Kamis, 24 Maret 2022

"YA ALLAH JADIKAN AKU BAGIAN DARINYA"


Nasab/Silsilah "AZMAT KHAN AL-HUSAINI"

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Sejarah mencatat meratanya serbuan dan perampasan bangsa Mongol di belahan Asia. Diantara nama yang terkenal dari penguasa-penguasa Mongol adalah Khubilai Khan. Setelah Mongol menaklukkan banyak bangsa, maka muncullah Raja-raja yang diangkat atau diakui oleh Mongol dengan menggunakan nama belakang “Khan”, termasuk Raja Naserabad, India.

Setelah Sayyid Abdul Malik menjadi menantu bangsawan Naserabad, mereka bermaksud memberi beliau gelar “Khan” agar dianggap sebagai bangsawan setempat sebagaimana keluarga yang lain. Hal ini persis dengan cerita Sayyid Ahmad Rahmatullah ketika diberi gelar “Raden Rahmat” setelah menjadi menantu bangsawan Majapahit.
Namun karena Sayyid Abdul Malik dari bangsa “syarif” (mulia) keturunan Nabi, maka mereka menambah kalimat “Azmat” yang berarti mulia (dalam bahasa Urdu India) sehingga menjadi “Azmatkhan”. Dengan huruf arab, mereka menulis عظمت خان bukan عظمة خان, dengan huruf latin mereka menulis “Azmatkhan”, bukan “Adhomatu Khon” atau “Adhimat Khon” seperti yang ditulis sebagian orang.

Adapun nasab Sayyid Abdul Malik adalah sebagai berikut:
Abdul Malik bin Alawi (Ammil Faqih) bin Muhammd Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasa bin Alawi bin Muhammad bin Alawi (Asal usul marga Ba’alawi atau Al-Alawi) bin Abdullah / Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir Ilallah bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-‘Uraidhi bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib dan Fathimah binti Rasulillah SAW.

Sayyid Abdul Malik juga dikenal dengan gelar “Al-Muhajir Ilallah”, karena beliau hijrah dari Hadhramaut ke India untuk berda’wah, sebagaimana kakek beliau, Sayyid Ahmad bin Isa, digelari seperti itu karena beliau hijrah dari Iraq ke Hadhramaut untuk berdakwah. Berkatalah H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini dalam bukunya “Pembahasan Tuntas Perihal Khilafiyah”.
“Sayyid Abdul Malik Bin Alwi lahir di Kota Qasam, sebuah kota di Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Beliau meninggalkan Hadhramaut pergi ke India bersama jama’ah para Sayyid dari kaum Alawiyyin. Di India, beliau bermukim di Kota Nashr Abad. Beliau mempunyai beberapa orang anak laki-laki dan perempuan, di antaranya ialah Sayyid Amir Khan abdullah bin Sayyid Abdul Malik, yang lahir di Kota Nashr Abad, ada juga yang mengatakan bahwa beliau lahir di sebuah desa di dekat Kota Nashr Abad. Beliau adalah putra kedua dari Sayyid Abdul Malik”.
Nama putra Sayyid abdul Malik adalah “Abdullah”, penulisan “Amir Khan” sebelum “Abdullah” adalah penyebutan gelar yang kurang tepat, adapun yang benar adalah Al-Amir Abdullah Azmat Khan. Al-Amir adalah gelar utuk pejabat wilayah. Sedangkan, Azmat Khan adalah marga beliau mengikuti gelar Ayahanda.
Sebagian orang ada yang menulis “Abdullah Khan”, mungkin ia hanya ingat “Khan” nya saja, karena marga “khan” (tanpa Azmat) memang populer sebagai marga bangsawan di kalangan orang India dan Pakistan. Maka penulisan “Abdullah Khan” itu kurang tepat, karena “Khan” adalah marga bangsawan Pakistan asli, bukan marga beliau yang merupakan pecahan dari marga Ba’alawi, atau Al-Alawi Al-Husaini.
Ada yang berkata bahwa di India, mereka juga menulis Al-Khan, namun yang tertulis dalam buku nasab Alawiyyin adalah Azmat Khan, bukan Al-Khan, sehingga penulisan Al-Khan akan menyulitkan pelacakan di buku nasab.

Sayyid Abdullah Azmat Khan pernah menjabat sebagai Pejabat Diplomasi Kerajaan India, beliau pun memanfaatkan jabatan itu untuk menyebarkan Islam ke berbagai negeri. Sejarah mencatat bagaimana beliau bersaing dengan Marcopolo di daratan Cina, persaingan itu tidak lain adalah persaingan di dalam memperkenalkan sebuah budaya.
Sayyid Abdullah memperkenalkan budaya Islam dan Marcopolo memperkenalkan budaya barat. Sampai saat ini, sejarah tertua yang kami dapat tentang penyebaran Islam di Cina adalah cerita Sayyid Abdullah ini. maka, bisa jadi beliau adalah penyebar Islam pertama di Cina, sebagaimana beberapa anggota Wali Songo yang masih cucu-cucu beliau adalah orang pertama yang berda’wah di tanah Jawa.
H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini melanjutkan:
“Ia (Sayyid Abdullah) mempunyai anak lelaki bernama Amir Al-Mu’azhzham Syah Maulana Ahmad”.

Nama beliau adalah Ahmad, adapun “Al-Amir Al-Mu’azhzham” adalah gelar berbahasa Arab untuk pejabat yang di agungkan, sedangkan “Syah” adalah gelar berbahasa Urdu untuk seorang raja, bangsawan dan pemimpin, sementara “Maulana” adalah gelar yang dipakai oleh muslimin India untuk seorang Ulama Besar. Sayyid Ahmad juga dikenal dengan gelar “Syah Jalaluddin”.

H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini melanjutkan:
“Maulana Ahmad Syah Mu’azhzham adalah seorang besar, Ia di utus oleh Maharaja India ke Asadabad dan kepada Raja Sind untuk pertukaran informasi, kemudian selama kurun waktu tertentu ia di angkat sebagai Wazir (Menteri). Ia mempunyai banyak anak lelaki. Sebagian dari mereka pergi meninggalkan India, berangkat mengembara. Ada yang ke negeri Cina, kamboja, Siam (Thailand) dan ada pula yang pergi ke negeri Anam dari Mongolia Dalam (Negeri Mongolia yang termasuk di dalam wilayah kekuasaan Cina). Mereka lari (?) meninggalkan India untuk menghindari kesewenang-wenangan dan kezhaliman Maharaja India pada waktu terjadi fitnah pada akhir abad ke-7 Hijriah.

Di antara mereka itu yang pertama tiba di Kamboja ialah Sayyid Jamaluddin Al-Husain Amir Syahansyah bin Sayyid Ahmad. Ia pergi meninggalkan India tiga tahun setelah ayahnya wafat. Kepergiannya di sertai oleh tiga orang saudaranya, yaitu Syarif Qamaruddin. Konon, dialah yang bergelar “Tajul-Muluk”. Yang kedua ialah Sayyid Majiduddin dan yang ketiga ialah Sayyid Tsana’uddin.”
Sayyid Jamaluddin Al-Husain oleh sebagian orang Jawa di sebut Syekh Jumadil Kubro. Yang pasti nama beliau adalah Husain, sedangkan Jamaluddin adalah gelar atau nama tambahan, sehingga nama beliau juga di tulis “Husain Jamaluddin”. Adapun “Syahan Syah”, artinya adalah Raja Diraja. Namun kami yakin bahwa gelar Syahan Syah itu hanyalah pemberian orang yang beliau sendiri tidak tahu, karena Rasulullah SAW melarang pemberian Syahan Syah pada selain Allah.
Sayyid Husain juga memiliki saudara bernama Sulaiman, beliau mendirikan sebuah Kesultanan di Thailand. Beliau di kenal dengan sebutan Sultan Sulaiman Al-Baghdadi, barangkali beliau pernah tinggal di lama di Baghdad. Nah, Sayyid Husain dan Sayyid Sulaiman inilah nenek motyang daripada keluarga Azmat Khan Indonesia, setidaknya yang kami temukan sampai saat ini.
Sayyid Husain memiliki tujuh orang putra, sebagai berikut :
1.   Sayyid Ibrahim, diketahui memiliki tiga orang putra, antara lain :
a)   Maulana Ishaq (Ayah Sunan Giri). Keturunannya mulai terdata.
b)   Sayyid Fadhal Ali Al-Murtadha (Raden Santri). Keturunannya mulai terdata.
c)   Sayyid Ahmad Rahmatullah (Sunan Ampel). Keturunannya mulai terdata.
2.   Sayyid Barakat, diketahui memiliki empat orang putra, antara lain :
a)   Sayyid Abdurrahman Ar-Rumi. Belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.
b)   Sayyid Ahmad Syah. Belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.
c)   Maulana Malik Ibrahim. Belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.
d)   Sayyid Abdul Ghafur, diketahui memiliki satu putera, yakni :
1.   Sayyid Ibrahim. Diketahui memiliki dua putera, yakni :
a)   Fathullah (Falatehan). Keturunannya mulai terdata.
b)   Nyai Mas Gandasari (isteri Sunan Gunung Jati).
3.   Sayyid Ali Nurul Alam, memiliki dua orang putera, antara lain :
1.   Sayyid Abdullah, memiliki dua orang putra antara lain:
a)   Syarif Nurullah. Keturunannya mulai terdata.
b)   Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Keturunannya mulai terdata.
2.   Sayyid Utsman Haji (sunan Ngudung), menikah dengan cucu Sunan Ampel dan berputera Ja’far Ash-Shadiq (Sunan Kudus). Keturunannya mulai terdata.
3.   Sayyid Haji Utsman (sunan Manyuran). Keturunannya mulai terdata.
4.   Sayyid Fadhal (Sunan Lembayung). Kami belum mendapatkan riwayat beliau dan belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.
5.   Sayyid Abdul Malik. Kami belum mendapatkan riwayat beliau dan belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.
6.   Pangeran Pebahar. Kami belum mendapatkan nama Arab dan riwayat beliau. Beliau adalah kakek dari Tuan Faqih Jalaluddin, Ulama Palembang pada masa Sultan Mahmud Badaruddin. Diketahui memiliki keturunan.
7.   Abdillah. Yang ketujuh belum kami dapatkan nama dan riwayatnya dan belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.
Adapun Sayyid Sulaiman Al-Baghdadi memiliki tiga orang putera dan seorang puteri yang semuanya berdakwah dan meninggal di Cirebon Jawa Barat, antara lain :
a)   Syekh Datuk Kahfi. Diketahui memiliki keturunan.
b)   Sayyid Abdurrahman (Pangeran Panjunan). Keturunannya mulai terdata.
c)   Sayyid Aburrahim (Pangeran Kejaksan). Diketahui memiliki keturunan.
d)   Syarifah Ratu Baghdad, menikah dengan Sunan Gunung Jati.

