-Husaini, An-Nafkhah Al-Anbariyyah Fii Ansaabi Khairil Bariyyah 6. As-Sayyid Dhoomin bin Syadqam, Tuhfatul Azhaari Fii Ansaabi Aal An-Nabiyyi Al-Mukhtaari 7. As-Sayyid Ahmad bin Hasan Al-Attas, Uquud Al-Almaas 8. Sayyid Jamaluddin Abdullah Al-Jurjaani Al-Husaini, Musyajjarah Al-Mutadhammin Ansaabi Ahlilbaiti Ath-Thaahiri 9. As-Sayyid Al-Imam Muhammad bin Ahmad bin ‘Amiiduddin Al-Husaini An-Najafiy, Kitab Bahrul Ansaabi 10. As-Sayyid Murtadha Az-Zabiidi, Al-Musyajjir Al-Kasysyaaf Li Ushuulis Saadah Al-Asyraaf 11. As-Sayyid Husain bin Muhammad Ar-Rifaa’i Al-Mishri, Bahrul Ansaabil Muhiith 12. As-Sayyid ‘Ali bin Abi Bakar asy-Syakran, Al-Jawaahir As-Saniyyah Fii Ansaabi Al-Husainiyyah 13. As-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur Al-Husaini Al-Hadrami, Kitab Syamsuzh Zhahiirah 14. As-Sayyid Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff, Khidmah Al-’Asyiirah Bi Tartiibi wa Talkhiishi Wa Tadzliili Syamsizh Zhahiirah 15. As-Sayyid Dhiyaa’u Syihaab, Ta’liiqaat Mabsuuthah Wa Mufashsholah ‘Alaa Syamsizh Zhahiirah 16. As-Sayyid Umar bin Alawi Al-Kaff, Al-Faraayid Al-Jauhariyyah Fii Tarraajumi Asy-Syaharah Al-’Alawiyyah 17. As-Sayyid Umar bin Abdurrahman bin Shihabuddin, Syajaratul Alawiyyah 18. As-Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri, Kitab Al-Mu’jam Al-Lathif 19. As-Sayyid Bahruddin Ba’alawi Al-Husaini, Ansaabi Wali Songo, 20. As-Sayyid Abi Al-Mu’ammar Yahya bin Muhammad bin Al-Qasim Ba’alawi Al-Husaini, Kitab Abnaaul Imam Fii Mishra Was Syaami Al-Hasani Wal Husaini, 21. As-Sayyid Al-Qalqasandiy Al-Hasani, Nihaayatul Urabi Fi Ma’rifati Al-Ansaabi Al-’Arabi, 22. Al-Imam Abi Sa’di Abdil Karim bin Muhammad bin Mansur At-Tamimiy As-Sam’aaniy, Kitab Al-ansaab 23. Al-Imam Ahmad bin Yahya bin Jabir Al-Balaadiri,Kitabu Al-Jumali Min Ansaabil Asyraaf http://majeliswalisongo.wordpress.com/ Foto Kota Hadramaut, tempat kelahiran Sayyid Abdul Malik (http://brigadeers.blogspot.com/2009/06/hadramaut-surganya-para-allawiyin-yang.html)

[sunting]Sumber-sumber

  1.  http://usrohabdulkarimbaabud.blogspot.com/2010/10/sejarah-sayyid-abdul-malik.html -
  2.  http://id.wikipedia.org/wiki/Azmatkhan -
  3.  http://majeliswalisongo.wordpress.com/ -
  4.  http://brigadeers.blogspot.com/2009/06/hadramaut-surganya-para-allawiyin-yang.html -
  5.  Naqobatul Asyrof al-Kubro, Generasi ke-17 [1] -
  6.  http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Shahib_Mirbath -

Dari kakek nenek sampai cucu-cucu

Kakek-nenek
  1. Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Kholi Qosam
wafat: 551 ? 556, Marbath, Oman
Kakek-nenek
Orang Tua
 4. Adullah bin Ali
lahir: Tidak Berputra
 2. Ahmad bin Ali
lahir: Tidak Berputra
 3. Ali bin Muhammad / al-A'dham al-Faqih al-Muqaddam
lahir: http://freepages.family.rootsweb.ancestry.com/~naqobatulasyrof/main/des/d17.htm#g17
wafat: 590, In Tarim, Yemen
Orang Tua
 
== 3 ==
  1. Sayyid Abdul Malik al-Muhajjir al-Azmatkhan Ba'alawi al-Husaini
lahir: 574, Qosam, Hadramaut
wafat: 653, Nasarabad, India
== 3 ==
Anak-anak
  1. Al-Amir Abdullah al-Azmatkhan
lahir: 636c
wafat: 696, Nasarabad, India
 2. Sayyid Alwi Azmatkhan
lahir: Keturunannya di India
 3. Syarifah Zainab Azmatkhan
lahir: Nasabnya Terputus
 4. Syarifah Fathimah Azmatkhan
lahir: Nasabnya Terputus
Anak-anak
Cucu-cucu
Cucu-cucu

  • IKAZHI. 
  • Kami menerima pendataan umum, baik dari garis laki-laki maupun garis perempuan, karena IKAZHI adalah sarana untuk silaturrahim. Namun demikian, untuk menggunakan nama belakang “Azmatkhan”, kami hanya mengesahkan yang bergaris laki-laki. Bagi yang bergaris perempuan, apabila mau menggunakan nama belakang “Azmatkhan” hendaknya ditambah dengan kalimat “Khu’ulah” dan dalam penulisan boleh disingkat saja dengan “Kh.”. Contoh: Muhammad bin Ahmad Azmatkhan Kh. Hal ini hendaknya diperhatikan agar tidak mengacau istilah pernasaban Arab. Untuk mendaftar dan memberi informasi, Anda dapat menghubungi kami di: • Alamat surat menyurat : 
  • Jl. Bahagia No. 54/2 Cirebon Jawa Barat.
  •  • Konfirmasi Langsung: • Kantor Kenazhiran Masjid Kesultanan Banten (KH. Fathul Azhim Khatib Azmatkhan).
  •  • Keraton Kanoman, Cirebon (Pangeran Patih Kodiran) •
  •  Keraton Kacirebonan, Cirebon (Pangeran Raja Ruslan) 
  • • Pesantren Zainul Hasan, Genggong Probolinggo Jawa Timur (KH. Saiful Islam Azmatkhan). 
  • • Pesantren Tengginah, Tattangoh Pamekasan Madura (KH. Ahmad Ridho bin Shonhaji Azmatkhan). 
  • • Yayasan Makam Saichona Cholil, Bangkalan Madura (KH. Fuad bin Amin Azmatkhan). 
  • • Pesantren Al-Azhar An-Nur I, Bululawang Malang Jawa Timur (KH. Mas’udi Busyiri Azmatkhan, Lc, MA) • Pesantren Terpadu Sabilul Huda, Batu Jawa Timur (KH. Dr. Burhanul Arifin Azmatkhan) •
  •  Telp. atau SMS : 08883370788 dan 081322978350
  •  • E-mail : azmatkhan_indo@yahoo.com • Web site: www.azmatkhanalhusaini.com
Wallalhuaalam Bisawab..

SEARCH THIS BLOG

ISI MATERI ISLAMI

BULAN GERHANA

Tempat Tinggal Kita Bumi Bumi merupakan planet ketiga terdekat dari Matahari, dan sejauh yang diketahui sebagai satu-satunya yang dihuni mak...

DAFTAR MATERI ISLAMI AL MAHDI