Asal Usul Keluarga
Ketika Al-Qasim, putra Rasulullah SAW, wafat dalam usia masih kecil, terdengarlah berita duka itu oleh beberapa tokoh musyrikin, diantara mereka adalah Abu Lahab dan ‘Ash bin Wa’il. Mereka kegirangan dengan berita itu, mereka mengejek Rasulullah SAW dengan mengatakan bahwa beliau tidak lagi memiliki anak laki-laki yang dapat melanjutkan generasi keluarga beliau, sementara orang Arab pada masa itu merasa bangga bila memiliki anak laki-laki untuk melanjutkan garis keturunan mereka. Untuk menjawab ejekan Abu Lahab dan ‘Ash bin Wa’il itu, Allah menurunkan surat Al-Kautsar yang ayat pertamanya berbunyi:

Sesungguhnya Kami memberimu karunia yang agung.
Al-Kautsar artinya karunia yang agung, dan karunia yang dimaksud dalam ayat itu adalah bahwa Allah akan memberi banyak keturunan pada Rasulullah SAW melalui putri beliau, Fatimah Az-Zahra’. Sementara Abu lahab dan ‘Ash bin Wa’il dinyatakan oleh ayat terakhir surat Al-Kautsar, bahwa justru merekalah yang tidak akan memiliki keturunan, yaitu ayat..
“Sesungguhnya orang yang mengejekmu itulah yang tidak sempurna (putus keturunan).”

Benarlah apa yang difirmankan oleh Allah, sampai kini keturunan Rasulullah SAW, melalui Al-Hasan dan Al-Husain putra Fatimah Az-Zahra’, benar-benar memenuhi belahan bumi, baik mereka yang dikenal sebagai cucu Rasulullah oleh masyarakat, maupun yang tidak.
Sekedar gambaran, IKAZHI memiliki banyak data tentang silsilah Ulama-ulama Pesantren yang dikenal sebagai “Kiai” Indonesia, khususnya Jawa (termasuk Madura), dimana kebanyakan dari mereka memiliki garis nasab pada Rasulullah SAW, seperti Kiai-kiai keturunan keluarga Azmatkhan, Basyaiban dan sebagainya. Kemudian, di berbagai daerah, kaum santri sangat didominan oleh keluarga-keluarga yang bernasab sama dengan Kiai-kiai itu, bedanya hanya karena beberapa generasi sebelum mereka tidak berprestasi seperti leluhur “keluarga Kiai”, sehingga setelah selisih beberapa generasi, merekapun tidak dikenal sebagai “keluarga Kiai”, tapi hanya sebagai “keluarga santri”.
Di Madura ada semacam “pepatah” yang mengatakan bahwa kalau ada santri yang sampai bisa membaca “kitab kuning” maka pasti dia punya nasab pada “Bhujuk”. Bhujuk adalah julukan buat Ulama-ulama zaman dulu yang membabat alas dan berda’wah di Madura. Semua Bhujuk Madura memiliki nasab pada Rasulullah SAW. Kebanyakan mereka keturunan Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kudus. “Pepatah” itu memang hanya dibicarakan di kalangan “orang awam”, namun kenyataan memang sangat mendukung, karena hampir semua masyarakat santri di Madura adalah keturunan “Bhujuk”, sehingga tidak mustahil apabila di Madura orang yang memiliki “darah Rasulullah” lebih banyak daripada yang tidak. Kami banyak mendapati perkampungan yang mayoritas penduduknya masih satu rumpun dari keturunan seorang Bhujuk yang bernasab pada semisal Sunan Ampel dan sebagainya.

Mungkin hal itu akan menimbulkan pertanyaan “mengapa bisa demikian?”. Maka jawabannya adalah bahwa keluarga Bhujuk dan Kiai Madura dari zaman dulu memiliki anak lebih banyak daripada orang biasa, apalagi hampir semua mereka dari zaman dulu -bahkan banyak juga yang sampai sekarang- memiliki istri lebih dari satu, maka tentu saja setelah puluhan generasi maka keturunan Bhujuk-bhujuk itu lebih mendominan pulau Madura.

Kalau ada yang berkata bahwa tidak semua Kiai keturunan “Sunan” itu bergaris laki-laki, bahkan kebanyakan mereka (?) adalah keturunan “Sunan” dari perempuan, maka pertanyaan itu justru dijawab dengan pertanyaan “kenapa kalau bergaris perempuan?”. Islam dan “budaya berpendidikan” telah “sepakat” untuk membenarkan “status keturunan” dari garis perempuan. Paham “garis perempuan putus nasab” berakibat pada penolakan terhadap keturunan Rasulullah sebagai Ahlul-bayt. Ada orang awam yang berkata bahwa Rasulullah SAW tidak memiliki keturunan dari anak laki-laki, Hasan-Husain adalah putra Fathimah yang berarti putus nasab dari Rasulullah SAW. Paham ini sebenarnya adalah warisan bangsa Arab jahiliyah yang pernah diabadikan dalam syair mereka:

“Anak-anak kami adalah keturunan
dari anak-anak laki-laki kami.
Adapun anak-anak perempuan kami,
keturunan mereka adalah anak-anak orang lain.”

Cucu dari anak perempuan itu hanya keluar dari deretan daftar ahli waris, dalam istilah ilmu “Fara’idh” disebut “mahjub” (terhalang untuk mendapat warisan). Namun dalam deretan “dzurriyyah” (keturunan), cucu dari anak perempuan tidak beda dengan cucu dari anak laki-laki; mereka sama-sama cucu yang akan dipanggil “anakku” oleh kakek yang sama. Apabila kakek mereka adalah orang shaleh maka mereka sama-sama masuk dalam daftar keturunan yang akan mendapat berkah dan syafa’at leluhurnya, sebagaimana firman Allah:
“Dan orang-orang yang beriman dan anak-cucu mereka mengikuti mereka dengan beriman, maka Kami gabungkan anak cucu mereka itu dengan mereka .. “ (Q.S. Ath-Thur : 21)
Jadi, madzhab mayoritas para Kiai adalah bahwa cucu dari garis perempuan dan dari garis laki-laki itu sama-sama cucu, kalau kakek mereka ulama shaleh maka -insyaallah- mereka sama-sama akan mendapat berkah. Termasuk anak cucu Rasulullah SAW, baik yang garis silsilahnya laki-laki semua hingga ke Fathimah binti Rasulillah SAW, maupun yang melalui garis perempuan.
Madzhab ini telah lama dianut oleh Kiai-kiai keturunan Walisongo, terbukti dengan banyaknya kiai-kiai yang menulis nasab mereka yang bersambung pada Walisongo melalui garis perempuan. Terbukti pula dengan yang dikenal oleh Kiai-kiai bahwa Syekh Kholil adalah cucu Sunan Gunung Jati, padahal nasab Syekh Kholil pada Sunan Gunung Jati melalui garis perempuan, sedangkan dari garis laki-laki bernasab pada Sunan Kudus.
Kembali ke bab kita, bahwa di Madura banyak terdapat keluarga-keluarga yang memiliki nasab pada Rasulullah, maka seperti di Madura, begitu pula yang terjadi di berbagai wilayah masyarakat Pesantren lainnya di Jawa. Maka bayangkan saja, betapa keturunan Rasulullah SAW telah memenuhi pulau Jawa, belum lagi di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain. Ditambah dengan “jamaah habaib” yang memang sudah dikenal dengan “status menonjol” sebagai keturunan Rasulullah SAW.
Ini yang terjadi di Indonesia, dan demikian pula di negeri-negeri non Arab yang lain, seperti Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand, Filipina, India, Pakistan, Afrika dan sebagainya. Banyak dari mereka yang sudah membaur dengan penduduk setempat sehingga mereka tidak lagi dikenal sebagai “Habib”, “Sayyid” atau julukan-julukan lainnya. Dalam kitabnya, “’Allimu Auladakum Mahabbata Aalin Nabi”, Syekh Muhammad Abduh Yamani mengatakan bahwa di Afrika banyak terdapat orang-orang kulit hitam yang ternayata memegang sisilsilah pada Rasulullah. Hal itu dikarenakan leluhur mereka berbaur dengan orang kulit hitam, bergaul dan menikah dalam rangka menjalin hubungan sebagai jembatan da’wah. Kenyataan ini menyimpulkan bahwa masih banyak keturunan Rasulullah SAW yang tidak terdata dan tidak dikenal. Itu adalah gambaran jumlah keturunan Rasulullah SAW yang keluar dari tanah Arab dan tidak lagi dikenal sebagai orang Arab. Jumlah yang amat besar ditambah dengan jumlah keturunan Rasulullah SAW yang di Arab.

Maka kenyataan ini membenarkan apa yang dinyatakan oleh Allah SWT dalam surat Al-Kautsar, bahwa Rasulullah SAW akan diberi karunia agung dengan memiliki keturunan yang amat banyak. Sehingga kalau saja beliau dan orang-orang sezaman beliau masih hidup saat ini, maka beliau akan memiliki keluarga terbesar yang tak tertandingi oleh yang lain. Bisa jadi, bila kita mengumpulkan semua keturunan Rasulullah SAW sejak zaman beliau hingga kini, kemudian kita mengumpulkan seratus orang dari sahabat-sahabat beliau beserta keturunan mereka hingga kini, maka jumlah keturunan beliau akan mengalahkan keturunan seratus orang sahabat beliau.
Antara Robithoh Azmatkhan Dan Robithoh Alawiyah

Robithoh Alawiyah adalah ikatan keluarga Ahlul-bayt keturunan Al-Hasan dan Al-Husain putra Ali bin Abi Thalib dan Fathimah binti Rasulillah SAW. Robithoh Alawiyah sudah ada sejak masa khilafah Abbasiah, saat itu dikenal dengan istilah “Niqobah” dan penanggung-jawabnya disebut “Naqib”. Sayyid Isa (ayah Sayyid Ahmad Al-Muhajir) dan ayah beliau (Sayyid Muhammad bin Ali Al-‘Uradhi) termasuk yang bertanggung jawab atas Niqobah, makanya masing-masing mereka dijuluki An-Naqib.
Awalnyanya Robithoh Alawiyah merupakan lembaga resmi dibawah manajemen pemerintah karena berkaitan dengan masalah kuhumusul-khumus. Kini Robithoh Alawiyah telah menjadi ikatan keluarga yang mandiri dan lebih banyak bergerak dalam bidang koordinasi antar keluarga Alawiyyin. Di tiap negara dimana disitu terdapat Alawiyyin, disitu dibentuk perkumpulan Alawiyyin untuk menjalin silaturrahim, termasuk di Indonesia yang berpusat di Jakarta.

Sebagian orang menganggap bahwa sebagian perkumpulan Alawiyin ada yang saling tidak mengakui keabsahan nasab kelompok lain, baik antar kelompok dalam satu negara maupun lain negara. Maka perlu dipahami bahwa yang terjadi sebenarnya bukan tidak mengakui, melainkan tidak mengenal sehingga tidak bisa mengomentari. Hal ini sangatlah wajar, karena Alawiyyin berpencar ke penjuru dunia sejak belasan abad yang lalu.

Kalaupun memang benar ada kelompok yang menolak kelompok lain, seperti yang terjadi pada sebagian kelompok Alawiyyin Yordania yang tidak mengakui keabsahan nasab keluarga Ba’lawi (Hadhramaut), maka hal ini hanyalah suatu ketidakdewasaan yang terjadi pada sebuah kelompok kecil dan bukan mewakili cara berfikir ahlul-bayt pada umumnya. Apalagi masalah pengakuan nasab itu sudah dibahas oleh ulama fiqih dengan gamblang, bahwa ada aturan didalam mengaku dan menolak sebuah nasab.

Berkaitan dengan Robithoh Alawiyah, Robithoh Azmatkhan tidak termasuk dalam manajemen Robitoh Alawiyah, melainkan hanya membantu Robithoh Alawiyah didalam pendataan, karena sebenarnya pendataan keluarga Azmatkhan juga tugas Robithoh Alawiyah.
Dan didalam pendataan dan pengesahan nasab, Robithoh Azmatkhan memiliki standar yang berbeda dengan Robithoh Alawiyah, standar Robithoh Azmatkhan memiliki tiga istilah tingkatan.
1.   Shahih : Silsilah garis laki-laki yang cukup untuk memenuhi standar Robithoh Alawiyah. Yaitu silsilah para Sultan yang diakui sejarah, silsilah keluarga yang dikenal keluarga kesultanan dan silsilah keluarga yang tertulis rapi secara turun temurun tanpa adanya riwayat berbeda. Robithoh Azmatkhan mengesahkan pemilik “Silsilah Shahih” untuk menggunakan nama belakang “Azmatkhan” dan dapat merekomendasikannya kepada Robithoh Alawiyah.
2.   Hasan : Silsilah garis laki-laki yang tertulis rapi secara turun temurun, tapi ada beberapa riwayat berbeda yang tidak keluar dari jalur Azmatkhan. Robithoh Azmatkhan mengesahkan pemilik “Silsilah Hasan” untuk menggunakan nama belakang “Azmatkhan”, namun tidak dapat merekomendasikannya kepada “Robithoh Alawiyah” sampai mendapatakan argumen yang mengukuhkan salah satu riwayat.
3.   Khu’ulah : Silsilah garis perempuan. Dalam standar keabsahan silsilah, khu’ulah sama dengan “Shahih” dan “Hasan”, tergantung jenis riwayatnya. Bedanya, pemililik “Silsilah Khu’ulah” diharuskan mencantumkan kalimat “khu’ulah” apabila mau menggunakan nama belakang “Azmatkhan” dan dalam penulisan cukup ditulis “Kh.” sehingga menjadi “Azmatkhan Kh.”, hal itu untuk tidak mengacau istilah pernasaban yang berlaku dalam budaya Arab. Robithoh Azmatkhan tidak dapat merekomendasikan “Silsilah Hasan” kepada “Robithoh Alawiyah”.

Yang dimaksud merekomendasikan pada Robithoh Alawiyah adalah mengusahakan untuk mendapatkan pengesahan resmi sebagai ahlul-bayt yang mendapatkaan hak semisal wakaf Alawiyyin dan khumusul-khumus.
Dalam hal pengakuan sebagai keluarga, Robithoh Azmatkhan sama sekali tidak membedakan antara pemilik Slilsilah Shahih, Silsilah Hasan dan Silsilah Khu’ulah, semua berhak mendapat kartu anggota dengan ketentuan yang ditetapkan dan silsilahnya akan ditulis dalam kartu.
Selebihnya, untuk sementara Robithoh Azmatkhan menyarankan agar anggotanya tidak meminta apalagi menuntut pengesahan dari Robithoh Alawiyah. Apabila nasabnya benar maka kelak di akhirat Rasulullah SAW akan mengakuinya sebagai cucu, tidak kurang dari ahlil-bayt yang telah disahkan oleh Robithoh Alawiyah.

Budaya Toleransi : Tokoh-Tokoh yang menjunjung Tinggi Toleransi
Sejarah mencatat betapa leluahur keluarga Azmatkhan yang tergabung dalam Walisongo sangat toleransi dan amat pandai beradaptasi. Seorang berbangsa Arab dapat duduk bersanding dengan orang-orang jawa, baik bangsawan maupun rakyat jelata Jawa, sementara orang-orang Jawa sendiri justru terkotak-kotak oleh ras yang selama itu mereka pahami. Kalau bukan karena karomah “pandai beradaptasi” serta “pandai menempatkan diri”, tentu mereka tidak akan diterima oleh kaum bangsawan ketika mereka diketahui dekat dengan kaum jelata, dan tentu kaum jelata akan menuhankan mereka karena mereka dapat menaklukkan para penguasa.

Toleransi dan adaptasi terhadap budaya dan lingkungan merupakan salah satu ajaran penting yang ditanamkan oleh leluhur keluarga Azmatkhan, karena mereka tahu bahwa masyarakat Jawa dan sekitarnya memiliki banyak ragam budaya dan kepercayaan, dan tujuan daripada mengedepankan adaptasi adalah untuk mendapatkan simpati. Tidak semua yang benar itu yang terbaik, suatu permasalahan bisa saja memiliki point-point sikap yang dapat dibenarkan, namun dari point-point itu terkadang ada satu saja yang sebaiknya atau bahkan seharusnya dipilih, dengan pertimbangan lebih memungkinkan orang lain bersimpati.

Toleransi dan adaptasi, itulah peninggalan penting ajaran leluhur keluarga Azmatkhan. Kini hal itu telah pudar dari segolongan muslimin yang mengaku penerus perjuangan jihad Walisongo, sehingga ke-kurang toleransi-an itu banyak menimbulkan keributan yang ujungnya justru menempatkan Islam pada target hujatan orang-orang non muslim. Hal itu bisa kita lihat dengan maraknya kasus teror yang kemudian ditemukan seorang muslim ‘fanatik’ sebagai pelakunya, maraknya keributan antar tokoh muslim yang dapat memberi kesan ke-tidak dewasa-an. Maka hendaknya kita telaah kembali sejarah keberhasilan Ulama Salaf Indonesia (tokoh-tokoh Walisongo), dimana kita akan menemukan mereka sebagai tokoh anti fanatisme, tokoh yang toleran dan menjunjung tinggi sikap beradaptasi.

Anti Fanatisme Golongan
Sayyid Abdul Malik mendapatkan gelar Azmatkhan setelah beliau hijrah ke India dalam rangka berda’wah, dan sejak itu keturunan beliau menggunakan “Azmatkhan” sebagai marga, namun mereka tidak suka dengan sikap fanatik masyarakat yang hanya mengedepankan garis keturunan, sehingga merekapun menanggalkan marga ke-sayyid-an agar mereka tidak dihormati lebih karena nasab mereka, mereka sengaja tidak memakai marga “Azmatkhan” atau “Ba’alawi” didalam memenyebut nama mereka, yang di India berbaur dengan orang-orang India bisa, demikian pula yang kemudian keluar dari India.

Maka satu hal yang ditekankan IKAZHI dengan menyuguhkan masalah ini, yaitu agar keluarga Azmatkhan, khususnya yang keluarga Kiai, lebih mengedepankan prestasi daripada trah.
Berangkat dari fanatik terhadap sebuah keluarga, fanatik terhadap sebuah golongan atau madzhab juga akan mendapatkan tempat di hati orang yang kurang wawasan. Fanatik terhadap pecahan golongan atau faham adalah merupakan suatu aib bagi golongan atau faham pada umumnya. Tidak jarang kita menangkap seorang pelaku teror dan si teroris dengan tenangnya menyatakan merasa tidak bersalah. Kefanatikan terhadap sebuah faham membuatnya enggan kompromi dengan faham lain.

Tidak jarang kita menemukan dua tokoh bertikai dan para pendukung mereka berkelahi, kemudian masing-masing menyatakan sama sekali tidak bersalah dengan ulah kekanak-kanakan, itu, karena kefanatikan terhadap seorang tokoh membuat mereka enggan menyimak penjelasan tokoh lain. Nah, ketika mereka yang fanatik dan “berulah” itu membawa nama golongan yang lebih besar, maka tentu saja banyak anggota “golongan yang lebih besar” itu menjadi dirugikan, karena orang diluar golongan mereka akan punya alasan untuk menilai golongan itu sebagai golongan yang tidak simpatik.

Leluhur keluarga Azmatkhan sangat menjunjung tinggi sikap toleransi. Kita semua tahu bahwa pendirian Kesultanan Islam Demak adalah atas prakarsa kelompok Wali Songo yang terdiri dari keluarga Azmatkhan dan waktu itu dipimpin oleh Sunan Ampel. Ketika pendirian Kesultanan Demak dimulai maka Sunan Ampel menunjuk murid beliau, Abdul Fattah (Raden Patah), untuk menduduki kursi kesultanan.

Semula Raden Patah menolak karena merasa ada yang lebih layak untuk menjadi Sultan, beliau memohon agar Sunan Ampel saja yang menjabat sebagai Sultan, namun Sunan Ampel tidak mau dan Raden Patah pun mau setelah Sunan Ampel menyatakan bahwa penunjukan itu adalah sebagai perintah seorang guru pada muridnya.

Dari kejadian itu kita dapat menangkap cara berfikir Sunan Ampel, bahwa beliau sangat toleransi dengan budaya Jawa, beliau tahu kalau semua bangsa memiliki kelompok yang di-bangsawan-kan. Maka Sunan Ampel sama sekali tidak melupakan hal itu walaupun beliau sendiri dan Wali-wali lain yang masih putra-putra dan keponakan beliau- adalah bangsawan-bangsawan Quraisy keturunan Rasulullah SAW, bahkan beliau sendiri adalah menantu keluarga Kerajaan Majapahit.

Sunan Ampel memilih Raden Patah karena beliau adalah orang ‘alim yang memiliki “darah biru” tertinggi menurut bangsa Majapahit, karena beliau adalah putra Prabu Brawijaya V. Sunan Ampel sama sekali tidak merubah tatanan budaya masyarakat Jawa dalam pengangkatan seorang Sultan pemimpim kaum muslimin. Penyerbuan Demak terhadap Majapahit Sebagian orang mengira bahwa dalam pertempuran antara Demak dan Majapahit adalah pertempuran antara anak (Raden Patah) dan orang tua (Brawijaya V). Adapun yang benar adalah cerita sebagai berikut. Pada awal-awal berdirinya Kesultanan Demak, Raden Patah mengajukan pendapat pada Sunan Ampel untuk menaklukkan Majapahit, namun Sunan Ampel menolak dan menjelaskan bahwa bukan demikian cara menyebarkan Islam, tidak ada paksaan dalam Islam. Selama kaum muslimin tidak diserang maka Islam tidak membenarkan penyerangan terhadap non muslim.

Memang benar kata Sunan Ampel, menyerang adalah cara yang pernah dilakukan oleh Dinasti Umawi (Khalifa Mu’awiyah dan penerusnyanya). Mu’awiyah dan anaknya, Yazid, banyak merubah cara-cara Islam, mulai dari sistem Khilafah yang mereka rubah menjadi sistem Kerajaan, hingga cara menyebarkan Islam dengan halus yang mereka rubah menjadi dengan peperangan. Mereka memang berhasil menaklukkan banyak bangsa, namun cara itu sebenarnya tidak berhasil dengan baik, karena bangsa-bangsa yang takluk karena diserang tidak akan memeluk Islam dengan baik, terbukti banyak negeri taklukan Dinasti Umawi yang kemudian murtad atau kembali menjadi bangsa kafir.

Berkatalah seorang sejarahwan Jerman: “Seandainya Mu’awiyah tidak merubah cara Muhammad didalam berda’wah, seandainya ia tidak menyebarkan Islam melalui peperangan, niscaya hari ini penduduk Jerman telah menjadi bangsa muslim.

Kembali pada Kesultanan Demak. Setelah Sunan Ampel menolak untuk menaklukkan Majapahit maka Raden Patah tidak lagi berpikir untuk menyerang Majapahit. Namun setelah Sunan Ampel Meninggal, terjadilah penyerangan dari Kerajaan Kediri terhadap Kerajaan Majapahit, Majapahit pun jatuh ke tangan Kediri, Brawijaya V lari entah kemana. Maka seorang Panglima Kediri menduduki kursi singgasana Majapahit dan iapun menggunakan gelar “Brawijaya VI”. Kemudian Brawijara VI mengadakan perjanjian bersekutu dengan pasukan Portugis yang waktu itu telah menguasai Samudera Pasai, dengan maksud untuk menyusun kekuatan untuk menghadapi Demak.
Mengetahui bahwa “Majapahit Baru” telah bersekutu dengan bangsa asing, maka Sunan Giri, penasehat Raden Patah setelah Sunan Ampel, mengisyaratkan perang menyerang “Majapahit Baru”. Raden patah pun bersama pasukan menyerang dan menaklukkan “Majapahit Baru”, beliaupun merampas mahkota dan pusaka-pusaka yang lain milik Keraton Majapajit.

Maka dalam penyerangan Demak itu kita dapat menyimpulkan bahwa Sunan Giri mengisyaratkan perang melawan “Majapahit Baru” bukan dalam rangka merampas kekuasaan, melainkan untuk menyelamatkan bangsa Jawa pada umumnya, karena perjanjian “Majapahit Baru” dengan Portugis berarti menjual bangsa sendiri terhadap bangsa asing. Kemudian mengenai mahkota dan pusaka-pusaka Majapahit yang diambil Raden Patah adalah milik ayah beliau sendiri, justru dengan mengambil semua itu berarti beliau telah menyelamatkan harga diri ayah beliau, Brawijaya V”, karena berarti Mahkota dan pusaka-pusaka tidak jatuh ke tangan musuh, meliankan jatuh ke tangan anak sendiri, apalagi sebagian riwayat mengatakan bahwa Raden Patah sempat diangkat sebagai Putra Mahkota oleh Brawijaya V, maka berarti mahkota itu benar-benar jatuh pada orang yang berhak. Dari itu, sungguh tidak benar apa yang dikatakan sebagian orang bahwa Raden patah menyerah ayahnya sendiri, itu hanya salah paham saja.

PERINSIP DAN DASAR PENDIRIAN ROBITHOH AZMATKHAN
Mengingat keturunan Sayyid Abdul Malik Azmatkhan banyak tersebar di Indonesia melalui sebagian besar anggota Walisongo, sedangkan kebanyakan mereka tidak saling mengenal keluarga dari jalur lain, maka didirikanlah Robithoh Azmatkhan pada tahun 2005 di Pesantren Tattangoh Pamekasan dan dikukuhkan pada hari ahad tanggal 16 syawal 1428 / 28 Oktober 2007 di Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo Jawa Timur.

Robithoh Azmatkhan didirikan untuk tujuan-tujuan penting sebagai berikut:
1.   mengamalkan sabda Rasulullah SAW:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلكِنَّ الْوَاصِلَ إِذَا انْقَطَعَ رَحِمُهُ وَصَلَهُ
2.   “Bukanlah orang menyambung keluarga itu yang saling membalas, melainkah orang yang apabila ada keluarga yang terputus maka iapun menyambung keluarga itu.”
3.   Memanfaatkan hubungan keluarga untuk mempererat hubungan para Kiai dan tokoh Indonesia yang kebanyakan masih keturunan Walisongo. Harapannya, kebersatuan mereka akan membawa kebaikan untuk ummat.
4.   Mendata seluruh keluarga keturunan Azmatkhan untuk diketahui kondisi agama dan ekonominya, untuk kemudian diadakan pembinaan pada keluarga yang kurang pengetahuan agamanya dan lemah ekonominya, karena tidak sedikit keluarga yang menyimpan silsilah dengan rapi tapi agama dan ekonominya memperihatinkan.
5.   Mensosialisasikan ajaran dan manhaj leluhur, khususnya kepada generasi muda keluarga keturunan Azmatkhan, agar meneladani leluhur, khususnya ajaran dan manhaj Walisongo.


Sejarah Sayyid Abdul Malik

Sayyid Abdul Malik dikenal dengan gelar "Al-Muhajir Ilallah", karena beliau hijrah dari Hadhramaut ke India untuk berda'wah, sebagaimana kakek beliau, Sayyid Ahmad bin Isa, digelari seperti itu karena beliau hijrah dari Iraq ke Hadhramaut untuk berdakwah.

Berkatalah H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini dalam bukunya "Pembahasan Tuntas Perihal Khilafiyah".

"Sayyid Abdul Malik Bin Alwi lahir di Kota Qasam, sebuah kota di Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Beliau meninggalkan Hadhramaut pergi ke India bersama jama'ah para Sayyid dari kaum Alawiyyin. Di India, beliau bermukim di Kota Nashr Abad. Beliau mempunyai beberapa orang anak laki-laki dan perempuan, di antaranya ialah Sayyid Amir Khan abdullah bin Sayyid Abdul Malik, yang lahir di Kota Nashr Abad, ada juga yang mengatakan bahwa beliau lahir di sebuah desa di dekat Kota Nashr Abad. Beliau adalah putra kedua dari Sayyid Abdul Malik".

Nama putra Sayyid abdul Malik adalah "Abdullah", penulisan "Amir Khan" sebelum "Abdullah" adalah penyebutan gelar yang kurang tepat, adapun yang benar adalah Al-Amir Abdullah Azmat Khan. Al-Amir adalah gelar utuk pejabat wilayah. Sedangkan, Azmat Khan adalah marga beliau mengikuti gelar Ayahanda.

Sebagian orang ada yang menulis "Abdullah Khan", mungkin ia hanya ingat "Khan" nya saja, karena marga "khan" (tanpa Azmat) memang populer sebagai marga bangsawan di kalangan orang India dan Pakistan. Maka penulisan "Abdullah Khan" itu kurang tepat, karena "Khan" adalah marga bangsawan Pakistan asli, bukan marga beliau yang merupakan pecahan dari marga Ba'alawi, atau Al-Alawi Al-Husaini.

Ada yang berkata bahwa di India, mereka juga menulis Al-Khan, namun yang tertulis dalam buku nasab Alawiyyin adalah Azmat Khan, bukan Al-Khan, sehingga penulisan Al-Khan akan menyulitkan pelacakan di buku nasab.

Sayyid Abdullah Azmat Khan pernah menjabat sebagai Pejabat Diplomasi Kerajaan India, beliau pun memanfaatkan jabatan itu untuk menyebarkan Islam ke berbagai negeri. Sejarah mencatat bagaimana beliau bersaing dengan Marcopolo di daratan Cina, persaingan itu tidak lain adalah persaingan di dalam memperkenalkan sebuah budaya.

Sayyid Abdullah memperkenalkan budaya Islam dan Marcopolo memperkenalkan budaya barat. Sampai saat ini, sejarah tertua yang kami dapat tentang penyebaran Islam di Cina adalah cerita Sayyid Abdullah ini. maka, bisa jadi beliau adalah penyebar Islam pertama di Cina, sebagaimana beberapa anggota Wali Songo yang masih cucu-cucu beliau adalah orang pertama yang berda'wah di tanah Jawa.

H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini melanjutkan :

"Ia (Sayyid Abdullah) mempunyai anak lelaki bernama Amir Al-Mu'azhzham Syah Maulana Ahmad".

Nama beliau adalah Ahmad, adapun "Al-Amir Al-Mu'azhzham" adalah gelar berbahasa Arab untuk pejabat yang di agungkan, sedangkan "Syah" adalah gelar berbahasa Urdu untuk seorang raja, bangsawan dan pemimpin, sementara "Maulana" adalah gelar yang dipakai oleh muslimin India untuk seorang Ulama Besar.

Sayyid Ahmad juga dikenal dengan gelar "Syah Jalaluddin".

H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini melanjutkan :

"Maulana Ahmad Syah Mu'azhzham adalah seorang besar, Ia di utus oleh Maharaja India ke Asadabad dan kepada Raja Sind untuk pertukaran informasi, kemudian selama kurun waktu tertentu ia di angkat sebagai Wazir (Menteri). Ia mempunyai banyak anak lelaki. Sebagian dari mereka pergi meninggalkan India, berangkat mengembara. Ada yang ke negeri Cina, kamboja, Siam (Thailand) dan ada pula yang pergi ke negeri Anam dari Mongolia Dalam (Negeri Mongolia yang termasuk di dalam wilayah kekuasaan Cina). Mereka lari (?) meninggalkan India untuk menghindari kesewenang-wenangan dan kezhaliman Maharaja India pada waktu terjadi fitnah pada akhir abad ke-7 Hijriah.

Di antara mereka itu yang pertama tiba di Kamboja ialah Sayyid Jamaluddin Al-Husain Amir Syahansyah bin Sayyid Ahmad. Ia pergi meninggalkan India tiga tahun setelah ayahnya wafat. Kepergiannya di sertai oleh tiga orang saudaranya, yaitu Syarif Qamaruddin. Konon, dialah yang bergelar "Tajul-Muluk". Yang kedua ialah Sayyid Majiduddin dan yang ketiga ialah Sayyid Tsana'uddin."

Sayyid Jamaluddin Al-Husain oleh sebagian orang Jawa di sebut Syekh Jumadil Kubro. Yang pasti nama beliau adalah Husain, sedangkan Jamaluddin adalah gelar atau nama tambahan, sehingga nama beliau juga di tulis "Husain Jamaluddin". Adapun "Syahan Syah", artinya adalah Raja Diraja. Namun kami yakin bahwa gelar Syahan Syah itu hanyalah pemberian orang yang beliau sendiri tidak tahu, karena Rasulullah SAW melarang pemberian Syahan Syah pada selain Allah.

Sayyid Husain juga memiliki saudara bernama Sulaiman, beliau mendirikan sebuah Kesultanan di Thailand. Beliau di kenal dengan sebutan Sultan Sulaiman Al-Baghdadi, barangkali beliau pernah tinggal di lama di Baghdad. Nah, Sayyid Husain dan Sayyid Sulaiman inilah nenek motyang daripada keluarga Azmat Khan Indonesia, setidaknya yang kami temukan sampai saat ini.

Sayyid Husain memiliki tujuh orang putra, sebagai berikut :

[1] Sayyid Ibrahim, diketahui memiliki tiga orang putra, antara lain :

1.1. Maulana Ishaq (Ayah Sunan Giri). Keturunannya mulai terdata.

1.2. Sayyid Fadhal Ali Al-Murtadha (Raden Santri). Keturunannya mulai terdata.

1.3. Sayyid Ahmad Rahmatullah (Sunan Ampel). Keturunannya mulai terdata.

[2] Sayyid Barakat, diketahui memiliki empat orang putra, antara lain :

2.1. Sayyid Abdurrahman Ar-Rumi. Belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.

2.2. Sayyid Ahmad Syah. Belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.

2.3. Maulana Malik Ibrahim. Belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.

2.4. Sayyid Abdul Ghafur, diketahui memiliki satu putera, yakni :

2.4.1. Sayyid Ibrahim. Diketahui memiliki dua putera, yakni :

2.4.1.1. Fathullah (Falatehan). Keturunannya mulai terdata.

2.4.1.2. Nyai Mas Gandasari (isteri Sunan Gunung Jati).

[3] Sayyid Ali Nurul Alam, memiliki dua orang putera, antara lain :

3.1. Sayyid Abdullah, memiliki dua orang putra antara lain:

3.1.1. Syarif Nurullah. Keturunannya mulai terdata.

3.1.2. Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Keturunannya mulai terdata.

3.2. Sayyid Utsman Haji (sunan Ngudung), menikah dengan cucu Sunan Ampel dan berputera Ja'far Ash-Shadiq (Sunan Kudus). Keturunannya mulai terdata.

3.3. Sayyid Haji Utsman (sunan Manyuran). Keturunannya mulai terdata.

[4] Sayyid Fadhal (Sunan Lembayung). Kami belum mendapatkan riwayat beliau dan belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.

[5] Sayyid Abdul Malik. Kami belum mendapatkan riwayat beliau dan belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.

[6] Pangeran Pebahar. Kami belum mendapatkan nama Arab dan riwayat beliau. Beliau adalah kakek dari Tuan Faqih Jalaluddin, Ulama Palembang pada masa Sultan Mahmud Badaruddin. Diketahui memiliki keturunan.

[7] Abdillah. Yang ketujuh belum kami dapatkan nama dan riwayatnya dan belum ada informasi bahwa beliau memiliki keturunan.


Adapun Sayyid Sulaiman Al-Baghdadi memiliki tiga orang putera dan seorang puteri yang semuanya berdakwah dan meninggal di Cirebon Jawa Barat, antara lain :

1. Syekh Datuk Kahfi. Diketahui memiliki keturunan.

2. Sayyid Abdurrahman (Pangeran Panjunan). Keturunannya mulai terdata.

3. Sayyid Aburrahim (Pangeran Kejaksan). Diketahui memiliki keturunan.

4. Syarifah Ratu Baghdad, menikah dengan Sunan Gunung Jati. (http://usrohabdulkarimbaabud.blogspot.com/2010/10/sejarah-sayyid-abdul-malik.html)

Azmatkhan atau Azmatkhan Al-Husaini adalah salah satu marga komunitas Hadramaut di Asia Tenggara. Nama Azmatkhan berasal dari penggabungan dua kata dalam bahasa Urdu Azmat yang berarti mulia, terhormat; dan Khan yang memiliki arti komandan, pemimpin, atau penguasa. Nama ini disandangkan kepada Sayyid Abdul Malik bin Alawi Ammul-Faqih setelah ia menjadi menantu bangsawan Nasirabad. Gelar “Khan” diberikan sebagaimana kepada keluarga bangsawan atau penguasa setempat lainnya.[1] Namun karena Sayyid Abdul Malik dari bangsa “syarif” (mulia) keturunan keturunan Al-Husain putra Fatimah binti Rasulillah SAW, maka mereka menambah kalimat “Azmat” sehingga menjadi “Azmatkhan”. Dengan huruf Arab, mereka menulis عظمت خان bukan عظمة خان, dengan huruf Latin mereka menulis “Azmatkhan”, bukan “Adhomatu Khon” atau “Adhimat Khon” seperti yang ditulis sebagian orang.

Riwayat

Sayyid Abdul Malik lahir di kota Qasam, sebuah kota di Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Ia juga dikenal dengan gelar “Al-Muhajir Ilallah”, karena beliau hijrah dari Hadhramaut ke Gujarat untuk berdakwah sebagaimana kakeknya, Sayyid Ahmad bin Isa, digelari seperti itu karena ia hijrah dari Iraq ke Hadhramaut untuk berda’wah. Menurut Sayyid Salim bin Abdullah Asy-Syathiri Al-Husaini (Ulama' asli Tarim, Hadramaut, Yaman), keluarga Azmatkhan yang merupakan leluhur Walisongo di nusantara adalah dari Qabilah Ba'Alawi atau Alawiyyin asal Hadramaut, Yaman, daro gelombang pertama yang masuk di nusantara dalam rangka penyebaran Islam.

Silsilah

Sayyid Abdul Malik bin Alawi (Ammul Faqih Muqaddam) bin Muhammd Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alawi bin Muhammad bin Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib dan Fatimah az-Zahra binti Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam

Keturunan

Di antara dari keturunan Sayyid Abdul Malik Azmatkhan yang tersebar di Nusantara ialah seperti yang dituliskan dibawah ini : Al-Muhajir Ilallah Al-Imam As-Sayyid As-Syarif Abdul Malik Azmatkhan, berputra : Al-Amir Al-Mu’azhzham As-Sayyid As-Syarif Abdullah, berputra : Al-Amir Al-Mu’azhzham As-Sayyid As-Syarif Ahmad Syah Jalaluddin, berputra : Ad-Da'i Ilallah As-Sayyid As-Syarif Maulana Jamaludiin Akbar, berputra : (diantaranya) Ibrahim Zainuddin Akbar, Ali Nuril Alam, Barakat Zainal Alam. dari sinilah yang kemudian menjadi cikal bakal ulama yang dikenal dengan Walisongo (http://id.wikipedia.org/wiki/Azmatkhan)

NASAB BELIAU Sayyid Abdul Malik bin Alawi (Ammil Faqih) bin Muhammd Shahib Marbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alawi Baitu Jubair bin Muhammad Maula Ash-Shouma’ah bin Alawi Al-Mubtakir bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-’Uraidhi bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib dan Fathimah az-Zahra’ binti Muhammad Rasuli-Llahi Shalla-Llahu Alaihhi wa-Sallam

TEMPAT DAN TAHUN KELAHIRANNYA Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan lahir di kota Qasam, sebuah kota di Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Beliau juga dikenal dengan gelar “Al-Muhajir Ilallah”, karena beliau hijrah dari Hadhramaut ke Gujarat untuk berda’wah sebagaimana kakek beliau, Al-Imam As-Sayyid Ahmad bin Isa, digelari seperti itu karena beliau hijrah dari Iraq ke Hadhramaut untuk berda’wah.

ORANGTUA AL-IMAM ABDUL MALIK AZMATKHAN Ayah dari Al-Imam Abdul Malik Azmatkhan adalah Al-Imam Alawi Ammul Faqih bin Muhammad lahir di Tarim. Beliau adalah seorang ulama besar, pemimpin kaum Arifin, hafal al-Qur’an, selalu menjaga lidahnya dari kata-kata yang tidak bermanfaat, dermawan, cinta kepada fakir miskin dan memuliakannya, banyak senyum. Imam Alwi bin Muhammad dididik oleh ayahnya dan belajar kepada beberapa ulama, di antaranya Syaikh Salim Bafadhal, Sayid Salim bin Basri, Syaikh Ali bin Ibrahim al-Khatib. Beliau wafat pada hari Senin bulan Zulqaidah tahun 613 hijriyah di Tarim dan dimakamkan di perkuburan Zanbal.

Al-Imam ‘Alawi Ammul Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath, memiliki empat orang anak, yaitu: 1. Abdullah (keturunannya terputus) 2. Ahmad (anaknya Fathimah ibu dari Ali dan Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam), 3. Abdul Malik Azmatkhan keturunannya menyebar di India dan di Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Asia tenggara yang dikenal dengan nama Azmatkhan (leluhur Wali Songo). 4. Abdurahman, keturunannya keluarga al-Bahasyim, al-Bin Semith, al-Bin Thahir, al-Ba’bud Maghfun, al-Bafaraj, al-Haddad, al-Basuroh, al-Bafaqih, al-Aidid, al-Baiti Auhaj.

ISTRI AL-IMAM ABDUL MALIK AZMATKHAN Istri dari Imam Abdul Malik Azmatkhan adalah Putri Raja Kesultanan Islam Nasarabad India Lama, yang bernama Ummu Abdillah.

ANAK-ANAK AL-IMAM ABDUL MALIK AZMATKHAN Imam Abdul Malik Azmatkhan memiliki 4 anak, 2 laki-laki, dan 2 Perempuan: 1. Sayyid Abdullah Azmatkhan (Leluhur Walisongo) 2. Sayyid Alwi Azmatkhan (Leluhur Azmatkhan India) 3. Syarifah Zainab Azmatkhan (nasabnya terputus) 4. Syarifah Fathimah Azmatkhan (nasabnya terputus)

GELAR – GELAR AL-IMAM AS-SAYYID ABDUL MALIK AZMATKHAN Menurut As-Sayyid Bahruddin Al-Husaini, menjelaskan bahwa gelar yang disandang oleh As-Sayyid Abdul Malik azmatkhan adalah: 1. Al-Malik Lil Muslimiin = Raja Bagi Kaum Muslimin 2. Al-Malik Min ‘Alawiyyiin = Raja dari Kalangan Keturunan Imam Ali bin Abi Thalib 3. Al-Khalifah Lil Mukminiin = Khalifah bagi Kaum mukmin 4. Al-Mursyid = Mursyid bagi beberapa tarekat 5. An-Naaqib = Pakar dalam Ilmu Nasab 6. Al-Muhaddits = Menghafal Ribuan Hadits 7. Al-Musnid = Memiliki sanad keilmuan dari berbagai ulama’ dan guru 8. Al-Qutub = Wali Qutub pada masanya 9. Al-Wali = Seorang Waliyullah 10. Abu Al-Muluuk = Ayah dan datuk bagi para Raja 11. Abu Al-Awliyaa’ = Ayah dan datuk bagi para Wali Songo 12. Abu Al-Mursyidiin = Ayah dan datuk bagi para Mursyid 13. Syaikhul Islam = Guru Besar Islam 14. Imamul Mujaahidiin = Imam Mujtahid 15. Al-Faqiihul Aqdam = Ahli Fiqih Yang paling utama 16. Al-Mujahid Fii Sabiilillah = Pejuang di Jalan Allah 17. Al-Hafiizhul Qur’an = Penghafal Qur’an 18. Shohibul Karomah = Raja dan Wali Allah yang memiliki Karomah 19. Amirul Mukminin= Pemimpin Pemerintahan Islam (Sumber Data: Kitab Ansabi Wali Songo, karya Sayyid Bahruddin)

NAMA FAM AZMATKHAN DALAM ILMU NASAB Nama Azmatkhan berasal dari penggabungan dua kata dalam bahasa Urdu. “Azmat” berarti; mulia, terhormat. Dan “Khan” memiliki arti setara seperti Komandan, Pemimpin, atau Penguasa. Nama ini disandangkan kepada Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik setelah beliau menjadi menantu bangsawan Nasarabad. Mereka bermaksud memberi beliau gelar “Khan” sebagai bangsawan sekaligus penguasa setempat sebagaimana keluarga yang lain. Hal ini persis dengan apa yang dialami Sayyid Ahmad Rahmatullah ketika diberi gelar “Raden Rahmat” setelah menjadi menantu bangsawan Majapahit. Namun karena Sayyid Abdul Malik dari bangsa “syarif” (mulia) keturunan keturunan Al-Husain putra Fathimah binti Rasulillah SAW, maka mereka menambah kalimat “Azmat” sehingga menjadi “Azmatkhan”. Dengan huruf arab, mereka menulis عظمت خان bukan عظمة خان, dengan huruf latin mereka menulis “Azmatkhan”, bukan “Adhomatu Khon” atau “Adhimat Khon” seperti yang ditulis sebagian orang.

KESAKSIAN PARA AHLI NASAB TENTANG FAM AZMATKHAN

KESAKSIAN PERTAMA

Menurut As-Sayyid Salim bin Abdullah Asy-Syathiri Al-Husaini (Ulama’ asli Tarim, Hadramaut, Yaman), berkata: “Keluarga Azmatkhan (Walisongo) adalah dari Qabilah Ba’Alawi asal hadhramaut Yaman gelombang pertama yang masuk di Nusantara dalam rangka penyebaran Islam (Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati keluarga Azmatkhan) Sesuai dengan namanya, yang berarti “Pemimpin dari keluarga Mulia” .

KESAKSIAN KEDUA

Menurut H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini dalam bukunya “Pembahasan Tuntas Perihal Khilafiyah”, dia berkata: “Sayyid Abdul Malik bin Alwi lahir di kota Qasam, sebuah kota di Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Ia meninggalkan Hadhramaut pergi ke India bersama jama’ah para Sayyid dari kaum Alawiyyin. Di India ia bermukim di Naserabad. Ia mempunyai beberapa orang anak lelaki dan perempuan, di antaranya ialah Sayyid Amir Khan Abdullah bin Sayyid Abdul Malik, lahir di kota Nashr Abad, ada juga yang mengatakan bahwa ia lahir di sebuah desa dekat Naserabad. Ia anak kedua dari Sayyid Abdul Malik Sejarah mencatat meratanya serbuan dan perampasan bangsa Mongol di belahan Asia. Diantara nama yang terkenal dari penguasa-penguasa Mongol adalah Khubilai Khan. Setelah Mongol menaklukkan banyak bangsa, maka muncullah Raja-raja yang diangkat atau diakui oleh Mongol dengan menggunakan nama belakang “Khan”, termasuk Raja Naserabad, India. Setelah Sayyid Abdul Malik menjadi menantu bangsawan Naserabad, mereka bermaksud memberi beliau gelar “Khan” agar dianggap sebagai bangsawan setempat sebagaimana keluarga yang lain. Hal ini persis dengan cerita Sayyid Ahmad Rahmatullah ketika diberi gelar “Raden Rahmat” setelah menjadi menantu bangsawan Majapahit. Namun karena Sayyid Abdul Malik dari bangsa “syarif” (mulia) keturunan Nabi, maka mereka menambah kalimat “Azmat” yang berarti mulia (dalam bahasa Urdu India) sehingga menjadi “Azmatkhan”. Dengan huruf arab, mereka menulis عظمت خان bukan عظمة خان, dengan huruf latin mereka menulis “Azmatkhan”, bukan “Adhomatu Khon” atau “Adhimat Khon” seperti yang ditulis sebagian orang. Sayyid Abdul Malik juga dikenal dengan gelar “Al-Muhajir Ilallah”, karena beliau hijrah dari Hadhramaut ke India untuk berda’wah, sebagaimana kakek beliau, Sayyid Ahmad bin Isa, digelari seperti itu karena beliau hijrah dari Iraq ke Hadhramaut untuk berda’wah Nama putra Sayyid Abdul Malik adalah “Abdullah”, penulisan “Amir Khan” sebelum “Abdullah” adalah penyebutan gelar yang kurang tepat, adapun yang benar adalah Al-Amir Abdullah Azmatkhan. Al-Amir adalah gelar untuk pejabat wilayah. Sedangkan Azmatkhan adalah marga beliau mengikuti gelar ayahanda. Sebagian orang ada yang menulis “Abdullah Khan”, mungkin ia hanya ingat Khan-nya saja, karena marga “Khan” (tanpa Azmat) memang sangat populer sebagai marga bangsawan di kalangan orang India dan Pakistan. Maka penulisan “Abdullah Khan” itu kurang tepat, karena “Khan” adalah marga bangsawan Pakistan asli, bukan marga beliau yang merupakan pecahan marga Ba’alawi atau Al-Alawi Al-Husaini. Ada yang berkata bahwa di India mereka juga menulis Al-Khan, namun yang tertulis dalam buku nasab Alawiyyin adalah Azmatkhan, bukan Al-Khan, sehingga penulisan Al-Khan akan menyulitkan pelacakan di buku nasab. Sayyid Abdullah Azmatkhan pernah menjabat sebagai Pejabat Diplomasi Kerajaan India, beliaupun memanfaatkan jabatan itu untuk menyebarkan Islam ke berbagai negeri. Sejarah mencatat bagaimana beliau bersaing dengan Marcopolo di daratan Cina, persaingan itu tidak lain adalah persaingan didalam memperkenalkan sebuah budaya. Sayyid Abdullah memperkenalkan budaya Islam dan Marcopolo memperkenalkan budaya Barat. Sampai saat ini, sejarah tertua yang kami dapat tentang penyebaran Islam di Cina adalah cerita Sayyid Abdullah ini. Maka bisa jadi beliau adalah penyebar Islam pertama di Cina, sebagaimana beberapa anggota Wali Songo yang masih cucu-cucu beliau adalah orang pertama yang berda’wah di tanah Jawa. Ia (Sayyid Abdullah) mempunyai anak lelaki bernama Amir Al-Mu’azhzham Syah Maulana Ahmad.” Nama beliau adalah Ahmad, adapun “Al-Amir Al-Mu’azhzham” adalah gelar berbahasa Arab untuk pejabat yang diagungkan, sedangkan “Syah” adalah gelar berbahasa Urdu untuk seorang Raja, bangsawan dan pemimpin, sementara “Maulana” adalah gelar yang dipakai oleh muslimin India untuk seorang Ulama besar.Sayyid Ahmad juga dikenal dengan gelar “Syah Jalaluddin”. Maulana Ahmad Syah Mu’azhzham adalah seorang besar, Ia diutus oleh Maharaja India ke Asadabad dan kepada Raja Sind untuk pertukaran informasi, kemudian selama kurun waktu tertentu ia diangkat sebagai wazir (menteri). Ia mempunyai banyak anak lelaki. Sebagian dari mereka pergi meninggalkan India, berangkat mengembara. Ada yang ke negeri Cina, Kamboja, Siam (Tailand) dan ada pula yang pergi ke negeri Anam dari Mongolia Dalam (Negeri Mongolia yang termasuk di dalam wilayah kekuasaan Cina). Mereka lari (?) meninggalkan India untuk menghindari kesewenang-wenangan dan kezhaliman Maharaja India pada waktu terjadi fitnah pada akhir abad ke-7 Hijriah. Di antara mereka itu yang pertama tiba di Kamboja ialah Sayyid Jamaluddin Al-Husain Amir Syahansyah bin Sayyid Ahmad. Ia pergi meninggalkan India tiga tahun setelah ayahnya wafat. Kepergiannya disertai oleh tiga orang saudaranya, yaitu Syarif Qamaruddin. Konon, dialah yang bergelar ‘Tajul-muluk’. Yang kedua ialah Sayyid Majiduddin dan yang ketiga ialah Sayyid Tsana’uddin.” Sayyid Jamaluddin Al-Husain oleh sebagian orang Jawa disebut Syekh Jumadil Kubro. Yang pasti nama beliau adalah Husain, sedangkan Jamaluddin adalah gelar atau nama tembahan, sehingga nama beliau juga ditulis “Husain Jamaluddin”. Adapun “Syahansyah” artinya adalah Raja Diraja. Namun kami yakin bahwa gelar Syahansah itu hanyalah pemberian orang yang beliau sendiri tidak tahu, karena Rasulullah SAW melarang pemberian gelar Syahan-syah pada selain Allah. Sayyid Husain juga memiliki saudara bernama Sulaiman, beliau medirikan sebuah kesultanan di Tailand. Beliau dikenal dengan sebutan Sultan Sulaiman Al-Baghdadi, barangkali beliau pernah tinggal lama di Baghdad. Nah, Sayyid Husain dan Sayyid Sulaiman inilah nenek moyang daripada keluarga Azmatkhan Indonesia, setidaknya yang kami temukan sampai saat ini.

KESAKSIAN KETIGA

Menurut Sayyid Ali bin Abu Bakar As-Sakran dalam Kitab Nasab yang bernama Al-Jawahir Al-Saniyyah, berkata: “Al-Azmatkhan adalah fam yang dinisbatkhan kepada Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin ‘Alawi ‘Ammil Faqih”.

KESAKSIAN KEEMPAT:

Menurut Ad-Dawudi dalam Kitab Umdatut Thalib berkta, “”Al-Azmatkhan adalah fam yang dinisbatkhan kepada Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin ‘Alawi ‘Ammil Faqih, dan keturunannya masih ada sampai sekarang ini melalui jalur Walisongo di Jawa”.

KESAKSIAN KELIMA:

Penelitian sayyid Zain bin abdullah alkaf yg dikutip dalam buku khidmatul ‘asyirah karangan Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf; MEMBENARKAN & MEM-VALID-KAN nasab jalur Azmatkhan.

KESAKSIAN KEENAM:

Penelitian Al-Alammah As-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Husain Al-Masyhur dalam Kitab Syamsud Zhahirah, yang memvalidkan nasab jalur Azmatkhan.

KESAKSIAN KETUJUH

Kesaksian dari Sayyid Ali bin Ja’far Assegaf Palembang.

Bermula silsilah wali songo ditemukan oleh sayid Ali bin Ja’far Assegaf pada seorang keturunan bangsawan Palembang. Dalam silsilah tersebut tercatat tuan Fakih Jalaluddin yang dimakamkan di Talang Sura pada tanggal 20 Jumadil Awal 1161 hijriyah, tinggal di istana kerajaan Sultan Muhammad Mansur mengajar ilmu ushuluddin dan alquran. Dalam silsilah tersebut tercatat nasab seorang Alawiyin bernama sayid Jamaluddin Husein bin Ahmad bin Abdullah bin Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad Shohib Mirbath, yang mempunyai tujuh anak laki. Di samping itu tercatat pula nasab keturunan raja-raja Palembang yang bergelar pangeran dan raden, nasab Muhammad Ainul Yaqin yang bergelar Sunan Giri.

KESAKSIAN KEDELAPAN:

Penelitian As-Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri dalam Kitab Al-Mu’jam Al-Lathif

Keluarga Azmatkhan sejauh ini tercatat memimpin banyak Kesultanan atau Kerajaan di Asia Tenggara. Diantaranya :

1. Kesultanan Nasirabad – India 2. Kesultanan Adipati Bagelen 3. Kesultanan Adipati Bangkalan – Madura (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 4. Kesultanan Adipati Gerbang Hilir 5. Kesultanan Adipati Jayakarta 6. Kesultanan Adipati Manonjaya (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 7. Kesultanan Adipati Pajang 8. Kesultanan Adipati Pakuan (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 9. Kesultanan Adipati Sukapura (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 10. Kesultanan Adipati Sumenep (Sebagian dari Raja-Raja Sumenep adalah Keturunan Azmatkhan dari Jalur Fadhal Ali Al-Murthadha) 11. Kesultanan Adipati Tasikmalaya (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 12. Kesultanan Ampel Denta – Surabaya 13. Kesultanan Banten 14. Kesultanan Campa (Kamboja) 15. Kesultanan Cirebon Larang / Carbon Larang 16. Kesultanan Demak Bintoro (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 17. Kesultanan Giri Kedaton 18. Kesultanan Kacirebonan – Cirebon 19. Kesultanan Kanoman – Cirebon 20. Kesultanan Kasepuhan – Cirebon 21. Kesultanan Kedah – Malaysia (Ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 22. Kesultanan Kelantan – Malaysia 23. Kesultanan Mangkunegaran (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 24. Kesultanan Mataram Islam (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 25. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 26. Kasunanan Surakarta Hadiningrat (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan) 27. Kesultanan Pakualaman 28. Kesultanan Palembang Darusalam 29. Kesultanan Patani – Thailand 30. Kesultanan Sumedang Larang / Sunda Larang 31. Kesultanan Surabaya (Kelanjutan Kesultanan Ampel Denta) 32. Kesultanan Ternate 33. Keratuan Darah Putih, Lampung 34. Kerajaan Islam Tawang Alun Macan Putih, Banyuwangi 35.

DAFTAR KEPUSTAKAAN (BUKU-BUKU YANG MENJELASKAN) TENTANG AZMATKHAN :

1. Sayyid Ahmad bin Anbah,Umdatuth Thaalib Fii Ansaabi Aali Abi Thaalib 2. Sayyid Aki As-Samhudiy, Jawaahir Al-Aqdaini Fii Ansaabi Abnaai As-Sibthaini 3. Sayyid Abu Thalib Taqiyyuddin An-Naqiibi, Ghaayatu Al-Ikhtishoori Fii Al-buyuutaati Al-’Alawiyyati Al-Mahfuzhati Min Al-Ghayyaari. 4. As-Sayyid Al-Muhaddits Husain bin Abdurrahman Al-Ahdali, Tuhfatuz Zaman Fii Taariikhi Saadaatil Yamani 5. As-Sayyid Abu Fadhal Muhammad Al-Kazhimi Al-Husaini, An-Nafkhah Al-Anbariyyah Fii Ansaabi Khairil Bariyyah 6. As-Sayyid Dhoomin bin Syadqam, Tuhfatul Azhaari Fii Ansaabi Aal An-Nabiyyi Al-Mukhtaari 7. As-Sayyid Ahmad bin Hasan Al-Attas, Uquud Al-Almaas 8. Sayyid Jamaluddin Abdullah Al-Jurjaani Al-Husaini, Musyajjarah Al-Mutadhammin Ansaabi Ahlilbaiti Ath-Thaahiri 9. As-Sayyid Al-Imam Muhammad bin Ahmad bin ‘Amiiduddin Al-Husaini An-Najafiy, Kitab Bahrul Ansaabi 10. As-Sayyid Murtadha Az-Zabiidi, Al-Musyajjir Al-Kasysyaaf Li Ushuulis Saadah Al-Asyraaf 11. As-Sayyid Husain bin Muhammad Ar-Rifaa’i Al-Mishri, Bahrul Ansaabil Muhiith 12. As-Sayyid ‘Ali bin Abi Bakar asy-Syakran, Al-Jawaahir As-Saniyyah Fii Ansaabi Al-Husainiyyah 13. As-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur Al-Husaini Al-Hadrami, Kitab Syamsuzh Zhahiirah 14. As-Sayyid Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff, Khidmah Al-’Asyiirah Bi Tartiibi wa Talkhiishi Wa Tadzliili Syamsizh Zhahiirah 15. As-Sayyid Dhiyaa’u Syihaab, Ta’liiqaat Mabsuuthah Wa Mufashsholah ‘Alaa Syamsizh Zhahiirah 16. As-Sayyid Umar bin Alawi Al-Kaff, Al-Faraayid Al-Jauhariyyah Fii Tarraajumi Asy-Syaharah Al-’Alawiyyah 17. As-Sayyid Umar bin Abdurrahman bin Shihabuddin, Syajaratul Alawiyyah 18. As-Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri, Kitab Al-Mu’jam Al-Lathif 19. As-Sayyid Bahruddin Ba’alawi Al-Husaini, Ansaabi Wali Songo, 20. As-Sayyid Abi Al-Mu’ammar Yahya bin Muhammad bin Al-Qasim Ba’alawi Al-Husaini, Kitab Abnaaul Imam Fii Mishra Was Syaami Al-Hasani Wal Husaini, 21. As-Sayyid Al-Qalqasandiy Al-Hasani, Nihaayatul Urabi Fi Ma’rifati Al-Ansaabi Al-’Arabi, 22. Al-Imam Abi Sa’di Abdil Karim bin Muhammad bin Mansur At-Tamimiy As-Sam’aaniy, Kitab Al-ansaab 23. Al-Imam Ahmad bin Yahya bin Jabir Al-Balaadiri,Kitabu Al-Jumali Min Ansaabil Asyraaf http://majeliswalisongo.wordpress.com/ Foto Kota Hadramaut, tempat kelahiran Sayyid Abdul Malik (http://brigadeers.blogspot.com/2009/06/hadramaut-surganya-para-allawiyin-yang.html)

[sunting]Sumber-sumber

  1.  http://usrohabdulkarimbaabud.blogspot.com/2010/10/sejarah-sayyid-abdul-malik.html -
  2.  http://id.wikipedia.org/wiki/Azmatkhan -
  3.  http://majeliswalisongo.wordpress.com/ -
  4.  http://brigadeers.blogspot.com/2009/06/hadramaut-surganya-para-allawiyin-yang.html -
  5.  Naqobatul Asyrof al-Kubro, Generasi ke-17 [1] -
  6.  http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Shahib_Mirbath -

Dari kakek nenek sampai cucu-cucu

Kakek-nenek
  1. Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Kholi Qosam
wafat: 551 ? 556, Marbath, Oman
Kakek-nenek
Orang Tua
 4. Adullah bin Ali
lahir: Tidak Berputra
 2. Ahmad bin Ali
lahir: Tidak Berputra
 3. Ali bin Muhammad / al-A'dham al-Faqih al-Muqaddam
lahir: http://freepages.family.rootsweb.ancestry.com/~naqobatulasyrof/main/des/d17.htm#g17
wafat: 590, In Tarim, Yemen
Orang Tua
 
== 3 ==
  1. Sayyid Abdul Malik al-Muhajjir al-Azmatkhan Ba'alawi al-Husaini
lahir: 574, Qosam, Hadramaut
wafat: 653, Nasarabad, India
== 3 ==
Anak-anak
  1. Al-Amir Abdullah al-Azmatkhan
lahir: 636c
wafat: 696, Nasarabad, India
 2. Sayyid Alwi Azmatkhan
lahir: Keturunannya di India
 3. Syarifah Zainab Azmatkhan
lahir: Nasabnya Terputus
 4. Syarifah Fathimah Azmatkhan
lahir: Nasabnya Terputus
Anak-anak
Cucu-cucu
Cucu-cucu

  • IKAZHI. 
  • Kami menerima pendataan umum, baik dari garis laki-laki maupun garis perempuan, karena IKAZHI adalah sarana untuk silaturrahim. Namun demikian, untuk menggunakan nama belakang “Azmatkhan”, kami hanya mengesahkan yang bergaris laki-laki. Bagi yang bergaris perempuan, apabila mau menggunakan nama belakang “Azmatkhan” hendaknya ditambah dengan kalimat “Khu’ulah” dan dalam penulisan boleh disingkat saja dengan “Kh.”. Contoh: Muhammad bin Ahmad Azmatkhan Kh. Hal ini hendaknya diperhatikan agar tidak mengacau istilah pernasaban Arab. Untuk mendaftar dan memberi informasi, Anda dapat menghubungi kami di: • Alamat surat menyurat : 
  • Jl. Bahagia No. 54/2 Cirebon Jawa Barat.
  •  • Konfirmasi Langsung: • Kantor Kenazhiran Masjid Kesultanan Banten (KH. Fathul Azhim Khatib Azmatkhan).
  •  • Keraton Kanoman, Cirebon (Pangeran Patih Kodiran) •
  •  Keraton Kacirebonan, Cirebon (Pangeran Raja Ruslan) 
  • • Pesantren Zainul Hasan, Genggong Probolinggo Jawa Timur (KH. Saiful Islam Azmatkhan). 
  • • Pesantren Tengginah, Tattangoh Pamekasan Madura (KH. Ahmad Ridho bin Shonhaji Azmatkhan). 
  • • Yayasan Makam Saichona Cholil, Bangkalan Madura (KH. Fuad bin Amin Azmatkhan). 
  • • Pesantren Al-Azhar An-Nur I, Bululawang Malang Jawa Timur (KH. Mas’udi Busyiri Azmatkhan, Lc, MA) • Pesantren Terpadu Sabilul Huda, Batu Jawa Timur (KH. Dr. Burhanul Arifin Azmatkhan) •
  •  Telp. atau SMS : 08883370788 dan 081322978350
  •  • E-mail : azmatkhan_indo@yahoo.com • Web site: www.azmatkhanalhusaini.com
Wallalhuaalam Bisawab..

SEARCH THIS BLOG

Selasa, 18 Mei 2021

AMBILLAH HAL YANG POSITIF

www.islammadzhabcinta.blogspot.com
Kamus
Kata Mutiara dari Tokoh Nasional

setiap perkataan  bisa menyamatkan kita menggapai kesuksen di dunia dan akhirat. ambillah dan di laksanakan.

Kutipan dari Tokoh Nasional

1. “Keberhasilan bukanlah milik orang yang pintar. Keberhasilan adalah kepunyaan mereka yang senantiasa berusaha” – B.J. Habibie

 (Success is not possessed by educated people. It belongs to those who try everlastingly)

2. “Saat suatu hubungan berakhir, bukan berarti 2 orang berhenti saling mencintai. Mereka hanya berhenti saling menyakiti.” – R. A. Kartini

(When a relationship ends, it does not always mean that the couple stop loving. They just stop hurting each other)

3. “Terkadang, kesulitan harus kamu rasakan terlebih dulu sebelum kebahagiaan yang sempurna datang kepadamu” – R. A. Kartini

(Sometimes you have to experience difficulties before getting the perfect bliss)

4. “Habis gelap terbitlah terang” – R. A. Kartini

(After darkness, light is born)

5. “Belajar tanpa berpikir itu tidaklah berguna, tapi berpikir tanpa belajar itu sangatlah berbahaya” – Ir. Soekarno

(Learning without thinking is useless, but thinking without learning is very dangerous)

6. “Barang siapa ingin mutiara, harus berani terjun di lautan yang dalam” – Ir. Soekarno

(Whoever wants pearls must be brave to dive in the deep sea)

7. “Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki” – Mohammad Hatta

(Less intelligence can be improved by learning. Poor skills can be eliminated with experience. But dishonesty is just hard to fix)

8. “Filosofi meluaskan pandangan serta mempertajam pikiran” – Mohammad Hatta

(Philosophy expands the view and sharpens the mind)

9. “Saya rela pergi ke penjara, selama ada buku. Karena dengan buku saya bebas.” – Mohammad Hatta

(I’d volunteer to go to prison, as long as there are books. Because with books I am free)

10. “Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator” – HOS Tjokroaminoto

(If you want to be a great leader, write like a journalist and talk like an orator)

11. “Agama dilahirkan untuk kedamaian, bukan untuk kekerasan”- Abdurrahman Wahid

(Religion is born for peace, not for violence)

12. “Jalan yang paling baik untuk menghilangkan musuhmu adalah dengan menganggapnya sebagai kawan” – Sri Sultan Hamengku Buwono VIII

(The best way to get rid of your enemies is by considering them as your friends)

13. “Ketamakan akan membuat orang kaya menjadi miskin” – Sri Sultan Hamengku Buwono VIII

(Greed will make rich people become poor)

14. “Kejahatan akan menang bila orang yang benar tidak melakukan apa-apa” – Jenderal Sudirman

(Evil will win when the righteous do nothing)

15. “Kadang kita terlalu sibuk memikirkan kesulitan-kesulitan sehingga kita tidak punya waktu untuk mensyukuri rahmat Tuhan” – Jenderal Sudirman

(Sometimes we are too busy thinking about the difficulties that we don’t have the time to be grateful for God’s grace”

16. “Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah” – Ki Hajar Dewantara

(Everyone is a teacher, every house is a school)

17. “Kebenaran suatu hal tidaklah ditentukan oleh berapa banyaknya orang yang mempercayainya” – K.H. Ahmad Dahlan

(The truth of a proposition isn’t determined by how many people believe it)

18. “Teladan yang baik adalah khotbah yang jitu” – K.H. Ahmad Dahlan

(A good example is a good sermon)

19. “Sedangkan sebetulnya cara mendapatkan hasil itulah yang lebih penting daripada hasil sendiri” – Tan Malaka

(Actually, the process to gain is more important that the result itself)

20. “Siapa yang tidak bekerja tidak akan makan” – Tan Malaka

(Those who do not work will not eat)

Kutipan dari Public Figure

1. “Bukan kesulitan yang membuat kita takut, tapi sering ketakutanlah yang membuat jadi sulit. Jadi, jangan mudah menyerah” – Joko Widodo, Presiden RI-7

(It’s not difficulties that frighten us. Mostly, it’s our fear that makes things difficult. Just don’t give up easily)

2. “Jangan takut untuk bekerja, jangan bekerja kalau takut” – Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan

(Do not have fear to work, yet do not work if you still have fear)

3. “Kekecewaan itu harus kita salurkan dengan bekerja lebih baik lagi dan bekerja keras untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi” – Sri Mulyani, Menteri Keuangan

(Disappointment should be converted to a better and harder work to accomplish higher achievement)

4. “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan” – Pramoedya Ananta Toer, Sastrawan & Penulis

(An educated man must be fair in thinking, and even in his actions)

5. “Saya kaya sebab saya punya semua yang saya butuhkan, bukan yang saya inginkan” – Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama, Gubernur DKI Jakarta 2014-2017

(I am rich because I have everything I need, not everything that I want)

Sabtu, 15 Mei 2021

KEUTAMAAN MENGHAFALKAN AL QUR'AN

  1. Penghafal Qur’an adalah Shahibul Qur’an

sebagian ulama mengatakan bahwa makna dari shahibul Qur’an adalah orang yang menghafalkannya di hati. berdasarkan sabda nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله

Hendaknya yang mengimami sebuah kaum adalah yang paling aqra’ terhadap kitabullah

Maksudnya yang paling hafal. Maka derajat surga yang didapatkan seseorang itu tergantung pada banyak hafalan Al Qur’annya di dunia, bukan pada banyak bacaannya, sebagaimana disangka oleh sebagian orang. Maka di sini kita ketahui keutamaan yang besar bagi pada penghafal Al Qur’an. Namun dengan syarat ia menghafalkan Al Qur’an untuk mengharap wajah Allah tabaaraka wa ta’ala, bukan untuk tujuan dunia atau harta” (Silsilah Ash Shahihah, 5/281).

2. Al Qur’an akan menjadi syafa’at bagi shahibul Qur’an

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

اقرأوا القرآن فإنه يأتي يوم القيامة شفيعا لأصحابه

Bacalah Al Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai syafa’at bagi shahibul Qur’an” (HR. Muslim  804)

3. Derajat di surga tergantung pada hafalan Qur’an

Semakin banyak hafalannya, akan semakin tinggi kedudukan yang didapatkan di surga kelak. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

يقال لصاحب القرآن اقرأ وارتقِ , ورتل كما كنت ترتل في الدنيا , فإن منزلك عند آخر آية تقرؤها

Akan dikatakan kepada shahibul qur’an (di akhirat) : bacalah dan naiklah, bacalah dengan tartil sebagaimana engkau membaca dengan tartil di dunia. karena kedudukanmu tergantung pada ayat terakhir yang engkau baca” (HR. Abu Daud 2240, dalam Shahih Abi Daud).

4. Termasuk sebaik-baik manusia

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

خيركم من تعلم القرآن وعلَّمه

Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Al Bukhari 4639).

5. Allah mengangkat derajat shahibul Qur’an di dunia

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إن الله يرفع بهذا الكتاب أقواماً ويضع به آخرين

Sesungguhnya Allah mengangkat beberapa kaum dengan Al Qur’an ini dan menghinakan yang lain dengannya” (HR. Muslim 817)

6. Penghafal Al Qur’an lebih diutamakan untuk menjadi imam

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله

Hendaknya yang mengimami sebuah kaum adalah yang paling aqra’ terhadap kitabullah” (HR. Abu Daud 582)

tetapi bukan hafal di otak tetapi hafal di hati dan amalkan. konsep ilmu tersebut yang di amalkan.

ISI MATERI ISLAMI

BULAN GERHANA

Tempat Tinggal Kita Bumi Bumi merupakan planet ketiga terdekat dari Matahari, dan sejauh yang diketahui sebagai satu-satunya yang dihuni mak...

DAFTAR MATERI ISLAMI AL MAHDI